Rabu, 04 Juni 2008

MIMPI YANG TERBELI

SEORANG Joko Suprapto menggemparkan. Tidak cuma di Indonesia, tetapi juga di dunia. Anak manusia dari Nganjuk, Jawa Timur, ini sampai sekarang masih dipercaya sebagai penemu blue energi. Begitu hebatnya karya Joko, sampai-sampai blue energy itu dicarikan nama Indonesia terbur-buru. Maka jadilah banyugeni.

Tetapi penemuan Joko yang mahahebat itu ternyata menimbulkkan persoalan. Joko sempat menghilang dari kampung halaman dan dicari hulubalang ke mana-mana. Tau-tau ia ditemukan dalam keadaan sakit di sebuah rumah sakit di Madiun. Lalu oleh orang-orang partikelir berbadan tegap ia diantar pulang ke rumahnya dinihari.

Sebuah penemuan yang luar biasa tiba-tiba mentok pada ujung misteri. Dunia ilmu pengetahuan terguncang. Penguasa dengan selera bisnis pun tergoda. Joko buru-buru diberi laboratorium dengan kucuran biaya besar.

Semua orang berharap Joko menjadi penyelamat. Karena dengan blue enegry, Joko akan menyelamatkan bangsa ini dari cengkeraman kejam bahan bakar minyak (BBM). Ternyata Joko tidak kuat membuktikan penemuannya.

Harapan yang begitu besar dari mereka yang memiliki uang dan kuasa tidak mampu dijawab Joko. Dia frustrasi. Yang punya uang dan kuasa juga ikut frustrasi.

Penemuan-penemuan besar dalam sejarah umat manusia banyak yang dimulai dengan peristiwa-peristiwa kecil. Gaya berat ditemukan ketika buah apel jatuh menimpa kepala si penemunya. Menjadikan air sebagai bahan bakar di era semacam ini?

Joko bisa saja menemukannya. Tetapi yang harus ditanya dengan kritis adalah apakah peneliti-peneliti energi tidak sempat melirik cara ini. Ternyata setelah Joko mulai frustrasi dengan blue energy, penelitian-penelitian serupa pun terungkap dari berbagai belahan dunia.

Menurut mereka, mustahil menghasilkan bahan bakar dari air. Lalu mengapa seorang Joko bisa meyakinkan kita semua bahwa dia bisa?

Adat istiadat ilmiah adalah keharusan publikasi penemuan. Joko tidak pernah mempublikasikan penemuan, tetapi ada orang yang memiliki penciuman bisnis yang buru-buru ingin mematenkannya.

Karena semakin tidak yakin dengan metodoligi dan pertanggungjawaban ilmiah, Joko frustrasi. Kalangan peneliti kini menuduh Joko menipu. Beberapa yang lain menyesal, tetapi tidak mampu mengungkapkan kemarahan.

Optimisme tetap disandarkan kepada Joko agar blue energi tetap memberi asa. Tapi sampai kapan? Ya, Joko harus membuktikannya. Di tengah tekanan yang semakin keras, Joko mulai mudah pingsan.

Penemuan besar harus dilahirkan dalam suasana merdeka. Peneliti bekerja tidak karena tekanan modal dan kekuasaan, tetapi karena integritas profesional. Seorang Joko ternyata tidak bekerja dalam rangka itu. Dia terjebak dalam janji yang tinggi dengan modal yang tinggi. Modal yang dia peroleh tanpa bisa mempertanggungjawabkannya.

Kita tidak boleh menghukum Joko. Dia sesungguhnya mengingatkan kita semua bahwa energi alternatif memang sulit, tetapi mungkin. Yang harus dicegah adalah problem BBM yang mencekam tidak membuka peluang kita melahirkan berhala baru. Rasionalitas harus dipelihara.

Ingatkah kita di era yang belum lama berlalu, ketika para pejabat tinggi, berdasarkan petunjuk mimpi, meyakini di suatu tempat di Bogor tersimpan harta karun? Biaya dikeluarkan, penggalian dilakuikan. Terrnyata mimpi tetap mimpi.

Jangan-jangan blue energy adalah sebuah ilusi. Kita sesungguhnya diingatkan untuk tidak menciptakan berhala-berhala baru. Mimpi boleh, berhala jangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar