Rabu, 30 April 2008

ARTI BULAN MEI BAGI WARGA BANJARMASIN part 2

Anak Cacat Korban KerusuhanApr 23, '05 3:33 AM
for everyone

Bertahan Hidup Di Kolong Jembatan

SELASA
lalu, di tengah bising lalu lalang kendaraan bermotor, antara deru hilir mudik perahu bermesin. Tidak jauh dari jantung Kota Banjarmasin, di lorong remang bawah Jembatan Merdeka, BPost menemukan sisi kemiskinan yang terlupakan. Berikut kisahnya;

Lorong dan ruang udara yang pengap, gelap dan sebagian remang ditembus cahaya matahari, dimanfaatkan sejumlah manusia untuk bermukim. Ruang itu disekat beberapa bagian dengan langit-langit tak lebih tinggi dari 1,5 meter. Di salah satu sekat berukuran 3x3 meter hidup Ramali, 12 tahun, bersama ibunya Hindun serta pamannya Mawardi, 54 tahun.

Ramali adalah anak cacat fisik. Tubuhnya kurus, tidak ada kegembiraan masa kanak-kanak yang terpancar segar di wajahnya. Mimiknya datar, sorot matanya menerawang termasuk saat melihat BPost permisi masuk ke gubuknya. Pembawaannya seperti tidak menggambarkan isyarat kesusahan.

Tapi apa kenyataannya. Di balik sikapnya itu ada kegetiran yang ia sandang. Mawardi menceritakan kalau cucunya Ramali adalah anak korban kerusuhan berdarah di Banjarmasin pada 21 Mei 1997 silam. Bapaknya Udin hilang saat kerusuhan terjadi. Memang ketika itu ia masih kecil berumur 3,5 tahun tapi bagaimanapun sudah tahu betul bentuk wajah dan kasih sayang seorang bapak.

Menurut Hindun, entah bagaimana nasib suaminya. Ia sudah mencoba segala macam usaha mencari keberadaan suaminya termasuk ke orang pintar (dukun). "Akhirnya kami menganggapnya sudah meninggal, apalagi saat kerusuhan banyak yang mati, kejadiannya sudah lewat dan sudah lama, kami tidak punya apa-apa yang ada hanya kami jalani keadaan sekarang di bawah jembatan," urainya.

Kegetiran masa silam yang dirasakan Ramali bertambah karena menemui ambang masa depan yang suram. Keluarganya tergolong hidup pas-pasan. Krisis ekonomi yang melanda bangsa setelah tahun 1998-2000 membuat ia dan keluarganya makin terpuruk dalam jeram kemiskinan.

"Semula kami punya rumah di Kertak Baru, kemudian menumpang, dan sekarang tinggal di bawah jembatan," ungkap ibunya. Lagi pula sepeninggal mendiang bapaknya, tidak ada lagi penopang hidup keluarga. Sehingga wajar ia sama sekali tak sempat mengecap dunia pendidikan kecuali hanya menamatkan taman kanak-kanak.

Dunia anak-anak yang belum banyak ia rasakan berganti dengan dunia keras hidup di kolong jembatan. Bayangkan, ia, ibunya dan pamanya yang menempati barak yang jauh dari standar kesehatan dan keamanan harus disusul dengan kondisi fisik Ramali yang cacat dan sakit-sakitan.

"Kasihan kalau mengenang masa lalu ia bersama bapaknya, apalagi ia (Ramali) juga harus menahan rasa sakit di pinggul kananya," terang Mawardi. Pinggul kanannya berlobang, lembek mengeluarkan nanah. Penyakit itu muncul setelah kakinya patah terjatuh ketika kecil sehingga sekarang ia harus menggunakan dua tongkat.

Tidak banyak kegiatan yang ia lakukan di tinggal bawah jembatan. Karena kondisi fisiknya ia memilih lebih banyak tinggal di gubuk pengap dan berbau. Kalaupun keluar gubuk itupun tidak terlalu lama hanya untuk menghirup udara segar atau belanja makanan ringan serta belajar mengaji saat sore hingga menjelang petang di kawasan Pasar Kupu Kupu.

Paling membahagiakan yang dirasakan Mawardi dan Hindun adalah Ramali adalah sosok anak yang tegar menghadapi hidup. Ia tidak banyak mengeluh dengan kondisi keluarga. Walaupun namanya penyakit ia kadang meringis menahan sakit di lukanya. "Tapi kebanyakan saya tahu sebenarnya ia sering menahan rasa sakit itu meskipun tidak ia bicarakan ke kami," ujar Mawardi.

Tidur bertiga di bawah jembatan bersama sejumlah orang lainnya memang penuh resiko. Mawardi menceritakan, selain khawatir dengan ancaman dari pihak luar, ia juga mengakui khawatir dengan kesehatan mereka bertiga. "Tapi bagaimanpun agar kami bisa hidup, kami harus berani menjalaninya meski harus tinggal di bawah jembatan," tegas Hindun.

Gangguan dari pihak luar dan sesama tetangganya penghuni kolong jembatan kerap ditemui apalagi kalau bukan aksi premanisme. Sisi kekerasan lainnya, baku hantam sering terjadi antara sesama penghuni kolong jembatan. "Kalau mabuk-mabukkan dan memaksa masuk ke tempat kami itu biasa, belum lagi perkelahian, maklumlah mereka para gelandangan yang hidup bebas," tambah Mawardi.

Dia mengaku hidup penuh kewaspadaan. Namun sikap yang ia pegang adalah tidak mengganggu orang. Demi keamanan, ia tidak ambil pusing dengan kegaduhan sekitar. "Saya cuma kasihan dengan Ramali, ia masih kecil, lingkungan keras seperti ini sebenarnya belum pantas ia rasakan, tapi apa boleh buat sering juga ia terkena imbas lingkungan," tuturnya.

Agar bisa makan sehari-hari pun, Mawardi memegang teguh prinsip apa saja dikerjakan asal halal dan tidak mengemis. Makanya demi menghidupi Hindun dan Ramali ia bekerja serabutan menjual beragam barang bekas di Pasar Kasbah. "Saya bekerja untuk hidup, tidak mau mengemis, dan tidak enak minta bantuan ke orang lain," tambahnya.

Ramali sendiri tidak banyak menuntut. Ia sadar betul dengan keadaan ekonomi keluarga. Kalaupun ada rezeki, ia dapatkan dari pemberian langsung dari orang lain yang kebetulan iba melihatnya berjalan berjingkit dengan tongkat di jalan raya.

Namun sekarang, masalah penting yang ia idamkan adalah bagaimana ia bisa sehat seperti anak-anak lainnya. Lukanya sembuh dan satu yang ia cita-citakan adalah bisa bersekolah. fikria hidayat

ARTI BULAN MEI BAGI WARGA BANJARMASIN part 1

Kompas, Sabtu, 24 Mei 1997

Di Banjarmasin

Kampanye Golkar yang merupakan kampanye terakhir di Banjarmasin, Jumat, juga diwarnai

kerusuhan. Kerusuhan terjadi antara massa Golkar yang berpawai dengan kendaraan

bermotor, dengan warga setempat.

Kerusuhan ini berawal ketika ribuan massa Golkar berpawai keliling kota sekitar pukul

11.10 waktu setempat, beberapa saat sebelum sholat Jumat. Beberapa massa

mengacungkan tangan dua jari ke arah penduduk di sekitar Jalan Pangeran Antasari dan

Pangeran Samudera, lalu dibalas dengan tanda satu jari.

Massa dari Golkar langsung mengamuk. Namun penduduk lainnya, termasuk sejumlah

pedagang di Pasar Antasari dan orang-orang yang ingin sholat Jumat beramai-ramai turun ke

jalan, menyerbu massa Golkar yang lagi berpawai.

Penduduk yang ribuan jumlahnya juga terus mengejar massa Golkar, balas mengamuk.

Bahkan setiap yang berbaju kuning pun ikut dikejar. Akhirnya massa Golkar berlarian

menyelamatkan diri, ada yang ke kantor DPD Golkar, ke kantor Polisi dan sebagainya.

Tercatat empat mobil milik peserta pawai hancur, dan enam motor juga dibakar. Tidak ada

korban jiwa dalam insiden itu. Sebagian kantor DPD Golkar dibakar, namun berhasil

dipadamkan sejam kemudian. Juga rumah kediaman Bendahara Golkar HA Sulaiman HB

tak luput dari amukan penduduk, seluruh kaca depannya hancur berantakan.

Sebuah gereja di Jalan Pangeran Samudera dibakar. Rumah pejabat seperti rumah dinas

Kakanwil Depdikbud kaca depannya hancur dilempari batu. Juga kaca rumah Kanwil

Depsos Kalsel.

Pasar Swalayan Lima Cahaya, Toserba Barata, Siolatama serta Arjuna Plaza hancur

dilempari batu. Hotel Kalimantan, pasar swalayan Sarikaya di Pasar Baru, serta gedung

bioskopnya, dibakar. Tak ada satu pun toko di Banjarmasin yang buka sepanjang Jumat

kemarin. Puluhan mobil kebakaran dikerahkan ke kota. Demikian juga sejumlah panser milik

Korem dikerahkan ke setiap sudut jalan. Situasi dapat dikendalikan sekitar pukul 16.00.

Sampai pukul 24.00 Wita, listrik di seluruh Banjarmasin masih padam.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) ABRI Brigjen TNI Slamet Supriadi mengutarakan,

kerusuhan besar-besaran yang terjadi di Banjarmasin sudah merupakan tindak pidana. Pihak

keamanan akan menindak tegas seluruh pelakunya sesuai ketentuan hukum.

"Ini merupakan tindakan tidak bermoral yang telah melampaui batas-batas toleransi sebagai

bangsa. Kita akan tindak tegas perbuatan tersebut," kata Supriadi Jumat malam di Jakarta.

"Mabes ABRI sangat menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut, di tengah bangsa ini

memperjuangkan kehidupan berdemokrasi," lanjutnya.


Kompas, Sabtu, 24 Mei 1997

In Banjarmasin

The final campaign of Golkar, in Banjarmasin, was also colored by riot, between the Golkar

mass parading with vehicles and the local residents.

The incident was triggered by two fingers held high by people in the parade, being answered

by one.

As a result, 4 cars in the parade were wrecked, 6 motorcycles burned. Part of the Golkar

Regional Directing Board office was burned. The residence of the Golkar treasurer had all its

front windows broken. A HKBP church on Jalan Pangeran Samudera was burned by the

crowd. Residences of several officials had their windows broken.

Supermarkets and department stores were stoned. The Sarikaya supermarket and movie

theatre, Hotel Barito, were burned.

Dozens of firefighting vehicles were mobilized, armored cars were stationed on street

corners.

The Armed Forces Information Center Head, Brig.Gen. Slamet Supriadi, commented that

the large-scale rioting by supporters of the Development Unity Party (PPP) in Banjarmasin,

South Kalimantan, has been planned from the beginning. Because that is a criminal act, the

security apparatus will act firmly against the perpetrators in accordance with prevailing laws.

"The acts without morals which have exceeded the national bounds of tolerance have been

carried out by the PPP supporters mass. We will act firmly against that," said Supriadi to

Konmpas on Friday night in Jakarta. "The Armed Forces Headquarters deeply regret the

occurrence of this incident while this nation is in the midst of promoting democratic life," he

continued.


Kompas, Minggu, 25 Mei 1997

Ibu Kota Normal

* Kerusuhan di Banjarmasin dan Bangil Teratasi

Jakarta, Kompas

Memasuki hari pertama Minggu Tenang, situasi di Ibu Kota Sabtu (24/5) kembali normal.

Aparat keamanan juga telah berhasil mengatasi keadaan di kota-kota lain yang dalam

kampanye hari terakhir dilanda kerusuhan, termasuk Banjarmasin di Kalimantan Selatan, dan

Bangil di Jawa Timur.

Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI Namoeri Anum mengatakan, kerusuhan di

Banjarmasin yang menimbulkan banyak kerugian, termasuk beberapa orang korban

meninggal sudah dapat diatasi. Sementara Gubernur Kalimantan Selatan Gusti Hasan Aman

menilai, sulit sekali menyebut peristiwa di Banjarmasin itu sebagai "spontanitas", karena

melihat teknik dan cara yang dilakukan seperti terencana dan diatur lebih dahulu. Mengenai

kerusuhan di Bangil, Kepala Pusat Penerangan ABRI Brigjen TNI Slamet Supriadi

menegaskan, tidak ada korban yang jatuh akibat tembakan peluru.

Sementara itu untuk menjaga ketenangan dalam Minggu Tenang ini, Menteri Dalam Negeri

(Mendagri)/Ketua Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) Moch Yogie S Memet meminta semua

pihak tidak melakukan kegiatan kampanye atau kegiatan lain yang mengarah ke bentuk

kampanye.

Menurut pengamatan Kompas, warga Ibu Kota sudah kembali melakukan kegiatan

sehari-hari. Jakarta sudah siap memasuki Minggu Tenang. Hari pertama masa tenang juga

ditandai dengan pembersihan berbagai alat peraga kampanye oleh para kader ketiga

organisasi peserta pemilihan umum (OPP) sejak dini hari. Sejumlah jalan di wilayah Jakarta

Selatan dan Jakarta Pusat - dua wilayah yang dilanda kerusuhan Jumat (23/5) - dapat

dikatakan telah bersih dari berbagai alat peraga kampanye. Kalaupun ada bendera OPP

yang masih belum diturunkan, itu antara lain hanya karena agak sulit untuk diambil. Misalnya

tersangkut kabel-kabel listrik atau terletak di dahan-dahan pohon tinggi.

Di jalan protokol (Jl Thamrin dan Jl Jenderal Sudirman), para petugas menurunkan tanda

gambar ketiga OPP dan menggantinya dengan bendera merah putih. Hilangnya berbagai

atribut kampanye, membuat suasana Jakarta terasa sangat berbeda. Jakarta dapat dikatakan

jauh dari suasana hingar-bingar kampanye. Banyak warga Ibu Kota menyatakan rasa terima

kasih mereka kepada satuan-satuan ABRI yang berhasil menjaga keamanan dan

ketentraman masyarakat selama berlangsungnya masa kampanye.

Jangan keluar malam

Dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan dilaporkan, situasi kota umumnya dalam keadaan

tenang. Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI Namoeri Anum meminta warga Kalimantan

Selatan, khususnya Banjarmasin untuk tidak cemas. "ABRI beserta jajarannya selalu berada

di samping rakyat,"tegas jenderal berbintang dua itu.

Saat ini ada sekitar 600 anggota pengamanan, terdiri dari 200 orang (2 Satuan Setingkat

Kompi/SSK) yang didatangkan dari satuan Brimob Jakarta, 200 anggota dari Batalyon

Infanteri di Balikpapan, dan sisanya aparat keamanan di Kalsel sendiri. Mereka telah mampu

mengamankan situasi.

Pangdam mengimbau masyarakat untuk tidak keluar rumah pukul 20.00 sampai 05.00

waktu setempat (Wita) mulai Sabtu kemarin. Imbauan keluar malam ini berlaku sampai batas

waktu yang belum ditentukan.

"Tapi ingat, ini bukan jam malam. Masyarakat hanya diimbau tidak keluar rumah selama

waktu itu guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," tutur Panglima usai meninjau

sejumlah lokasi kerusuhan. Pangdam didampingi Gubernur Gusti Hasan Aman, Komandan

Korem 101/Antasari Kol Inf Bachtiar Lutfi S, Pengurus MUI Kalsel Asywadi Syukur,

pimpinan ketiga OPP, dan pemuka agama.

"Siapa mereka (perusuh) ini, ya perusuh yang entah dari mana datangnya. Karena itu marilah

kita serahkan kepada polisi untuk memproses pelakunya yang sudah tertangkap," kata

Panglima.

Sebagaimana dilaporkan, kata Pangdam, aparat keamanan sudah menangkap 50 orang,

yang diduga sebagai perusuh. Mereka akan dimintai keterangan oleh penyidik. Korban yang

luka berat dan ringan akibat kerusuhan itu tercatat 118 orang (warga masyarakat) dan lima

petugas keamanan. Kini mereka dirawat di beberapa rumah sakit di Banjarmasin.

Dengan adanya kerusuhan itu, Panglima mengimbau semua pihak termasuk para ulama dan

pimpinan ketiga OPP untuk segera menghilangkan rasa sakwasangka atau saling tuduh. Ia

mengajak mereka untuk kembali menjalin rasa kesatuan dan persatuan.

Keadaan kota Banjarmasin yang semula mencekam mulai normal.

Gubernur Gusti Hasan Aman mengatakan, sulit menyebut peristiwa itu terjadi secara

spontan, karena melihat teknik dan cara yang dilakukan seperti berencana dan diatur lebih

dahulu. "Mula-mula membakar Mitra Plaza, Sekretariat DPD Golkar tingkat I Kalsel, gereja,

Shinta Restoran dan terakhir Hotel Kalimantan, yang kebetulan Ketua Umum MUI Hasan

Basri dan Menseskab Saadillah Mursyid serta saya berada di sana," ucap Gubernur Kalsel

Gusti Hasan Aman. "Gerakan mereka seperti dikendalikan dan direncanakan lebih dahulu,

jadi tendensius sekali," tegas Gubernur Kalsel. Akibat pembakaran yang dilakukan perusuh,

menurut Gubernur, ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal.

Gubernur selanjutnya mengharapkan kejadian yang menyedihkan itu merupakan yang

pertama kali dan terakhir kali. Senada dengan Pangdam, Gubernur meminta semua pihak

kembali dalam kerukunan, persatuan dan kesatuan.

Kantor berita Antara melaporkan, Kepolisian Resor Kota Banjarmasin hari Sabtu siang

(24/5) menerima informasi dari petugas pemadam kebakaran tentang ditemukannya

tumpukan kerangka hangus di lantai II gedung Mitra Plaza, Banjarmasin menyusul kerusuhan

hari Jumat (23/5). Tumpukan yang diduga kerangka mayat manusia itu terpencar pada tiga

tempat di toko busana Siola Mitra di lantai II gedung berlantai empat itu.

Kepala Kepolisian Resor Kota Banjarmasin Letkol. Friedy Tjiptoadi kepada Kepala

Kepolisian Daerah Kalsel Kol (Pol) Sanimbar melaporkan, tumpukan kerangka itu

diperkirakan sedikit-dikitnya milik 60 orang. Melalui penelitian petugas tim dokter Polresta

Banjarmasin, kerangka tersebut menumpuk pada tiga tempat yang saling berdekatan menuju

keluar toko busana itu.

Imbauan Gus Dur

Di Jakarta, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Abdurrahman

Wahid menyerukan agar warga NU tetap tenang dan tidak terpancing isu apa pun. Warga

NU agar melakukan kegiatan seperti biasa. Ia juga minta pemerintah untuk tetap

melangsungkan pemilu pada 29 Mei.

Dalam jumpa pers di Kantor PBNU Sabtu (24/5), Gus Dur - panggilan Abdurrahman

Wahid - menyatakan, meluasnya kerusuhan di basis-basis NU merupakan pola yang sama

untuk mempersalahkan dan mendiskreditkan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang

dipimpinnya itu. Kalau pemilu gagal dilaksanakan, katanya, NU akan dijadikan kambing

hitam.

"Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi Jumat (23/5) di berbagai kota, seperti Banjarmasin,

Bangil, Cirebon, adalah upaya-upaya nyata untuk mempersalahkan NU," kata Gus Dur.

Dikemukakan, aksi kekerasan dalam kerusuhan itu juga dilengkapi alasan penjelasnya,

seperti yang ditemuinya 2-3 minggu terakhir, dalam kampanye yang sangat intensif melalui

internet, pamflet gelap, dan pemberitaan media massa dari beberapa tokoh gerakan Islam.

Semua berupaya mendiskreditkan dirinya secara habis-habisan.

Tentang perjalanannya dengan Mbak Tutut yang dinilai sementara orang sebagai "kampanye

Golkar secara terselubung", Gus Dur mengatakan, "Tujuannya untuk memperkenalkan

seorang tokoh nasional kepada para kiai yang umumnya dari PPP."

Ia menambahkan, perjalanan itu tidak dapat dikaitkan dengan ketidakpuasan warga NU

terhadap dirinya, karena pada umumnya para kiai yang mendengarkan acara itu berasal dari

PPP. Kalau perjalanan dengan Mbak Tutut dikatakan untuk meng-Golkar-kan, kiai-kiai NU

yang tokoh PPP itu tidak akan datang. Gus Dur menegaskan, warga NU bebas memilih

partai mana yang disukainya.

(Tim Kompas/Antara)


Kompas, Minggu, 25 Mei 1997

Capital Normal

*Riots in Banjarmasin and Bangil Under Control

Jakarta, Kompas Online

Entering the first day of the Tranquil Week the situation in the Capital was Sunday (24/5)

again normal. Security forces also succeeded to have the situation in other cities under

control, which at the last campaign day were rocked by violence, including Banjarmasin and

Bangil.

To guard serenity in this Tranquil Week the Minister of Home Affairs/Chairman of the

Indonesian Elections Committee (PPI) Moch Yogie S Memet asked all parties to refrain

from activities inclined to become campaigns.

Kompas observed that the citizens of the Capital are performing their daily work already.

Jakarta is ready to enter the Tranquil Week.

The first day also started with the cleaning up of various attributes by the three participating

parties of the general elections (OPP).

At Jl Thamrin and Jl Sudirman the pictures of the three OPP were replaced by red and white

flags.

Don't go out at night

From Banjarmasin, South Kalimantan was reported that the town's general situation is

normal. The VIth Military Regional Commander (Pangdam VI)/Tanjungpura Major General

Namoeri Anum asked the citizens of South Kalimantan, particularly Banjarmasin, not to be

concerned. The Armed Forces and his subordinates are always with the people.

At the moment there are 600 security members consisting of 200 persons (2

companies/SSK) from the Mobile Brigade (Brimob) of Jakarta, 200 men from the Infantery

Batalyon of Balikpapan and 200 men from South Kalimantan's own security forces, who are

able to pacify the region.

The Pangdam asked the citizens however not to leave the houses from 20.00 hours until

05.00 hours Central Indonesia Time starting from yesterday, Saturday, for an undefined

period.

"But remember, this is no curfew. The people are only appealed not to go outside at those

hours to avoid unwanted matters," the Commander said after observing some spots of the

riots. He was backed up by Governor Gusti Hasan, the Regiment Commander, the three

OPP and religious leaders.

According to the Pangdam 50 suspects as rioters have been caught and are now

investigated. Due to the riots 118 citizens and five security members are presently treated at

the Banjarmasin hospital.

The Governor hoped that this saddening incident was the first and the last. Like the Pangdam

he asked all parties to return to unity and integrity.

Gus Dur's appeal

In Jakarta KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), the Nahdlatul Ulama (NU) leader appealed

to all NU members to remain calm and not to be provoked by whatever. He said that the

spreading of riots at NU bases had the same pattern, to discredit the biggest Moslem

organization in Indonesia. If the general elections failed, NU would be made the black sheep.

The riots which happened on Friday (23/5) at various places like Banjarmasin, Bangil,

Cirebon, are according to Gus Dur clear efforts to accuse NU. He also found in the last 2-3

weeks very intensive campaigns through internet, clandestine pamphlets and mass media

releases from some exponents of Moslem movements which want to discredit him

completely. A number of NU kiais (venerated Moslem scholars) in PPP were according to

him already influenced, like Kiai Maimun Zuber, Chairman of the Central Advisory Council

of the PPP who stated in his speeches the anger of NU members about the trips of Gus Dur

with Mbak Tutut, the meeting with the kiais and istighosah they performed. His trips with

Mbak Tutut were by some called "disguised Golkar campaigns". Gus Dur clarified that if his

trips with Mbak Tutut were to Golkarize, the NU kiais who were PPP prominents would not

come. Gus Dur iterated that NU members were free to elect the party they liked.


Kompas, Senin, 26 Mei 1997

Kerusuhan di Banjarmasin

133 Orang Hangus Terbakar

Banjarmasin, Kompas

Jumlah korban yang tewas di kompleks pertokoan Siola Mitra Plaza, Banjarmasin,

Kalimantan Selatan, yang terbakar dalam kerusuhan yang melanda kota itu Jumat (23/5) lalu,

terus bertambah.

Kantor berita Antara menyebutkan, hingga pukul 18.00 waktu setempat (Wita) hari Minggu

(25/5), telah ditemukan 131 mayat yang hangus terbakar di lantai dua kompleks pertokoan

itu. Dengan demikian, seluruh korban yang tewas akibat kerusuhan Banjarmasin berjumlah

133 orang, karena sebelumnya telah ditemukan masing-masing satu tewas terbakar di toko

swalayan Sarikaya dan toko Lima Cahaya.

Anggota regu penolong dari Korps Tenaga Sukarela (SKR) PMI cabang Banjarmasin

menyebutkan, tambahan jumlah kerangka hangus ditemukan pada lantai dua Siola Mitra,

sedangkan lantai tiga dan empat dinyatakan tidak ditemukan korban.

Situasi Banjarmasin berangsur pulih. Arus lalu lintas mulai lancar. Meskipun demikian,

suasana kota masih belum seperti biasanya, karena aparat keamanan masih tetap siap siaga

di jantung kota.

Toko-toko di kawasan pertokoan Sudimampir, Ujungmurung, Pasar Baru, dan Pasar Lama

masih tetap belum berani membuka tokonya. Kecuali di pinggiran kota, warung-warung

kopi, teh dan makanan ringan sudah mulai menggelar jualannya. Aparat keamanan, setiap

1,5 jam melakukan patroli ke berbagai sudut kota mengontrol situasi, sebab masih ada isu

yang beredar bahwa perusuh akan membakar permukiman penduduk.

Lebih terasa mencekam di malam hari, karena aparat keamanan mengimbau untuk tidak

keluar rumah sejak pukul 20.00 Wita. Imbauan ini benar-benar menjadikan kota

Banjarmasin sepi, kecuali petugas keamanan yang berjaga-jaga. Kendati demikian, warga

masyarakat tetap bisa ke luar rumah di malam hari, namun hanya untuk keperluan mendesak,

seperti membeli obat di apotek atau ke rumah sakit.

Tiga rumah sakit

Mayat yang hangus secara bertahap diangkut ke rumah sakit. Ketiga rumah sakit yang

ditunjuk melakukan bedah mayat (otopsi) terhadap kerangka korban ialah RSU Ulin, RS

Islam Banjarmasin dan RSAD Dr Soeharsono.

Untuk membantu proses pengenalan jati diri korban, telah tiba di Banjarmasin Tim Pusat

Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian RI.

Menurut catatan Kompas, di RS Ulin tengah dirawat 65 orang karena luka berat/ringan

karena terbakar, 19 orang di RS Islam dan lima di RS Suaka Insan. Usia mereka relatif

masih muda antara 16-28 tahun, semuanya penduduk Banjarmasin.

Ketua Umum DPW PPP Kalsel Syafriansyah menyatakan prihatin terhadap peristiwa 23

Mei yang menelan banyak korban jiwa. Seluruh jajaran DPW PPP menyatakan

belasungkawa terhadap keluarga korban. Namun ia menolak anggapan bahwa kejadian itu

ada hubungannya dengan massa PPP. PPP, katanya, tak pernah membuat instruksi untuk

melakukan kerusuhan.

Sementara itu, dari Palangkaraya Kalteng diperoleh laporan, mulai beredar isu yang

menyatakan bahwa pada 28 Mei nanti akan muncul kerusuhan serupa dengan Banjarmasin,

yakni akan membakar semua toko, bank dan kantor pemerintah.

Tetap sehat

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Hasan Basri di kediamannya

mengungkapkan, ia tetap selamat dan sehat walafiat, meski sempat terkurung di Hotel

Kalimantan, Banjarmasin, selama lima jam. Sebagian besar bangunan hotel tersebut terbakar

akibat kerusuhan.

"Sampai sekarang saya tetap sehat dan tidak terluka sedikit pun," ujarnya di hadapan

wartawan. Kiai tersebut dapat meninggalkan tempat kelahirannya, Banjarmasin, dan kembali

ke Jakarta, Sabtu (24/5) petang.

Hasan Basri dapat dikeluarkan dari hotel yang terbakar dibantu satuan petugas Brimob

sekitar pukul 21.00 Wita hari Jumat, bersama dengan juru kampanye nasional (Jurkamnas)

Golkar Saadilah Mursyid, yang juga Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab), dan sekitar

60 orang lainnya.

Ia hadir di Banjarmasin untuk membacakan sebuah doa, yang disebutnya "Doa Nasional

Pemilu 1997" dalam kampanye Golkar putaran terakhir di sana. Ia diundang oleh jurkamnas

Saadilah Mursyid. Karena kerusuhan, kampanye tersebut dibatalkan, dan doa tersebut tidak

jadi diucapkan oleh KH Hasan Basri. Tentang kerusuhan, Hasan Basri mengatakan,

pelakunya adalah para penyusup. (bal/aji/bb)


Kompas, Senin, 26 Mei 1997

Riot fire fatalities increase

* 133 corpses found already

Banjarmasin, Kompas Online

The number of dead in the Siola Mitra Plaza shopping complex, in Banjarmasin, South

Kalimantan, which burned in the riots which befell that town last Friday (23/5), continues to

increase.

The Antara news agency mentions that until 18.00 on Sunday yesterday (25/5), already 131

totally burned corpses have been found on the second floor of the shopping complex.

Members of the Banjarmasin branch of the Red Cross Volunteer Corps mentioned that the

additional burned skeletons were found on the second floor of the building, while it was

stated that on the third and fourth floors no victims were found.

So the number of victims who died as a result of the Banjarmasin riots now totals 133

persons, because previously one person each was found burned to death respectively in the

Sarikaya supermarket and the Lima Cahaya shop.

The burned corpses were transported to the hospital in waves. The three hospitals assigned

to carry out autopsies on the skeletons of the victims are the Ulin General Hospital, the

Banjarmasin Islamic Hospital, and the Dr Soeharsono Army Hospital.

"The autopsies are to find the identities of the victims, even the tiniest items, considering that

the condition of the skeletons is no longer complete," said a member of the team of

physicians of the Banjarmasin police. He could not yet make out who the burned corpses

originally were, whether from visitors to Mitra Plaza, from a group of rioters, or from the

employees.

To assist in the identification process, a Central Forensic Laboratory Team from Police

Headquarters arrived in Banjarmasin yesterday.

Besides involving medical personnel from the City Resort Police and the South Kalimantan

Regional Police, a number of members of the Banjarmasin branch of the Red Cross

Volunteer Corps also assisted fulltime until the evacuation was completed. Besides finding

skeletons and a few identity cards of the victims, duty functionaries also found a number of

evidence items, in the form of sharp weapons, near the skeletons.

Meanwhile, as noted by Kompas, in the Ulin General Hospital, 65 persons are undergoing

treatment for serious/minor burns, 19 persons in the Islamic hospital, and five in the Suaka

Insan hospital. These are relatively young people of 16-28 years, all residents of

Banjarmasin.

In the meantime, from Palangka Raya in Central Kalimantan reports come about rumors that

on 28 May riots will occur similar to Banjarmasin, namely that all shops, banks and

government officies will be burned.

The South Kalimantan PPP Regional Directing Board General Chairman, Syafriansyah, has

stated his concern about the 23 May incident which has claimed many victims. And the entire

Regional Directing Board expressed its condolences to the families of the victims. But he

rejected the opinion that the event was connected to the PPP mass. The PPP, he said, never

made an instruction to carry out riots.

Gradually nornmal

The situation in Banjarmasin has gradually returned to normal. The community is resuming its

activities, traffic beginning to run smooth. But the situation in Banjarmasin is still tense, the

security apparatus still being on the alert.

Shops in the shopping zones of Sudimampir, Ujungmurung, Pasar Baru, and Pasar Lama are

still closed. On the periphery of the town, beverage and snack stalls have started to display

their wares. Every one and a half hour, security units go on patrol to various locations of the

town, because there are still rumors that rioters will set fire to residences.

At night the atmosphere is oppressive, as there is an appeal not to go outdoors after 20.00.

Banjarmasin then appears like a ghost town.

Still healthy

The General Chairman of the Indonesian Religious Teachers Council (MUI), KH Hasan

Basri, disclosed in his residence yesterday that he was still safe and healthy, although he had

been unable to leave the Hotel Kalimantan, in Banjarmasin, for five hours, and the greater

part of the hotel had burned due to the riots. He returned to Jakarta on Saturday afternoon

(24/5).

He was taken out of the hotel by a unit of Mobile Brigade agents around 21.00 on Friday,

together with the national campaign executive Saadilah Mursyid, who is also

Minister/Cabinet Secretary, and about 60 other persons.

He was in Banjarmasin to read out a special prayer at the final campaign round of the

Functional Group. He had been invited by Saadilah Mursyid. Because of the riots, both the

campaign and the prayer did not take place.

Concerning the riots, KH Hasan Basri said that the perpetrators were irresponsible

infiltrators. He expressed his puzzlement why the historical churches in Banjarmasin were

also burned. According to the scholar who originally came from Banjarmasin, all this while,

interrreligious relations there have always been good. (*)


Kompas, Selasa, 27 Mei 1997

Kapolri tentang Kerusuhan di Banjarmasin

123 Pelaku Kerusuhan Tewas Terbakar

Jakarta, Kompas

Kapolri Letjen (Pol) Dibyo Widodo menegaskan, data yang diperoleh hingga hari Senin

(26/5) pagi menyebutkan, warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang tewas terbakar

jumlahnya 123 orang. Jumlah itu kemungkinan masih akan bertambah, karena petugas belum

selesai membongkar gedung-gedung yang rusak dan terbakar akibat kerusuhan Jumat (23/5)

lalu.

"Kami menemukan bukti-bukti bahwa yang tewas terbakar itu adalah pelaku kerusuhan yang

akan merampok pertokoan Mitra Plaza. Jadi tidak ada hubungannya dengan kampanye,"

tegas Dibyo, saat meresmikan bangunan flat bujangan di Asrama Polisi Jati Petamburan,

Jakarta, kemarin.

Sementara itu, Kadispen Polri Brigjen (Pol) Nurfaizi mengatakan, selain 123 orang yang

tewas, korban luka berat dalam kerusuhan ini sebanyak 118 warga sipil, dan lima anggota

ABRI. Polisi juga menangkap 181 pelaku kerusuhan yang tertangkap tangan melempar batu

dan membakar. "Mereka inilah yang disebut perampok toko, kriminal," tegas Nurfaizi.

Sebelumnya, Kantor Berita Antara menyebutkan, jumlah korban yang tewas terbakar

berjumlah 133 orang, 131 di antaranya terbakar di Mitra Plaza Banjarmasin (Kompas,

26/5).

Barang bukti yang disita sebanyak 50 senjata tajam berbagai jenis, 78 motor, 12 sepeda

dayung, dua truk pengangkut barang-barang jarahan berupa barang elektronik, kain dan

pakaian.

Kerusuhan ini, menurut Nurfaizi, terjadi karena ada isu yang tidak bertanggung jawab yang

menimbulkan kemarahan warga. Massa mulai berkerumun sejak pukul 13.30 waktu

setempat (Wita) di beberapa tempat. Makin lama kerumunan itu makin banyak dan meluas

hampir di seluruh kota Banjarmasin. Semakin banyak jumlah massa, mereka makin tidak

disiplin. Mereka melempari dan merusak pusat pertokoan di Jl Hasanudin, Pangeran

Samudra, MT Haryono, Ahmad Yani, Pasar Sudimampir, dan Jalan Pasar Baru.

"Usaha maksimal Pamsung (Pengamanan langsung) dan Pamtaksung (Pengamanan tak

langsung) telah digelar. Namun mereka tidak mau menuruti imbauan aparat keamanan, untuk

tidak merusak harta benda, sehingga merugikan orang lain," kata Nurfaizi.

Pada pukul 15.00 Wita, tindakan massa di Jalan Pangeran Antasari dan Pangeran Samudra,

nampak makin kasar. Mereka mulai tidak puas dengan hanya melempari gedung-gedung,

tetapi juga membakar kendaraan. Massa pun bergerak ke Hotel Kalimantan, pusat

perbelanjaan Lima Cahaya dan Sarikaya. "Mereka mulai membakar dan menjarah isinya. Ini

tindakan kriminal oleh gerombolan kriminal. Kami hanya melihatnya dari kacamata

penegakan hukum dan penegak hukum," tegas Nurfaizi.

Dengan membawa alat pemukul, senjata tajam, bom molotof, serta meneriakkan yel-yel

yang tidak sopan, perusuh bergerak membakar pusat pertokoan, pusat perbelanjaan, dan

sekitar 100 rumah warga. Pada pukul 18.00 Wita massa bergerak ke pertokoan Mitra

Plaza. Di sana mereka merusak, membakar dan menjarah barang-barang.

Aparat keamanan baru menguasai keadaan sekitar pukul 19.00 Wita, setelah bantuan dari

Pamtaksung dan dari Jakarta tiba di lokasi kerusuhan. Namun aparat tidak berhasil

menyelamatkan gedung yang dibakar, karena mobil pemadam kebakaran dihadang massa

dan airnya dibuang.

Akibat kerusuhan tercatat 20 kendaraan roda empat dibakar dan 16 mobil dirusak. Massa

juga membakar 34 kendaraan roda dua. Bangunan yang dibakar adalah dua hotel, tiga pasar

swalayan, dua pusat perbelanjaan, dan 100 rumah.

Sedangkan bangunan yang dirusak, satu pusat pembelanjaan, satu gedung kantor

pemerintah, tiga bank, 37 toko di Jl Hasanudin, 20 toko di Jl A. Yani, 22 toko di Jl P.

Samudera, 15 toko di Jl Arjuna, 19 toko di Jl Pasar Baru, dan 31 toko di Pasar

Sudimampir. "Jumlah total 144 toko yang dirusak," kata Nurfaizi. Korban jiwa yang terbakar

123 orang, yakni 121 di Pusat Perbelanjaan Mitra Plaza dan dua di pertokoan Lima

Cahaya.

Sebanyak 121 orang yang terbakar di pertokoan Mitra Plaza itu, terjebak di lantai II.

Nurfaizi menegaskan, mereka yang terbakar bukanlah karyawan toko melainkan pelaku

kerusuhan yang ingin menjarah toko itu.

"Pemilik toko telah memulangkan pegawainya sekitar pukul 12.00 Wita. Pada saat itu juga

genset dimatikan dan toko ditutup. Para penjarah masuk lewat pintu belakang dan

mengambil makanan yang ada di lantai III. Ketika mereka berada di lantai II, tempat pakaian

dan barang elektronik, mereka terjebak api," kata Nurfaizi.

Ketika api padam, petugas menemukan 121 orang itu tewas dengan posisi sedang memeluk

kipas angin, memeluk pakaian dan sebagian besar tergeletak di dekat meja kasir. Di sisi

jenazah mereka juga ditemukan beberapa kaleng makanan dan minuman yang seharusnya

ada di lantai III.

Petugas juga menemukan beberapa senjata tajam seperti celurit dan golok di sekitar mereka.

"Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri telah diturunkan untuk menyelidiki

dan mengidentifikasi mereka," kata Nurfaizi.

Normal kembali

Dari Banjarmasin dilaporkan, Gubernur Gusti Hasan Aman menegaskan, situasi kota

Banjarmasin hari Senin berangsur pulih, kegiatan ekonomi kembali normal. "Saya lega dan

mudah-mudahan tak akan terjadi gejolak seperti hari Jumat lalu. Masyarakat pun diharapkan

tetap tenang dan tidak terpancing isu menyesatkan," katanya usai meninjau lokasi pertokoan

di kota Banjarmasin.

Pasar Antasari yang menampung lebih 3.000 pedagang kecil dan menengah, mulai kemarin

kembali menggelar jualannya sebagaimana biasa. Demikan pula di Pasar Kuripan, Pasar

Lama dan Pasar Baru.

Namun, menurut mereka, trauma itu masih ada dan karena itu kemungkinan besar tokonya

akan ditutup pukul 18.00 Wita. "Biarlah untuk sementara siang saja dulu, tak usah sampai

malam seperti dulu," kata seorang pedagang kepada gubernur.

Kantor pemerintah dan bank juga melakukan kegiatannya seperti biasa. Lalu lintas juga

berjalan seperti semula. Namun aparat keamanan masih tetap siap siaga di berbagai tempat

strategis.

Dirawat

Jumlah korban yang tewas, yang menurut pihak keamanan seluruhnya akibat terbakarnya

Mitra Plaza itu, juga tidak jelas jumlah maupun sumbernya. Ada yang menyatakan 142

orang, 136, 133 bahkan ada yang menyebut 170 orang. Pihak kepolisian menyatakan 123

orang, 121 di antaranya di Mitra Plaza. Wakapolresta Banjarmasin Mayor (Pol) Dewi

Hartono yang dihubungi, belum mau berkomentar tentang itu.

Jumlah korban yang dirawat di RS Ulin Banjarmasin semula tercatat 69 luka bakar

berat/ringan. Namun kini tinggal 21 lagi, lainnya sudah kembali ke rumah. Di RS Islam, dari

19, sudah kembali 10 dan di RS Suaka Insan dari 5 tinggal 2.

Dari Palangkaraya (Kalteng) dilaporkan, harga bahan pokok di sejumlah pasar merangkak

naik sebagai dampak kerusuhan di Banjarmasin. Gula pasir misalnya, Rp 1.700-2.000/kg,

padahal semula Rp 1.400/kg. (bal/aji/arn)


Kompas, Selasa, 24 Juni 1997

Menag Prihatin Rusaknya Sejumlah

Tempat Ibadah

Banjarmasin, Kompas

Menteri Agama Tarmidzi Thaher menyatakan prihatin terhadap hancurnya sejumlah rumah

ibadah dalam peristiwa kerusuhan di Banjarmasin 23 Mei lalu, lebih-lebih semua umat

beragama itu sendiri. Ka-rena itu, untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan terutama

menjelang Sidang Umum MPR 1998, pemerintah bersama ABRI akan meningkatkan

keamanan dalam rangka melindungi rakyat.

"Pemerintah dan ABRI tak pernah kompromi terhadap setiap perusuh, di mana pun mereka

berada," tegas Menag, Senin (23/6), usai meninjau sejumlah gereja yang hancur akibat

terbakar dan rusak dilempari batu dalam kerusuhan 23 Mei lalu. Menag didampingi

Gubernur Gusti Hasan Aman, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, Perwalian

Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia

(PGI).

Menag menyatakan, berbagai kerusuhan yang terjadi mengakibatkan jemaah, baik katolik,

kristen dan protestan terpaksa melakukan kebaktian di tempat darurat lantaran tempat

ibadah terbakar atau rusak. "Saya tak bisa mengerti, mengapa justru rumah ibadah yang

dituju oleh pihak perusuh. Ini penderitaan bagi umat beragama," katanya.

Pemerintah dan ABRI, kata Menag, tak penah ragu mengambil tindakan dalam rangka

mengamankan masyarakat, termasuk umat beragama.

Kepada ABRI dan satuan keamanan lain yang dengan maksimal melakukan tugas

pengamanan, Menag menyatakan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya.

Ditanya tentang bantuan Depag, menteri menyatakan, akan memberikan bantuan kepada

semua rumah ibadah di daerah ini, namun jumlahnya belum ditentukan. "Saya akan mengirim

Dirjen Bimas Katolik dan Dirjen Bimas Kristen/Protestan dulu untuk menentukan besarnya

bantuan," katanya.

Sementara itu, dua hari sebelumnya Gubernur Kalsel telah memberikan bantuan sebanyak

Rp 39,5 juta kepada rumah-rumah ibadah yang terbakar dan rusak. Dari jumlah itu, Rp 15

juta di antaranya untuk gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) karena terbakar

habis. (bal)


Kompas, Rabu, 28 Mei 1997

Kapolda Kalsel kepada Warga Banjarmasin

Situasi Terkendali, Aparat Jamin

Keamanan

Banjarmasin, Kompas

Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Kapolda Kalsel) Kolonel (Pol) Drs

Sanimbar mengimbau agar warga Banjarmasin jangan lagi merasa takut atas terjadinya

kerusuhan 23 Mei lalu yang menelan banyak korban jiwa, karena situasinya kini sudah

sepenuhnya terkendali, dan aparat keamanan menjamin keamanannya.

Imbauan itu dikemukakannya, usai upacara pergeseran Pasukan Keamanan Langsung

(Pamsung) Pemilu 1997 di Banjarmasin, Kalsel, hari Selasa (27/5). Kapolda Kalsel juga

menjamin keamanan pada pelaksanaan pemungutan suara 29 Mei di Banjarmasin dan

sekitarnya. "Warga masyarakat tak perlu takut, was-was, dan resah untuk datang ke tempat

pemungutan suara (TPS) yang disediakan," ujarnya.

Secara umum situasi Banjarmasin yang berpenduduk 500.000 orang sudah membaik.

Seluruh toko di Jalan Sudimampir, Ujung Murung, Niaga Utara/ Selatan/ Timur, Pasar Baru

dan tempat lainnya buka seperti biasa. Demikian juga warung-warung kecil, yang sehari

sebelumnya masih tutup. Imbauan untuk tidak keluar malam yang semula ditetapkan dimulai

pukul 20.00 Wita, mulai kemarin malam diubah menjadi pukul 22.00 Wita. Namun

kendaraan umum pada malam hari masih susah ditemui.

Menurut Kapolda, mengingat pelaksanaan pemungutan suara tinggal 48 jam lagi, maka

setiap petugas keamanan diminta untuk mencermati dan mewaspadai setiap perkembangan

situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di daerah ini, terutama di lokasi

kantung-kantung yang rawan dari segi politik.

Kerawanan itu, katanya, terjadi karena munculnya manuver politik yang cenderung mengarah

kepada persaingan yang tidak sehat, baik itu di dalam kelompok maupun antarkelompok

dalam masyarakat. "Inilah antara lain yang menjadi pemicu terjadinya perubahan dan

perkembangan situasi dewasa ini," tambahnya.

Kapolda Kalsel mengungkapkan untuk menjamin kelancaran hari "H" pemungutan suara di

Banjarmasin, sekarang ditambah personel dari Balikpapan dan Jakarta sebanyak tiga SSP

(Satuan Setingkat Peleton) atau sekitar 100 personel Brimob. Selain itu, juga ada enam unit

panser yang selalu bersiaga, dan sebagian melakukan patroli keliling kota. Dengan demikian,

sekarang paling tidak ada 500 personel ABRI yang diperbantukan di Banjarmasin.

Sudah 372 orang

Sampai kemarin, sedikitnya tercatat sebanyak 372 orang yang datang ke Polresta

Banjarmasin untuk melaporkan bahwa anggota keluarganya belum pulang ke rumah setelah

kerusuhan 23 Mei lalu. Di antara pelapor ada yang mengaku, anggota keluarganya yang

hilang lebih dari satu orang.

Beberapa warga yang sempat ditanya Kompas menuturkan, keluarga yang dicari itu tak

pulang sejak Jumat (23/5) malam. Status mereka pun berbeda-beda, ada buruh, tukang

becak dan ada juga pedagang kecil.

Fahruddin warga Kuin Utara misalnya, melaporkan saudaranya Nurhayati belum kembali ke

rumah sejak 23 Mei itu. Saat kampanye Jumat itu, Nurhayati memang ingin nonton

kampanye salah satu OPP.

Juga Munawar warga Pelam-buan Ujung yang dilaporkan hilang oleh iparnya Januar.

Munawar bekerja sehari-hari sebagai tukang ojek. Tapi pada 23 Mei lalu dia tidak

mengojek, menonton kampanye, jadi sepeda motornya masih ada di rumah. Sedangkan

Supardi telah melaporkan anaknya Mulyadi juga hilang. Mulyadi belum bekerja, masih ikut

orangtuanya.

Ditanya kapan mayat-mayat itu akan dikebumikan, Kapolda mengatakan, ia masih

memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil, jika memang mengenali bahwa

yang tewas itu keluarganya. "Jangan dikira keluarganya tak bisa mengenali, sudah ada yang

mengenalnya meski hanya tinggal kerangka. Sudah puluhan mayat yang diambil keluarganya.

Jika tak ada lagi yang datang, mungkin satu dua hari ini kita makamkan secara massal,"

katanya.

Ny Asminiati warga RT 34 Pasir Mas, Banjar Barat yang melaporkan dua anggota

keluarganya hilang, yakni Fadlan (30) dan Ramli (27), berhasil mengenali mayat Fadlan di

antara sekian banyak kerangka di Mitra Plaza. "Dari jam tangan merek Rado, dan jaket

buatan Korea, kami yakin itu mayat Fadlan," ucap Asminiati terputus-putus. "Sekarang kami

masih mencari di mana posisi Ramli. Yang jelas di seluruh rumah sakit, setelah dicek Ramli

tidak ditemukan. Mereka berdua pekerja kasar di salah satu proyek pembangunan salah

satu kantor di Banjarmasin," tuturnya.

Tak benar ditembak

Mengenai jumlah korban tewas, Kapolda menyatakan, sesuai laporan ke Mabes Polri

tercatat 123 orang tewas, 121 di antaranya tewas di Mitra Plaza lantai II, dan dua lainnya

tewas di Toserba Sarikaya dan Lima Cahaya. Ke-123 korban yang tewas, menurut laporan,

sebagian besar dari kelompok perusuh yang masuk dengan maksud menjarah barang-barang

di dalam pertokoan itu.

Kapolda membantah isu yang menyatakan bahwa korban yang tewas itu karena tertembak

petugas keamanan. "Tidak ada korban kena tembak petugas keamanan sebagaimana

diisukan orang. Ndak ada itu, cuma isu. Korban yang tewas benar-benar terbakar,

terkurung api," katanya.

Terhadap kelompok perusuh yang ditahan untuk dimintai keterangan, Kapolda menyatakan,

jumlahnya 106 orang - bukan 181 orang sebagaimana diberitakan Kompas (27/5) -dan

beberapa di antaranya sudah dipulangkan. "Statusnya masih dimintai keterangan, dan belum

berstatus tersangka," tegasnya.

Dikemukakan, polisi juga telah menemukan sejumlah barang bukti seperti clurit, golok,

tombak dan alat pemukul lainnya di beberapa tempat seperti Mitra Plaza dan Sarikaya. Alat

inilah yang diduga digunakan untuk melakukan penganiayaan terhadap warga lainnya. "Saya

tak tahu persis jumlahnya, tapi cukup banyak," ujarnya.

Komnas kirim tim

Rapat Koordinasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Rakor Komnas HAM) kemarin

memutuskan untuk membentuk dua Tim Pencari Fakta (TPF) untuk diberangkatkan ke

Banjarmasin (Kalsel) dan Jepara (Jateng) guna mengumpulkan fakta-fakta seputar

kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di kedua kota itu.

Sekretaris Jenderal Komnas HAM Baharuddin Lopa menegaskan hal itu kepada wartawan

usai Rakor Komnas HAM semalam. Rakor itu antara lain dihadiri Ketua Komnas Munawir

Sjadzali, Miriam Budiardjo (Wakil Ketua I) dan Marzuki Darusman (Wakil Ketua II).

TPF Komnas HAM ke Banjarmasin beranggotakan Baharuddin Lopa, Soetandyo

Wignyosoebroto, Asmara Nababan, Mohamad Salim, dan Samsudin. Sementara TPF

Komnas HAM ke Jepara beranggotakan Koesparmono Irsan, Satjipto Rahardjo dan

Muladi. Mereka akan berangkat Kamis (29/5) dan Jumat (30/5).

Sebelumnya, delegasi LBH Nusantara mendesak Komnas HAM untuk turun menyelidiki

kerusuhan di Banjarmasin. "Kami meminta Komnas HAM mencari jawaban mengenai

orang-orang yang meninggal, apakah memang kriminal, karena beban buat keluarga

mereka," kata juru bicara Desmond Mahesa yang juga direktur LBHN Jakarta.

Baharuddin Lopa menolak berkomentar tentang kerusuhan di Banjarmasin. "Kami masih

memerlukan pencarian fakta atas kejadian itu sebelum mengeluarkan pernyataan. Komnas

HAM tidak mau berpendapat dengan berdasarkan sebuah prasangka belaka. Tunggu

setelah kami kembali dari Banjarmasin dan Jepara," katanya.

Prihatin

Rakor Komnas HAM juga menyatakan lima sikap terhadap jalannya pelaksanaan Pemilu

1997 yang dinilai sebagai suatu bahan pelajaran yang dapat dipetik dalam menyelenggarakan

pemilu di masa depan. "Komnas HAM masih memandang perlu menyerukan agar Pemilu

sungguh-sungguh dapat terlaksana secara jujur, adil dan tidak memihak (fair)," tutur Lopa.

Selain itu Komnas HAM, menurut Lopa, juga menyatakan keprihatinannya yang mendalam

terhadap begitu mudahnya terjadi pelanggaran HAM dalam bentuk hilangnya nyawa

manusia, hilang/rusaknya harta benda dan timbulnya rasa takut dan cemas di masyarakat.

Ditambahkan Lopa, "Komnas HAM juga menegaskan sekali lagi bahwa memberi suara

dalam pemilu adalah hak, untuk itu pelaksanaannya hendaknya dilakukan secara bertanggung

jawab".

Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, Komnas HAM juga akan melakukan

pemantauan, penyelidikan dan evaluasi menyeluruh terhadap jalannya pelaksanaan Pemilu

1997 sebagai pelaksanaan dari hak asasi manusia demi peningkatan kualitas Pemilu yang

bermoral dan etis. (Tim Kompas)


Kompas, Wednesday, 28 May 1997

South Kalimantan Police Chief: Don't

Be Afraid, The Apparatus Will

Guarantee Safety

Banjarmasin, Kompas Online

The Head of the Provincial Police (Kapolda) of South Kalimantan (Kalsel) Colonel Drs

Sanimbar appealed that the citizens of Banjermasin will not be afraid anymore because of the

riots of last 23 May which took many lives as the situation is presently fully under control and

the security apparatus guarantees safety.

The appeal was made after the ceremony of shifting the Direct Security Forces (Pamsung)

of the 1997 General Elections in Banjarmasin, South Kalimantan on Tuesday (27/5). The

Kapolda Kalsel also guaranteed safety at the voting on 29 May in Banjarmasin and

surroundings. "The citizens need not be afraid, be on the alert or be concerned to come at

the prepared voting places (TPS)," he said.

The situation in Banjarmasin with 500,000 inhabitants has in general improved. All shops at

Jalan Sudimampir, Ujung Murung, Niaga Utara/Selatan/Timur, Pasar Baru and other places

are open as usual. Evenso the small shops, which a day before were still closed. The appeal

not to go out which first was stipulated starting from 20.00 hours Central Indonesia Time

(Wita) has yesterday been changed to 22.00 hours Wita. Public transportation is at night

difficult to be found however.

According to the Kapolda, considering that the general elections are still 48 hours away,

each security official is asked to study and be on the alert for each development of the

society's order and security (kamtibmas) at the region, particularly at critical pockets from

political side.

That critical situation, he said, happened because of political maneuvres which are inclined to

become unhealthy competition, either in a group or among groups in the society. "This is

what among others triggers change and present development of the situation," he added.

The Kapolda Kalsel disclosed that to guarantee the smoothness of D-day of the general

elections in Banjarmasin there are 100 personnel added from the Mobile Brigade, also six

units of armoured cars which are always prepared, while a part patrols the city. So there are

at least 500 personnel from the Armed Forces to assist Banjarmasin.

Already 372 persons

Until yesterday there were at least 372 persons who came to the Banjarmasin police to

report the missing of a member of the family after the last 23 May riots, some reported the

missing of more than one. The missing persons were labourers, pedicab drivers and also

small traders.

Asked about the corpses to be buried, the Kapolda stated still to give the chance to the

family to identify their family. Tens of corpses have already been recognized by the family. If

there are no more who come, the corpses will be buried in a mass grave

Mrs Asminiati from RT 34 Pasir Mas, Banjar Barat, reported the missing of two members of

her family, Fadlan (30) and Ramli (27). She succeeded to recognize the corps of Fadlan

among so many corpses at Mitra Plaza. "From his Rado wristwatch and Korean made

jacket, I'm convinced that it is Fadlan's corps," Asminiati said haltingly.

"Now I am still looking for Ramli. For sure I have not found him in all hospitals I checked.

They worked as manual labourers at a construction project of an office in Banjarmasin. Now

I'm attempting to take care of Fadlan's corps which I found yesterday," she said.

Not true to have been shot

About the number of victims the Kapolda stated that conform the report to the Police HQ

123 persons are noted dead, 121 among them died at Mitra Plaza IInd floor and two others

died at the Sarikaya and Lima Cahaya supermarkets. According to the report a major part

of the 123 persons who died consisted of the group of rioters who entered with the intention

to loot.

The Kapolda denied the issue that the victims died because they had been shot by the

security officials. "That is only an issue. The victims who died were really burned, enclosed

by fire," he said.

About the arrested rioters the Kapolda stated that they amounted to 106 persons - not 181

persons as published by Kompas (27/5) -, some of them have been sent home already.

"Their status is to be asked information, they are not yet suspects," he clarified.

National Commission sends team

The Coordinating Meeting of the National Commission for Human Rights (Komnas HAM)

resolved yesterday to form a Fact Finding Team (TPF) which will depart to Banjarmasin

and to Jepara (Central Java) to collect facts about the possibility of violating human rights in

those two towns.

The TPF Komnas HAM to Banjarmasin has as members Baharuddin Lopa, Soetandyo

Wignyosoebroto, Asmara Nababan, Mohamad Salim and Samsudin. While the TPF

Komnas HAM to Jepara consists of Koesparmono Irsan, Satjipto Rahardjo and Muladi.

They will depart on Thursday (29/5) and Friday (30/5). (*)


Kompas, Selasa, 27 Mei 1997

Tajuk Rencana

Kerusuhan di Banjarmasin Sangat

Memprihatinkan Kita Semua

SEKURANG-kurangnya 133 orang tewas terbakar akibat kerusuhan yang terjadi di

Banjarmasin pada hari Jumat 23 Mei yang lalu. Menurut Kantor Berita Antara, hingga

Minggu siang, korban yang ditemukan berjumlah 120. Hingga Minggu sekitar pukul 18.00

waktu setempat, korban tewas yang dievakuasi dari kompleks pertokoan Siola Intimitra,

131 orang. Dengan demikian seluruh korban yang tewas akibat kerusuhan 133 orang.

Kita kutip urutan dan jarak waktu ditemukannya korban tewas. Jarak waktu itu

menunjukkan parahnya korban kerusuhan serta intensifnya skala kerusuhan itu sendiri,

sehingga melebihi kerusuhan-kerusuhan yang terjadi berturut-turut sebelumnya, sejak

Situbondo sampai Rengasdengklok dan sejumlah insiden kekerasan dalam kampanye

pemilihan umum.

Sekiranya korban tewas seluruhnya 133, jumlah itu yang paling besar sejauh rentetan yang

kita maksud. Jumlah korban tewas dan kerusakan bangunan, kantor serta harta benda

lainnya, membangkitkan keprihatinan mendalam pada kita semua. Tidak kalah

memprihatinkan adalah timbulnya rasa perasaan saling curiga antarkita, khususnya

masyarakat setempat.

Kejadiannya memang pada hari terakhir kampanye pemilihan umum. Kita pun

bertanya-tanya, sekiranya sekadar kampanye, mengapa sampai menimbulkan kerusuhan

sedemikian parah. Diperkirakan adanya penggerak, penyulut dan penyusup. Jika demikian

halnya, mengapa kita tidak dapat mengantisipasi serta mencegahnya sehingga tidak sampai

demikian parah keadaan dan akibatnya.

Hal-hal itu kita kemukakan terutama untuk mempertanyakan pada diri kita masing-masing,

dalam keadaan bagaimanakah sebenarnya kita ini berada. Kecuali mencoba mencari

dadakan atau casus belli, kita agar juga mencari latar belakang dan duduknya perkara.

TERJADINYA kerusuhan jatuh bersamaan dengan hari terakhir kampanye. Orang-orang

yang secara fisik terlibat menurut laporan, menunjukkan adanya hubungan dengan kegiatan

kampanye.

Format dan arah aksi kekerasannya kecuali bertalian dengan kampanye, menunjukkan pola

yang sama dengan rangkaian kerusuhan sebelum kampanye: di antaranya pengrusakan

pertokoan, perkantoran, hotel, rumah ibadah.

Bagaimana hal itu dapat dijelaskan? Karena data yang kita miliki terbatas, kita hanya

sanggup mencoba memberikan penjelasan secara umum. Kita mengulangi lagi pengamatan

yang sudah beberapa kali kita kemukakan: yakni bahwa menurut kenyataannya, kondisi

masyarakat rawan dan peka. Jika dipakai perbandingan dengan kondisi Pemilihan Umum

1992, kondisi Pemilihan Umum 1997 rasanya lebih rawan dan peka.

Kondisi rawan dan peka itu disebabkan oleh interaksi dan akumulasi berbagai faktor. Sebut

saja hal-hal yang bahkan diangkat sebagai isu kampanye oleh ketiga orsospol, seperti

kesenjangan sosial ekonomi, kesenjangan sosial politik, kesenjangan sosial psikologi.

Kontrol yang tidak efektif dalam periode derasnya dinamika ekonomi pasar menyebabkan

orang terutama kekuasaan cenderung bersalahguna, kurang peka dan kurang tanggap.

Yang kita maksudkan dengan kesenjangan psikologi sosial ialah kemampuan masyarakat

yang tidak sama dalam memanfaatkan kesempatan serta menghadapi perubahan zaman yang

serba simultan. Terjadilah ketegangan-ketegangan, sementara jalur ekspresi, penyaluran dan

partisipasi dirasakan tidak sepadan dengan desakan aspirasi serta permasalahannya.

Kita tetap ingin minta perhatian terhadap keharusan melengkapi dimensi kuantitatif

pemerataan dengan dimensi kualitatifnya alias keadilan yang bersendikan asas hukum serta

penghormatan dan perlindungan terhadap martabat manusia.

Tidak semua persoalan dapat dipecahkan dengan pendekatan pragmatis dan praktis.

Banyak persoalan hidup bersama justru juga dipecahkan melalui pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif di sini berarti pendekatan kemanusiaan dan setiakawan yang hangat

maupun pendekatan mengajak masyarakat berorientasi lebih dari sekadar hidup sehari-hari.

Diperlukan gairah visi dan orientasi.

LIMA tahun yang lalu, faktor-faktor itu juga sudah hadir. Namun kita mengalami proses

dialektika: bahwa ketika pembangunan ekonomi menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan,

pada waktu yang sama, hasil itu meledakkan kebutuhan-kebutuhan baru. Bahkan

menghasilkan perasaan kecewa, ketika kesenjangan tetap masih dirasakan.

Sementara itu, ada faktor baru yang lima tahun lalu belum ikut berbicara secara lebih efektif.

Di antaranya yang kita amati, mengarusnya perbedaan dan persaingan pada tingkat lapisan

elite, bahkan elite inti secara horisontal dan secara vertikal.

Dari dulu watak dan dinamika politik menimbulkan persaingan dan perbedaan pada tingkat

elite. Namun di masa-masa lampau persaingan dan perbedaan itu terbatas dan tertutup di

lingkungan elite itu. Keluar, tetap dapat ditunjukkan kesatuan kesepakatan dan saling

pengertian yang cukup kompak dan karena itu tidak mengarus ke bawah.

Keadaan itu tampaknya mengalami perkembangan. Salah satu ilustrasi terakhir, ketika

beberapa dokumen atau instruksi atau garis kebijakan (yang entah otentik entah tidak) yang

seharusnya rahasia dan terbatas, bocor ke mana-mana naskahnya (sekali lagi sekalipun

belum tentu otentik).

Posisi Wapres dari dulu merupakan posisi penting dan sekali-sekali juga terbetik adanya satu

dua calon. Namun segala sesuatu tetap lebih terbatas dan tidak menjadi isu terbuka seperti

sekarang. Di satu pihak bisa dikatakan, hal itu merupakan kemajuan. Namun yang juga ingin

kita soroti adalah kenyataan bahwa pembicaraan atau isu terbuka itu juga membawa serta

disebutnya beberapa nama dengan implikasinya terutama secara horisontal.

APAKAH yang kini menjadi tanggung jawab kita bersama? Kita kukuhkan kebersamaan

kita sebagai keluarga bangsa Indonesia, sehingga mau dan mampu mengatasi kecenderungan

prasangka dan pengepingan seperti yang kita rasakan sejauh ini dan mau tidak mau menjadi

lebih emosional selama kampanye pemilihan umum.

Ketiga orsospol maupun pemerintah melihat dan mengakui adanya keberhasilan di samping

kekurangan dan kelemahan. Dari identifikasi dan pergulatan masa kampanye, kita bangun

saling kepercayaan lebih besar untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan itu.

Melalui pemilihan umum, lewat adu program, visi dan pendekatan, kita gairahkan lagi

komitmen dan tanggung jawab kita bersama. Kekompakan elite diperlukan, disertai sikap

terbuka dan responsif.


Kompas, Kamis, 29 Mei 1997

Menseskab Bawa Bantuan ke

Banjarmasin

* Trauma Kerusuhan Sudah Pulih

Banjarmasin, Kompas.

Menseskab Saadillah Mursjid Rabu (28/5) petang tiba di Banjarmasin membawa satu

pesawat Hercules bantuan makanan dan obat-obatan. Bantuan ini diserahkan langsung

kepada lebih dari 120 kepala keluarga korban kebakaran di kota itu Jumat pekan lalu.

Menteri didampingi Pangdam VI Tanjungpura Mayjen TNI Namuri Anoem, dan Gubernur

Kalsel Gusti Hasan Aman.

Suasana di Banjarmasin sendiri, kemarin pagi hingga petang berjalan normal, sementara

malam hari tetap sepi karena "jam malam" masih diberlakukan, mulai pukul 22.00 sampai

05.00.

Pemantauan Kompas di Bandara Syamsuddin Noor, bala bantuan personel Brimob dari

Jakarta, tiba kemarin sekitar pukul 12.00 Wita. Personel terlatih itu, langsung disebarkan di

seluruh Banjarmasin, terutama di kawasan yang rawan gangguan. Kedatangan pasukan elite

Polri menjadi pusat perhatian masyarakat di bandara.

"Tambahan tenaga personel Brimob itu, disesuaikan dengan kebutuhan keamanan di

Banjarmasin. Target kami, pemilu harus berjalan lancar," kata Wakil Komandan Resimen

Brimob Mabes Polri, Letkol (Pol) Drs Merdekansyah di Banjarmasin.

"Saya sangat berharap kondisi Banjarmasin normal seperti sedia kala. Masalahnya, kota ini

menjadi tujuan bisnis saya," tutur seorang pengusaha kayu di Sampit (Kalteng) di Bandara

Syamsuddin Noor.

Trauma sudah pulih

Sementara itu, sejumlah fungsionaris Golkar Kalsel yang ditemui kemarin sore mengakui

sudah mulai pulih dari trauma kerusuhan 23 Mei lalu. "Lihat ini, saya masih merinding jika

mengingat peristiwa itu. Hanya Tuhanlah yang menyelamatkan saya dari bencana itu," kata

Drs Nanang Machmud, Kepala Biro Pendidikan Khusus DPD Golkar Kalsel.

Ia menyebut peristiwa itu sebagai sesuatu yang sangat mengerikan. Ribuan massa yang

histeris dan kehilangan kontrol mengepung kantor DPD Golkar dan Hotel Kalimantan, di

mana berada Menseskab Sa'adilah Moersid dan istri, Gubernur Kalsel, para artis, dan

sejumlah pejabat lainnya.

Massa kemudian membakar kantor DPD Golkar, Hotel Kalimantan yang berlantai 8,

sejumlah pusat perbelanjaan lainnya.

Sementara itu di tempat terpisah, Ketua DPW PPP H Syafriansyah menyebut ada unsur

penyusup yang mencoba mendiskreditkan partainya. "Buktinya, setelah pukul 16.00 baru

muncul para perusuh yang menggunakan atribut PPP. Sementara sejak pukul 12.00, saat

mulai maraknya kerusuhan, tidak terlihat atribut itu," katanya.

Ia memperkirakan, para preman dilibatkan dalam menyulut aksi kerusuhan itu. Mereka inilah

kemudian yang paling banyak menjarah toko-toko. "Teman saya seorang pedagang di Plaza

Mitra yang jelas-jelas sudah memakai kaus PPP berikut benderanya, tetap saja dirusak

mobilnya begitu keluar dari pusat pertokoan itu sekitar pu-kul 16.30," ujarnya. Syafriansyah

juga mengaku sempat diancam massa di Jl. A.Yani, tidak jauh dari kantor DPW PPP, ketika

mencoba menasihati massa yang mencoba merusak sebuah kendaraan.

Syafriansyah yang sebenarnya menolak diwawancarai pers hingga tanggal 29 Mei ini,

termasuk pers asing, mengaku hanya mau menerima Kompas saja kali ini.

Pihak kepolisian membantah isu adanya korban tewas akibat tembakan dalam aksi

kerusuhan 23 Mei. Hasil pemeriksaan tim forensik terpadu ABRI/sipil Propinsi Kalsel

menunjukkan, seluruh korban yang berjumlah 123 orang itu benar-benar tewas karena

terkurung api.

Demikian Kadispen Polda Kalsel, Letkol (Pol) Drs Kusbini Imbar, menjawab Kompas,

kemarin. Kusbini yang juga Kadit Binmas Polda Kalsel, menyebut isu penembakan itu sama

sekali tidak berdasar. "Mana buktinya, coba tunjukkan kepada kami," ujarnya. (mt/bal/aji)


Kompas, Kamis, 5 Juni 1997

Kerusuhan Banjarmasin

Komnas HAM Catat Enam

Pelanggaran HAM

Jakarta, Kompas

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hari Rabu (4/6)

mengumumkan temuannya sehubungan dengan kerusuhan di Banjarmasin

yang terjadi tanggal 23 Mei 1997. Dalam kerusuhan tersebut, Komnas

HAM mencatat telah terjadi enam pelanggaran hak asasi manusia yang

dilakukan berbagai pihak.

Pernyataan ini dikemukakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komnas HAM Baharuddin Lopa

kepada pers di Jakarta, Rabu malam. Saat itu ia didampingi Miriam Budiardjo (Wakil Ketua

I), Clementino dos Reis Amaral (Sekretaris Sub Komisi Pemantauan HAM), Asmara

Nababan dan BN Marbun.

Dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani Miriam Budiardjo dan Baharuddin Lopa

disebutkan, kerusuhan sosial di Banjarmasin merupakan akibat dari eskalasi kegiatan

kampanye Pemilu 1997 yang tidak dapat dikendalikan pimpinan OPP (organisasi peserta

pemilu) yang bersangkutan, serta kekurangmampuan untuk mengantisipasi kemungkinan

terburuk. Berbagai perasaan permusuhan antarmassa pengikut OPP telah berkembang

melampaui batas toleransi.

Komnas HAM juga mencatat "keberingasan massa" yang bergerak dengan kekerasan telah

dipacu selama masa putaran kampanye. Peringatan serta seruan pejabat pemerintah dan

aparat keamanan kepada peserta OPP guna memelihara persatuan dan kesatuan serta

keamanan dan ketertiban tidak berhasil mengurangi keberingasan massa selama kampanye.

Diutarakan Komnas HAM, pengkajian lebih jauh menunjukkan berbagai kemungkinan

kesenjangan sosial dan ekonomi dan hak-hak politik yang lahir dari kebijakan dan

praktek-praktek yang tidak adil turut memberi warna kepada kerusuhan sosial tersebut.

Belum mantap

Dalam temuannya Komnas HAM juga menyebutkan, hubungan antar-umat beragama belum

sepenuhnya terbangun mantap. Ada perusakan rumah ibadah agama tertentu menunjukkan

adanya beberapa masalah dalam hubungan antar umat beragama. Begitu juga perusakan

toko milik keturunan tertentu, memberi indikasi kesenjangan hubungan antar ras yang

menimbulkan berbagai prasangka dan kecemburuan yang sewaktu-waktu dapat pecah

menjadi konflik disertai kekerasan.

Komnas HAM mencatat sebanyak 121 orang ditemukan tewas terbakar. Soal begitu

banyaknya korban yang tewas, Komnas berpendapat, perkiraan paling logis adalah karena

mereka terperangkap dalam bangunan itu, tanpa penerangan (aliran listrik terputus) serta

asap tebal dan tidak ada akses mereka untuk melarikan diri. Pintu masuk satu-satunya

terhalang api. Perkiraan ini diperkuat dari hasil visum 8 korban yang jenazahnya agak utuh, di

mana dalam paru-paru mereka ditemukan jelaga. Tidak ditemukan indikasi atas

kemungkinan lain dari kematian mereka.

Ditegaskan Komnas, kerusuhan selama sekitar delapan jam disebabkan keterbatasan aparat

keamanan untuk menghentikan kerusuhan. Kerusuh-an baru dapat dipadamkan setelah

tibanya bantuan aparat keamanan dari luar Banjarmasin. Dalam memadamkan kerusuhan

aparat tidak menggunakan cara-cara dan alat-alat yang mematikan. Letusan peringatan,

granat asap, dan gas air mata memang digunakan namun tidak ada bukti bahwa telah

digunakan peluru tajam.

Menjawab pers, Lopa mengatakan tidak sependapat jika dikatakan bahwa semua korban

tewas adalah para perusuh. "Kemungkinan ada perusuh dan kriminal tetap terbuka tetapi

tidak semuanya. Ini adalah massa di mana semua orang berkumpul," tegas Lopa.

Melanggar HAM

Komnas HAM mencatat telah terjadi enam pelanggaran HAM yang dilakukan berbagai

pihak pada kerusuhan tersebut. Pelanggaran HAM dimaksud antara lain, freedom from

fear (kerusuhan telah menimbulkan ketakutan masyarakat), freedom to property

(pembakaran dan perusakan bangunan, kendaraan milik anggota masyarakat merupakan

pelanggaran terhadap hak atas harta benda), freedom of religion (pembakaran dan

perusakan rumah ibadah merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama, termasuk

gangguan terhadap umat yang sedang menjalankan ibadah (freedom for worship).

Komnas HAM juga mencatat terjadi pelanggaran right to dignity di mana seseorang

dipaksa membuka baju di depan umum, khususnya kaum perempuan merupakan pelecehan

terhadap kehormatan seseorang yang tak dapat diterima. Juga terjadi pelanggaran right to

liberty, yakni ditahannya lima orang tersangka kerusuhan itu masih perlu didukung

bukti-bukti lain.

Komnas HAM juga mencatat pelanggaran right not to be tortured, di mana terjadi

pemukulan terhadap tahanan yang diduga terlibat kerusuhan, Hal itu merupakan pelanggaran

atas hak untuk tidak disiksa.

Rekomendasi

Dalam rekomendasinya, Komnas meminta semua pihak -tanpa kecuali- agar dalam

menghadapi kelompok-kelompok masyarakat yang saling bertentangan, pimpinan kelompok

informal dan aparat keamanan mampu mengantisipasi kejadian terburuk yang mungkin

terjadi.

Selain itu, dalam memper-siapkan langkah pengamanan pada setiap gejala kerusuhan yang

mungkin timbul agar melibatkan juga tokoh informal masyarakat yang berpengaruh.

Aparat keamanan dalam mengambil langkah preventif dan represif agar tidak bertindak

melampaui batas seperti memukul, menyiksa dan lain-lain. Karena hal demikian merupakan

pelanggaran HAM. Penahanan hendaknya juga meme-nuhi prosedur hukum. Mereka yang

tidak cukup bukti segera dibebaskan sedang yang cukup bukti segera diajukan ke

pengadilan.

Menyinggung masih adanya laporan orang yang hilang, hendaknya Pemerintah Daerah

(Pemda) setempat dan aparat keamanan berusaha dengan sungguh-sungguh mencari

jawaban tentang keberadaan orang-orang itu. (bw)


Kompas, Senin, 2 Juni 1997

Kesimpulan Sementara Komnas HAM

Tidak Semua Korban Tewas Dapat

Disebut Pelaku Kriminal

Banjarmasin, Kompas

Kerusuhan yang melanda Kodya Banjarmasin tanggal 23 Mei lalu sama

sekali tidak terkait dengan masalah-masalah etnik maupun agama.

Sedang 123 orang yang tewas dalam peristiwa itu tidak bisa disebut

semuanya pelaku kriminal.

Demikian kesimpulan sementara Tim Pencari Fakta (TPF) Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia (Komnas HAM) setelah tiga hari di Banjarmasin mengumpulkan berbagai informasi

dari instansi terkait, masyarakat, pimpinan tiga organisasi peserta pemilu (OPP), pelaku yang

ditahan, mahasiswa, hingga wartawan. Kesimpulan sementara ini dikemukakan Sekretaris

Jenderal (Sekjen) Komnas HAM Prof Dr Baharuddin Lopa yang dicegat wartawan di lobi

Hotel Istana Barito, Minggu (1/6) pagi.

Jumlah korban yang tewas dalam kerusuhan di Banjarmasin, menurut Kapolri Letjen (Pol)

Dibyo Widodo, 123 orang. Mereka yang tewas, menurut Kapolri, adalah para perusuh.

"Kami menemukan bukti-bukti bahwa yang tewas terbakar itu adalah pelaku kerusuhan yang

akan merampok pertokoan Mitra Plaza. Jadi tidak ada hubungannya dengan kampanye,"

kata Dibyo. (Kompas, 27/5)

Tak terbukti

Menurut Lopa, sejauh ini Komnas HAM belum bisa membuktikan semua korban yang

tewas adalah pelaku kriminal. Memang ada orang yang sengaja datang ke Plaza Mitra untuk

memanfaatkan situasi yang kacau itu. Namun ada pula yang datang ke sana karena tertarik

melihat keramaian. "Mereka ini kemudian terkurung oleh asap yang makin menebal. Untuk

keluar dari lantai dua itu tidak mudah karena suasana gelap dan ribuan orang

berdesak-desakan di sana," ujarnya.

Ditambahkan Lopa, Komnas masih akan terus mengumpulkan informasi mengenai peristiwa

ini hingga sampai pada kesimpulan final. Dijelaskannya, seandainya disebut-sebut selama ini

ada kelompok etnik tertentu yang mendalangi kerusuhan, hal tersebut sama sekali tidak

terbukti.

"Kalau ada dari suku A tertangkap dalam aksi kerusuhan di Bandung misalnya, tidak bisa

secepat itu ditarik generalisasi bahwa kelompok suku A perusuhnya. Demikian pula jika ada

mahasiswa yang ditangkap, tidak bisa langsung disimpulkan perusuhnya mahasiswa," ujar

Lopa.

Lopa juga menolak anggapan umum bahwa masalah pertentangan agama menjadi penyulut

masalah ini. Sebab, demikian tambahnya, jika anak-anak muda itu memang ngebut-ngebut

naik sepeda motor ketika masyarakat sembahyang Jumat, kelompok dari agama lain pun

akan sama jengkelnya jika ibadah mereka diganggu.

Namun Komnas HAM tidak menutup kemungkinan hal ini sebagai pemicu meletusnya

kerusuhan 23 Mei. Dalam arti suasana kampanye sudah sangat memanas. Kemudian timbul

gangguan beribadah. Lantas informasinya menyebar ke mana-mana dan diinterpretasikan

dalam suasana kampanye yang menghangat itu. Akhirnya meletus kerusuhan.

Hilang

Data yang dikumpulkan Komnas mengenai korban dalam peristiwa ini 123 orang tewas.

Sedang korban yang masih dirawat hingga Minggu pagi tercatat 16 orang. Mereka yang

melaporkan anggota keluarganya belum kembali sebanyak 197 orang. Hingga kini masih

ditahan 83 orang yang diduga terlibat kerusuhan itu.

Sementara itu data yang dikumpulkan Kompas menunjukkan jumlah korban tewas 124

orang. Sebanyak 122 jenazah ditemukan hangus di Plaza Mitra, dan masing-masing satu

orang di Pasaraya Cahaya Lima dan Supermarket Serikaya. Tadinya jumlah jenazah yang

ditemukan di Plaza Mitra 121. Namun Rabu (28/5) lalu ditemukan satu kerangka lagi.

Komnas HAM mengimbau agar mereka yang masih ditahan segera diproses. Kalau memang

tidak ada bukti kuat keterlibatan mereka, hendaknya segera dibebaskan. Sedang bagi

mereka yang terlibat, seyogianya segera dilimpahkan kasusnya ke pengadilan. "Bisa saja ada

warga akan memotong sapi. Namun tiba-tiba mereka ditahan karena membawa senjata

tajam," ujar Lopa.

Di tempat yang sama, Panglima Daerah Militer (Pangdam) VI/Tanjungpura Mayjen TNI

Namuri Anoem kepada Kompas mengatakan kegembiraannya atas kehadiran Komnas

HAM. "Kita sambut positif kehadiran Komnas HAM agar semua pihak dapat mengetahui

duduk masalahnya secara obyektif," ujarnya.

Ditanya tentang mereka yang dilaporkan hilang, Namuri menolak anggapan bahwa mereka

semua ikut tewas dalam peristiwa itu. "Anda kan sudah tahu, kita baru menangkap tiga orang

di Kalteng. Mereka ini diduga pelaku kerusuhan. Dari mereka disita sejumlah jam tangan dan

pakaian yang diakui hasil jarahan. Tadinya mereka ini juga mungkin dilaporkan keluarganya

hilang. Itu sebabnya saya mengimbau agar mereka yang masih bersembunyi segera

menyerahkan diri," tandas Namuri Anoem. (mt)


Kompas, Monday, 2 June 1997

Provisional conclusion of National Committee on Human Rights

Not all victims of riots can be called

criminals

Banjarmasin, Kompas Online

The riots which swamped the town of Banjarmasin last 23 May were not at all related to

ethnic or religious matters. Also it cannot be said that the 123 persons who died in that

incident can all be called criminals.

Thus the provisional conclusion of the Factfinding Team of the National Committee on

Human Rights, after spending 3 days in Banjarmasin gathering information from ivolved

agencies, leadership of the 3 elections participant organizations, perpetrators who have been

detained, students, and journalists. This provisional conclusion was put forward by the

Secretary General of the Coommittee, Prof Dr Baharuddin Lopa, who was accosted by

journalists in the lobby of Hotel Istana Barito on Sunday morning (1/6).

The total number of people who died in the riots in Banjarmasin, according to State Police

Chief Lt.Gen. Dibyo Widodo. is 123 persons. Those who died, according to the State

Police Chief, were rioters. "We have found proof that those who died by fire were rioters

who were going to loot the Mitra Plaza shopping complex. So there was no connectiion with

the campaign," said Dibyo. (Kompas, 27/5)

Not proven

According to Lopa, so far the National Committee on Human Rights cannot yet prove that

all the victims who died were criminals. Indeed there were people who purposely came to

the Plaza Mitra to exploit the chaotic situation. But there were also those who came there

because they were attracted by the activity. "They were then surrounded by the smoke

which become increasingly dense. To get out of the second floor was not easy because it

was dark and thousands of people were crowded together there," he said.

Lopa added that the National Committee will continue to collect information concerning this

incident until it reaches a final conclusion. He explained that if during this time there has been

mention of a certain ethnic group masterminding the riots, that has not been proven at all.

"If somebody from tribe A has been caught in a riot in Bandung for instance, on cannot

immediately generalize that the tribe A group are the rioters. So too, if a student is caught,

one cannot immediately assume that the rioters are students," said Lopa.

Lopa also rejected the general assumption that a religious contention issue ignited the

problem. Because, so he added, if those youngsters were indeed racing their motorcycles

while the community was at their Friday prayers, groups of other religions would be equally

annoyed if their religious services were disturbed.

However, the National Committee for Human Rights did not preclude this matter as the

trigger for the 23 May riot. In the sense that the campaign atmosphere had already very

much heated up. And that then a disturbance to religious services occurred. And

subsequently the information spread everywhere and was interpreted in the context of the

heated-up campaign atmosphere. Finally the riot erupted.

Lost

Data gathered by the National Committee on the victims in this incident indicates 123

persons died. Until Sunday morning, sixteen victims are recorded as still undergoing

treatment. Those reported by their families as not yet having returned number 197 persons.

Until this moment, 83 persons suspected of involvement in the riots are still detained.

Data collected by the National Committee on Human Rights indicates that 124 persons have

died. A total of 122 incinerated corpses were found in Plaza Mitra, 1 person each in Cahaya

Lima Supermarket and Serikaya Supermarket. Previously the number of corpses found in

Plaza Mitra was 121. But on Wednesday (28/5) an additional corpse was found.

The National Committee urged that those under detainment be processed soon. If there was

no strong indication of their involvement, they should be released quickly. Those involved,

should have their cases submitted to the courts shortly. "It is possible that a person was on

his way to slaughter cattle. But then was suddenly arrested for carrying a sharp weapon,"

said Lopa.

In the same location, the Military Region IV/Tanjungpura Commander, Maj.Gen. Namuri

Anoem, told Kompas he was glad of the presence of the National Committee for Human

Rights. "We positively welcome the presence of the National Committee for Human Rights,

so all sides can know about the problem objectively," he said.

Questioned about those reported lost, Namuri rejected the assumption that they had all

perished in the incident. "You already know that we have arrested 3 persons in Central

Kalimantan. These are suspected as rioters. From them a number of watches and clothes

have been confiscated which they admitted were the proceeds of looting. Previously they

also might have been reported missing by their families. That is why I appeal to those still in

hiding to surrender soon," emphasized Namuri Anoem. (*)


Kompas, Minggu, 1 Juni 1997

Geger Banjarmasin (2-Habis)

Rontoknya Tatanan Harmoni

HINGGA hari ini kondisi psikologis sebagian besar masyarakat Banjarmasin yang jumlahnya

sekitar 500.000 jiwa (penduduk Kalsel 2,8 juta jiwa), belum pulih dari trauma 23 Mei lalu.

Selain rasa cemas dan takut yang masih menempel dalam kehidupan sehari-hari, mereka

bertanya-tanya dan nyaris tidak percaya apa yang baru saja terjadi.

Harmoni yang selama ini menjadi panutan sosial, tiba-tiba pecah berantakan begitu saja dan

menjelma dalam bentuk kekerasan yang sebelumnya tidak terbayangkan.

"Lihat ini. Saya merinding jika mengingat peristiwa itu. Hanya Tuhan yang membuat saya bisa

keluar dari Hotel Kalimantan dan lolos dari amukan massa," ujar Drs Nanang Mahmud,

Kepala Biro Pendidikan Khusus Golkar Kalsel. Ia mengaku tidak ingat bahwa Ketua MUI,

KH Hasan Basri, waktu itu masih tertinggal di hotel.

Hasil pengumpulan pendapat Banjarmasin Post yang dipublikasi Rabu (28/5)

menunjukkan, 66,7 responden masih merasa was-was, 24,4 persen ketakutan, dan hanya

8,9 persen merasa tidak terganggu oleh peristiwa ini.

"Memang ada yang sengaja menciptakan suasana teror itu agar warga takut memberi suara

kepada Golkar," ungkap Drs Ardansah Fama, Ketua Bappelu (Badan Pemenangan Pemilu)

Golkar Kalsel. Tapi untunglah ABRI bertindak cepat sehingga moral massa Golkar pulih.

Sedang Anang Yusri, Wakil Bendahara Golkar Kalsel, menyebut kehadiran armada panser

yang dikirim dari Jawa melahirkan keyakinan massa Golkar bahwa situasi dapat

dikendalikan.

Sementara itu Ketua DPW PPP Kalsel, H Syafriansah, membantah anggapan bahwa massa

organisasinya sebagai dalang kerusuhan. "Saya sendiri sempat diancam akan

dianiaya ketika mencegah orang yang akan merusak kendaraan di Jl A Yani," tuturnya. Ia

menyebut ada penyusup yang sengaja menciptakan situasi untuk mendiskreditkan PPP.

"Selain itu mereka ingin memecah persatuan dan kesatuan bangsa," tambahnya.

Buktinya lagi, ujar Syafriansah, seorang rekannya pemilik kios di Plaza Mitra malah

berantakan mobilnya kendati sudah memasang bendera dan atribut PPP lainnya. "Kita

sungguh-sungguh menyesalkan peristiwa ini," ujarnya.

* * *

SEMUA orang tahu bahwa selama ini di Kalsel hubungan antaretnis dan ras juga berada

dalam porsi wajar. Beda dengan daerah lain yang kesenjangan pri dan nonpri mencolok, di

sini penduduk asli Banjar maupun pendatang seperti Madura, mempunyai etos wirausaha

yang tidak kalah handalnya dengan golongan nonpri.

Lihat saja misalnya pusat-pusat pasar dan pertokoan yang tersebar di Kodya Banjarmasin.

Toko maupun kios yang dikelola penduduk asli tidak kalah jumlahnya dengan nonpri. Malah

di pusat pasar Sudimampir yang bersebelahan dengan Plaza Mitra yang dibakar massa itu

misalnya, mayoritas kios dikuasai pribumi. Di pusat perbelanjaan berlantai dua ini, berbagai

barang seperti tekstil hingga barang-barang kelontong lainnya diperdagangkan.

Tapi sejak tahun 1990-an setelah berdirinya plaza, supermarket, dan pusat-pusat

perbelanjaan modern lainnya, selera belanja konsumen mengalami transformasi. Belanja di

ruangan ber-ac, harga relatif pasti dan pelayanan menyenangkan, tentu beda dengan di

kios-kios atau toko yang sempit, panas, berdesak-desakan, dan bisa-bisa disambar

kendaraan yang melintas.

Belum bisa memang dibuktikan korelasi antara kedua hal tersebut dengan kerusuhan. Namun

hanya simbol-simbol modern itulah yang rontok dan hancur dibakar massa. Ratusan toko

dan kios di kawasan Pasar Baru, Antasari, hingga Pasar Inpres dan ikan, selamat dari

amukan massa. Padahal lokasinya bergandengan dengan Plaza Mitra, Pasaraya Cahaya

Lima, Supermarket Serikaya, dan pusat perbelanjaan Junjung Buih.

"Pada Sabtu malam pusat pertokoan itu mirip pasar malam, ramai dikunjungi orang. Apalagi

di atas ada bioskokp 21," ujar sejumlah warga. Memang awalnya pusat perbelanjaan ini

masih dianggap asing. Namun lama kelamaan malah menjadi kebutuhan dan tempat

anak-anak muda berkumpul.

"Saya tidak mengesampingkan faktor kesenjangan sosial-ekonomi ikut menyulut peristiwa

ini," ujar Pangdam VI/Tanjungpura, Mayjen TNI Namuri Anoem. Buktinya mereka yang

ditangkap adalah para penjarah toko. Mereka yang tewas juga penjarah, karena di sisi

mayatnya ditemukan barang-barang elektronik, mainan anak-anak, pakaian, di samping

senjata tajam seperti clurit dan mandau.

Mayjen Namuri Anoem juga merujuk kawasan sekitar pertokoan itu yang umumnya kumuh.

Misalnya sekitar belakang Plaza Mitra rumah penduduk berdempet-dempet di gang-gang

sempit. Ketika pecah kerusuhan, dari arah belakang plaza berlantai empat itu pula paling

banyak massa membobol.

Sedang di seberang plaza ini memanjang perkampungan kumuh lainnya di Jl Kelayan A dan

B. Sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan Sungai Kelayan yang cokelat pekat itu

untuk kebutuhan mandi dan cuci. Dari sini mereka gamang melihat pertokoan modern yang

terang benderang disinari berbagai lampu pada malam hari.

* * *

"SAYA juga heran bagaimana semua itu terjadi. Lima belas tahun saya tinggal di daerah ini

tidak pernah terjadi apa pun. Tetangga saya pribumi atau nonpri hidup rukun," ujar Ny

Sumiah yang sejak lama jualan rokok di Jl Veteran. Bersama sejumlah penarik becak, yang

juga asal Madura, Ny Sumiah menyebut hanya tawakal atas peristiwa itu. "Yang

sudah-sudahlah, mari kita melihat ke depan," ujar mereka.

Di Jl Veteran terdapat pula sekolah Katolik yang hanya beberapa puluh meter jaraknya dari

mesjid. Di dekat persimpangan ada pula gereja dan klenteng. Semua ini sesungguhnya

menggambarkan cita rasa Bhinneka Tunggal Ika. "Tapi pada waktu terjadi kerusuhan, rumah

jompo di Jl Veteran juga ikut digasak massa," ujar warga lainnya.

Namun yang menjadi banyak pertanyaan pada waktu itu adalah situasi khaos yang

berlangsung sejak pukul 14.00 hingga 22.00. Jalan-jalan raya seolah dikuasai perusuh.

Sedikitnya saja 80-an orang cedera dan harus dirawat di RS Ulin, baik akibat penganiayaan

maupun terbakar. Sementara itu lebih dari 300 orang telah melaporkan ke Kepolisian Resor

Kota (Polresta) Banjarmasin dan Polda Kalsel mengenai anggota keluarganya yang belum

kembali setelah peristiwa itu. Komnas HAM sendiri menilai peristiwa ini sebagai yang

terbesar dalam kerusuhan baru-baru ini, dengan angka korban jiwa 124 orang.

Para saksi mata mengatakan, situasi baru bisa dikendalikan setelah bantuan pasukan

didatangkan dari Balikpapan dan Jakarta. Tiga sorti penerbangan dari Balikpapan

membawa pasukan ABRI, dan 2 sorti dari Jakarta mengangkut Brimob.

"Tidak bisa dikatakan lambat. Kalau lambat, mungkin sudah seluruh pertokoan ludes

dibakar," ujar Mayjen Namuri Anoem. Ia mengatakan, untuk mengatasi kerusuhan itu ada

prosedurnya.

Sementara itu sumber Kompas di Polda Kalsel menyebut, ABRI mencoba untuk tidak

gegabah menghadapi massa yang berang itu. Sebab ini bukanlah situasi perang. "Jika diambil

tindakan keras, kemungkinan massa akan makin brutal. Selain itu, kalau ada yang tewas

tertembak, pada waktu pemakamannya mungkin akan menyulut kerusuhan baru," ujarnya.

Tapi apa pun alasan yang dikemukakan, banyak pelajaran yang bisa disimak dari peristiwa

ini. Pembakaran kantor DPD Golkar di Jl. Lambung Mangkurat (bukan Jl. MT Haryono)

misalnya, bisa diambil hikmahnya agar birokrat dan fungsionaris juga memperhatikan aspirasi

masyarakat lainnya. Atau seperti kata Presiden Soeharto ketika mendapat laporan hasil

pemilu dari Mendagri Yogie SM, kemenangan jangan lantas membuat overacting. (maruli

tobing).


Kompas, Rabu, 25 Juni 1997

BAP 64 Tersangka Perusuh di

Banjarmasin Dilimpahkan

Banjarmasin, Kompas

Berita acara pemeriksaan (BAP) 64 dari 119 tersangka beserta barang bukti dalam

kerusuhan Banjarmasin 23 Mei 1997, Senin lalu dilimpahkan ke kejaksaan. Sisanya, berkas

perkara 55 tersangka, masih dalam proses. Demikian Kadispen Polda Kalsel, Letkol (Pol)

Kusbini Imbar, hari Selasa (24/6).

Kusbini menjelaskan, ke-64 tersangka yang BAP-nya sudah dilimpahkan murni melakukan

tindak pidana kriminal, yang memanfaatkan situasi yang sedang rusuh dengan berbuat

kriminal seperti menjarah barang-barang di toko dan membawa senjata tajam.

Polisi, katanya, terus melacak kemungkinan adanya 'aktor intelektual' yang diduga

menggerakkan massa saat itu. Kerusuhan Banjarmasin mengakibatkan 123 orang tewas

terbakar, 118 luka berat, dan musnahnya pusat pertokoan Plaza Mitra.

Sementara itu, Pjs Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Gt Muhammad Taufik, yang

dihubungi terpisah menyatakan, pihaknya telah menerima BAP untuk 41 tersangka dari

penyidik. Setelah diperiksa secara intensif, ternyata hanya 14 orang yang lengkap BAP-nya

dan mereka menjadi tahanan kejaksaan. Sisanya masih dalam pemeriksaan di kejaksaan.

Rencananya para terdakwa akan mulai diadili di Pengadilan Negeri Banjarmasin tanggal 1

Juli. Empat belas dari 15 jaksa di kejaksaan ini disiapkan sebagai penuntut umum. (bal)


Kompas, Senin, 9 Juni 1997

Mahasiswa Banjarmasin Bentuk Tim

Advokasi Korban Kerusuhan

Yogyakarta, Antara

Mahasiswa serta masyarakat Banjarmasin dan Kalimantan Selatan yang bermukim di

Yogyakarta, berniat membentuk tim advokasi hukum bagi para tersangka kasus kerusuhan

Banjarmasin 23 Mei lalu.

Rencana pembentukan tim advokasi hukum itu tercetus dalam forum dialog "Advokasi

Hukum Terhadap Tersangka Kasus Tragedi 23 Mei di Banjarmasin" yang diselenggarakan

Solidaritas Mahasiswa Kalimantan- Banjarmasin di Yogyakarta, Minggu (8/6).

Dialog yang diselenggarakan di asrama mahasiswa "Lambung Mangkurat" di Jl AM Sangaji

itu menghadirkan pengacara senior Artidjo Alkostar SH, Salman Luthan SH, serta intelektual

Yogyakarta asal Kalsel, Zulkifli Halim MS, dan Effendy Ishak.

Ketua Solidaritas Mahasiswa Kalimantan-Banjarmasin, Rasyid Ridlo yang memandu dialog

tersebut menyatakan, untuk merealisasikan niat tersebut, Artidjo dan Salman sudah

menyatakan kesediaan mendukung langkah pembentukan tim itu.

Dalam forum terungkap, sejumlah pengacara Banjarmasin sudah ada yang bersedia

mendampingi para tersangka, namun karena di ibu kota Kalsel tersebut tidak ada semacam

LBH, maka tidak ada wadah yang menyatukan gerak advokasinya.

Artidjo menilai, kasus Banjarmasin bukan hanya berdimensi hukum dan kemanusiaan, tetapi

juga terkandung unsur politis, karena itu di balik peristiwa yang memakan korban meninggal

100 jiwa lebih itu, ada misteri-misteri yang belum terungkap. "Kalau perkara itu bisa digelar

di pengadilan, maka misteri tersebut akan dapat diungkap, karena di pengadilan semuanya

bisa dibeberkan," kata kandidat doktor hukum tersebut. *


Kompas, Rabu, 11 Juni 1997

Banjarmasin Membangun dari Nol Lagi

DALAM tiga puluh tahun terakhir, Banjarmasin dikenal aman dan damai, bahkan

penduduknya terkesan ramah. Tetapi tak demikian halnya saat terjadi peristiwa "Jumat

Kelabu" 23 Mei 1997. Tanda-tanda malapetaka yang bakal menimbulkan ratusan korban

jiwa, dan hancurnya berbagai bangunan penting, tak pernah tampak sebelumnya.

Kota berpenduduk sekitar 500.000 jiwa yang mendiami wilayah seluas 72 km2 tersebut,

jadi pusat pemberitaan. "Yang sudah ya... sudahlah, ambil hikmahnya saja. Yang penting kita

berusaha bagaimana membangun di atas puing-puing yang masih beserakan ini. Ya, 70-an

persen harus kita bangun dari nol...," ungkap Wali Kota Banjarmasin, H Sadjoko.

Tahun 1987, katanya, belum terbayang di kota ini akan ada pusat perbelanjaan berbentuk

plaza lengkap dengan sarana hiburan, apalagi hotel berbintang, walaupun Pemda terus

mengimbau investor menanamkan modal di kota ini. Keadaan kota sepi. Sore menjelang

malam malah tambah sepi, mirip kota mati.

Tahun 1989 ada investor yang tertarik membangun Plaza Mitra di bekas pasar tradisional

lengkap dengan bioskop kembar. "Karena pengusaha itu terkesan serius, langsung saja saya

beri rekomendasi beserta kemudahan perizinan. Maret 1991 rampunglah Plaza Mitra dan

resmi difungsikan April 1991. Sebagian besar warga kota bangga, termasuk saya sendiri,"

kata wali kota.

Enam bulan kemudian ada lagi investor ingin membangun Plaza Junjung Buih, desainnya satu

bangunan dengan hotel yang diberi nama Kalimantan. Disusul Hotel Istana Barito (tidak

terkena amukan massa-Red).

"Banjarmasin menjadi hidup dengan dua plaza bergengsi itu. Ditam-bah lagi Toserba Lima

Cahaya, Sari-kaya dan Banjarmasin Theatre. Bukan main bangganya warga kota.

Diper-lukan waktu bertahun-tahun untuk membangun, tapi kemudian ludes hanya dalam

beberapa jam. Sebagai warga kota ya.. kesal dong. Tapi mau apa? Itulah yang terjadi,"

ujarnya.

* * *

PEMDA Banjarmasin berusaha membangun kembali sejumlah fasilitas umum yang

berantakan akibat "Jumat Kelabu" itu. Sudah dua kali wali kota bertemu dengan para

pengusaha membicarakan nasib pekerja dan pembangunan kembali plaza tersebut, namun

belum membuahkan hasil.

Kepada 60 pedagang menengah ke bawah anggota Persatuan Pedagang Plaza Mitra

(PPPM), wali kota menawarkan alternatif pindah tempat ke Lantai III Pasar Antasari, Lantai

III Pasar Telukdalam dan Lantai III Pasar Baru. Namun tawaran ditolak Wakil Ketua

PPPM Achmad Bawai. Pedagang mengajukan alternatif di Pasar Malabar atau dibangun

toko darurat di halaman Plaza Mitra.

Alasannya, supaya pedagang bisa memantau pembangunan plaza dan tak tersingkir dari situ.

Wali kota belum bisa memutuskan apakah me-nyetujui usul pedagang tersebut, tapi Toko

Buku Gramedia dengan 75 kar-yawannya kini membuka toko darurat di Jl MT Haryono,

tanpa ada PHK (pemutusan hubunan kerja). Pembangunan kembali Plaza Mitra, Hotel

Kalimantan beserta Junjung Buih Plaza dan Banjarmasin Theatre, masih belum dapat

diputuskan dalam rapat tertutup 7 Juni lalu.

"Pada dasarnya pengusaha sanggup menyediakan modal, tapi apa ada jaminan bahwa bila

gedung terbangun aman dari berbagai gejolak? Kita perkirakan bisa terbangun dua tahun,

berarti tiga tahun ada Pemilu lagi. Lalu bagaimana kondisi Pemilu 2002 itu. Ini yang kami

pertanyakan yang belum bisa disimpulkan oleh Pemda di sini," kata beberapa pengusaha.

Wali Kota Sadjoko enggan mengomentari, namun Pemda akan memberi berbagai

kemudahan untuk investor yang akan membangun kembali, misalnya, soal HGB (hak guna

bangunan), HGU (hak guna usaha) dan lain-lain.

Ketentuan itu, kata Sadjoko, sesuai Permendagri No 10/1983 tentang tata cara permohonan

dan pemberian sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan

secara terpisah pada bangunan ber-tingkat.

* * *

MENYANGKUT masalah jumlah tenaga kerja yang menjadi korban kerusuhan, Kepala

Kantor Depnaker Kodya Banjarmasin Thamberin SH tidak bersedia merinci karena belum

ada laporan resmi dari pengusaha. Laporan baru akan diketahui Agustus mendatang, seusai

jadwal batas waktu pelaporan.

Dari berbagai pengusaha seperti Plaza Mitra, Plaza Junjung Buih/Hotel Kalimantan, Toserba

Lima Cahaya/Sarikaya, dan Banjarmasin Theatre diperkirakan jumlah karyawan sekitar

3.800 orang, terdiri 2.200 orang di lingkungan Plaza Mitra, 100 di Lima Cahaya, 50 di

Sarikaya, 500 di Plaza Junjung Buih dan Hotel Kalimantan, termasuk sekitar 50 karyawan

Bank Lippo. (baldi fauzi)


Kompas, Minggu, 1 Juni 1997

Korban Kerusuhan Banjarmasin

Dimakamkan

Banjarmasin, Kompas

Pemakaman massal korban kerusuhan 23 Mei akhirnya dilaksanakan Sabtu kemarin pukul

16.00 di pemakaman umum Kodya Banjarmasin, Jl Bumi Selamat, kilometer 22. Tidak ada

isak tangis yang terdengar. Semua dilaksanakan secara sederhana. Doa dipimpin Kepala

Kantor Departemen Agama Kodya Banjarmasin, Drs H Rusli.

Sebanyak 121 kerangka jenazah dimakamkan dalam satu liang ukuran 20 x 3 meter, dengan

kedalaman sekitar 0,75 meter. Selain dalam beberapa peti, sebagian jasad korban

dibungkus kain kafan. Pemakaman dilakukan dua kali, karena armada ambulans yang

tersedia hanya 4 unit. Tahap pertama 50 jenazah, kemudian diangkut lagi dengan ambulans

yang sama 71 jenazah.

Selain H Rusli, hadir Kepala Kebersihan Kota dan Pertamanan Kodya Banjarmasin.

Mereka membawa staf masing-masing yang jumlah keseluruhan sekitar 10 orang. Selain itu

hadir kurang-lebih 10 wartawan dalam dan luar negeri. Kuli yang dikerahkan untuk

mengangkut dan menimbun makam juga berjumlah sekitar 10 orang. Keluarga korban

sendiri terlihat hanya 4 orang.

Mayat yang dikebumikan seluruhnya berjumlah 121. Tiga mayat telah lebih dahulu diambil

keluarganya dari RS Ulin. "Seharusnya 4 mayat. Tapi yang satu lagi tidak jadi karena

keluarganya ragu-ragu apakah itu benar jenazah anaknya," tutur penjaga kamar mayat RS

Ulin kepada Kompas kemarin siang.

"Saya baru tahu penguburan massal ini setelah melihat iring-iringan ambulans di Jl A Yani,"

tutur dua orang pria. Mereka lantas ikut ke pemakaman karena adiknya belum kembali sejak

peristiwa kerusuhan 23 Mei lalu. "Saya anggap saja ini sebagai perpisahan terakhir bagi adik

saya," ujarnya dengan nada sedih.

Hal senada juga dikemukakan Ny Farida (40), warga Jl Kelayan A, Gg Antasari. Ia merasa

yakin bahwa anaknya, Faturrahman (17), ada di antara jenazah yang dikuburkan itu. "Sudah

seminggu saya mencarinya, tapi tidak ketemu," ujarnya dengan air mata berlinang.

Pihak Polda Kalsel sendiri telah mengumumkan kepada masyarakat, memberi waktu 2 x 24

jam sejak Rabu lalu untuk mengenali dan mengambil jenazah. Namun hingga kemarin baru 3

keluarga yang mengambil jenazah.

Suasana Kodya Banjarmasin sendiri masih tetap senyap sejak pukul 19.00, kendati Wali

Kota H Sadjoko telah mencabut SK "jam malam" sejak Jumat malam lalu. Armada panser

serta satuan-satuan ABRI dan brimob telah ditarik dari tempat-tempat strategis.

Pelanggaran HAM

Sementara itu 5 anggota Komnas HAM yang dipimpin Sekjen Prof Dr Baharuddin Lopa,

secara terpisah kemarin mengumpulkan informasi dari berbagai pihak. Selain melihat kondisi

jenazah korban kerusuhan di kamar mayat RS Ulin, mereka juga melihat kondisi tahanan di

Polresta Banjarmasin, Markas Kodim (Komando Distrik Militer) 1007 Banjarmasin.

Anggota Komnas HAM juga mengadakan diskusi dengan mahasiswa fakultas hukum

Universitas Lambung Mangkurat dan staf redaksi Banjarmasin Post.

Sejauh ini Komnas HAM melihat telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam

peristiwa kerusuhan 23 Mei lalu. Menurut Asmara Nababan, bentuk pelanggaran itu

beragam. Mulai dari pembakaran rumah, merusak harta benda lainnya, hingga menyebarkan

rasa takut dalam masyarakat.

Komnas HAM menyesalkan tidak ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas

kejadian yang menyebabkan tewasnya 124 jiwa manusia. Sedang menyangkut kemungkinan

pelanggaran HAM oleh aparat keamanan, masih diteliti.

Menurut Asmara Nababan, mereka yang merasa kehilangan anggota keluarganya dapat

melaporkan hal ini kepada anggota Komnas HAM yang sedang berada di Banjarmasin, atau

melalui surat, telepon, faksimili ke kantor Komnas HAM di Jakarta. (mt)


Kompas, Rabu, 11 Juni 1997

Buntut Kerusuhan di Banjarmasin

76 Penjarah Ditahan

Banjarmasin, Kompas

Kepolisian Daerah (Polda) Kalimatan Selatan kini secara resmi menahan 76 tersangka yang

diduga terlibat tindak kriminal berkaitan dengan kerusuhan di Banjarmasin, tanggal 23 Mei

lalu. Semula yang diperiksa 99 orang, tapi kemudian sebagian dilepaskan karena tim

penyidik tidak menemukan hal-hal yang menguatkan untuk dilakukan penahanan.

Demikian Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Polda Kalsel Letkol (Pol) Kusbini Imbar

kepada Kompas hari Selasa (10/6). "Ke-76 tersangka itu murni terlibat tindak kriminal,

seperti pencurian barang-barang di toko yang terbakar, bukan otak pelaku perusuhan,"

katanya.

Dari 76 tersangka ini, lima berkas tersangka di antaranya sudah diserahkan kepada

kejaksaan. Dalam beberapa hari ini berkas-berkas lainnya segera menyusul, dan diharapkan

bulan Juni ini semua berkas tersangka sudah diserahkan ke kejaksaan.

Dua mahasiswa

Kusbini Imbar menegaskan, aparat Polda Kalsel menunaikan tugasnya sesuai prosedur

KUHAP, terutama dalam penang-kapan terhadap mereka yang diduga menjadi pelaku, baik

kerusuhan itu sendiri maupun tindak kriminal lainnya berkaitan dengan peristiwa itu.

Ini ditegaskan sehubungan adanya keluhan sejumlah warga mengenai penahanan anggota

keluarganya yang tidak dilandasi prosedur hukum. Misalnya, SPP (surat perintah

penangkapan) terhadap terdakwa tidak diberitahukan kepada keluarganya.

Beberapa jam setelah terjadinya peristiwa, kata Kusbini Imbar, aparat keamanan menahan

sejumlah orang yang diduga melakukan tindak kriminal seperti membawa mainan anak-anak,

radio, televisi, senjata tajam. Saat itu beberapa pusat perbelanjaan terbakar, terutama Plaza

Mitra dan Toserba Lima Cahaya dan Sarikaya.

SPP ditembuskan kepada keluarganya sesuai prosedur KUHAP. "Lalu apanya yang salah?

Tolong laporkan bila memang ada oknum kami yang menyimpang dari prosedur, kami akan

menindak," ujar Kadispen Polda yang merangkap Kadit Binmas itu.

Ditanya tentang dugaan keterlibatan lima oknum mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di

daerah ini, Kusbini membenarkan. Dari lima tersangka itu, dua di antaranya ditahan, tiga

lainnya hanya dimintai keterangan dan sudah dikembalikan. Kedua oknum mahasiswa itu

adalah, AS dan Ys. Mereka ditangkap tiga hari lalu di rumah kontrakannya di Banjarmasin.

Sedang dicocokkan

Apakah kedua oknum mahasiswa ini bisa dikatakan pelaku/ penggerak kerusuhan?

Kadispen Polda menyatakan belum diketahui secara pasti karena masih dalam pemeriksaan

tim penyidik. "Saya tidak mau berandai-andai, nanti bisa keliru, lebih baik menunggu hasil

positifnya nanti," katanya.

Tentang jumlah yang hilang saat kerusuhan terjadi, Kadispen Polda pun belum bisa

menyebutkan angka pasti, karena pihaknya masih menghitung dan mencocokkan dengan

laporan dari beberapa Polres, termasuk Polresta Banjarmasin.

Semula disebutkan ratusan orang melapor, berarti itulah yang hilang. Namun setelah

dicocokkan ada laporan yang dua kali masuk. Lalu ada pula yang sudah kembali.

"Makanya sekarang kami se-dang mencocokkan dengan laporan dari sejumlah Polres,"

katanya. (bal)


Kompas, Rabu, 4 Juni 1997

Kerusuhan Banjarmasin, Ribuan

Pekerja Menganggur

Banjarmasin, Kompas

Kerusuhan yang pecah di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tanggal 23 Mei lalu

mengakibatkan ribuan tenaga kerja terpaksa menganggur karena pusat perbelanjaan dan

pertokoan tempat mereka bekerja musnah terbakar.

"Saya mengharapkan kepada pengelola, pemilik dan pengusaha/pedagang tidak sampai

mem-PHK pekerjanya. Jika terpaksa, usahakan membayar pesangon sebagai modal

mencari pekerjaan lain," kata Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja Banjarmasin,

Tamberin SH, kepada Kompas di kantornya, Selasa (3/6).

Ia belum bisa menjelaskan jumlah tenaga kerja yang kehilangan lapangan kerja itu karena

masih dalam pendataan. Secara pasti, Plaza Mitra, Plaza Junjung Buih di Hotel Kalimantan,

Toserba Lima Cahaya dan Sarikaya paling banyak menyerap tenaga kerja itu.

Agar sebagian pekerjanya tidak menganggur, terutama toko-toko kecil di lingkungan Plaza

Mitra, Tamberin mengatakan, tengah diupayakan mencari tempat baru sesuai keinginan

mereka. "Ya kita tunggu saja bagaimana perkembangan selanjutnya," ujarnya.

Kehilangan PAD

Sementara itu di tempat terpisah, Wali Kota Sadjoko menyatakan, akibat kerusuhan itu

sebagian sumber pendapatan asli daerah (PAD) Banjarmasin, hilang. "Saya belum tega

mengungkapkan angka kehilangan itu karena masih sibuk membenahi puing-puing kebakaran

dan sebagian besar pengusahanya pun masih trauma," katanya.

Sumber pendapatan yang tak bisa dipungut lagi, antara lain PBB (Pajak Bumi dan

Bangunan), pajak tontonan, pajak pertambahan nilai (PPn) dan sebagainya. Padahal semua

ini diperlukan untuk membiayai pembangunan daerah.

Ditanya tentang kerugian, wali kota menyatakan belum mengarah ke situ, sebab baik pemda,

instansi terkait, aparat keamanan dan sebagainya masih terfokus bagaimana membuat

suasana kota kembali seperti semula. Jika situasi sudah benar-benar normal, kegiatan

ekonomi berjalan mantap dan warga tak lagi trauma, baru akan dihitung kerugian. Yang pasti

kerugiannya sangat besar.

Mengenai lokasi bekas kebakaran seperti di Plaza Mitra dan Hotel Kalimantan, pemda tetap

memberi kesempatan pada pengelolanya/pemilik untuk memprogramkan kembali

pembangunan di lokasi itu. Pemda akan memberi kemudahan, misalnya masalah perizinan.

Tidak mudah membangun kembali, sebab selain makan waktu bertahun-tahun juga

memerlukan investasi yang cukup besar.

Dua ditangkap

Dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah dilaporkan, tim URC (Unit Reaksi Cepat) Polres

Barito Utara, Kalteng, akhir pekan lalu menciduk dua orang yang diduga terlibat sebagai

pelaku kerusuhan di Banjarmasin itu. Keduanya, Ri (19) dan Mu (19) ditangkap ketika

menjual jam tangan merek Rado di terminal antarkota Muarateweh, ibu kota Kabupaten

Barito Utara.

Kapolda Kalteng Kolonel (Pol) Drs Iswimmach Rosis kepada wartawan mengatakan hari

Selasa, kepada tim penyidik kedua tersangka mengaku terlibat menjarah barang di Mitra

Plaza saat terjadi kerusuhan. Sebelum ke Muarateweh, keduanya sempat melarikan diri ke

Surabaya. Setelah berhasil menjual sebagian barang jarahannya, mereka langsung menuju

Muarateweh.

Kedua tersangka kini ditahan di Polres Barito Utara. "Yang jelas keduanya akan dikirim ke

Polda Kalsel. Sekarang masih disepakati mekanismenya. Apa tim Polda Kalsel yang

menjemput atau kita yang akan mengirim ke Kalsel," kata Iswimmach. (bal/aji)


Kompas, Kamis, 3 Juli 1997

Cabut, Tuduhan Kriminal terhadap

Korban Kerusuhan di Banjarmasin

Jakarta, Kompas

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak pemerintah untuk

mencabut tuduhan yang gegabah terhadap korban Kerusuhan Banjarmasin (Kalimantan

Selatan) tanggal 23 Mei lalu, sebagai pihak-pihak yang telah melakukan tindak kriminal.

Desakan ini diajukan karena sampai kini pemerintah belum mengungkap tuntas siapa dalang

di belakang pemicu kerusuhan itu.

"Berdasarkan hasil analisis dan pemantauan serta laporan yang kami terima dari daerah,

menyebutkan, sangat sulit untuk mengidentifikasi seluruh korban kebakaran di Mitra Plaza

(Banjarmasin) sebagai para pelaku kriminal atau penjarah," kata Sekeretaris bidang

Operasional YLBHI Munir di Sekretariat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas

HAM) di Jakarta, Rabu (2/7). Ia diterima Sekretaris Jenderal Komnas HAM Baharuddin

Lopa yang didampingi seorang anggota lainnya Mohamad Salim.

Dalam kesempatan itu Munir meminta agar pemerintah di waktu mendatang dapat

menghindarkan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat mendorong adanya

sikap saling curiga mencurigai antarsesama anggota masyarakat. "Pemerintah dapat segera

memulihkan martabat orang-orang yang telah dilanggar haknya dalam proses penanganan

kerusuhan," kata Munir.

Menanggapi pernyataan YLBHI itu, Lopa mengisyaratkan agar semua pihak menyadari

peran serta kinerja Komnas HAM sebelum mengeluarkan rekomendasi atau kesimpulan

terhadap suatu masalah. "Komnas selalu bertindak hati-hati dalam menganalisis suatu

masalah sebelum sampai pada suatu kesimpulan. Kami tidak dapat membuat kesimpulan

atau menaggapi sesuatu berdasarkan cerita-cerita belaka yang hidup di masyarakat tanpa

ada dasar bukti pendukung yang kuat," kata Lopa.

Diadili

Hari Rabu (2/7), 13 orang terdakwa dalam kerusuhan Banjarmasin, mulai disidangkan di

Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Seorang terdakwa dituduh

membawa senjata tajam, dan 12 terdakwa dituduh menjarah barang-barang seperti celana

dan baju saat kerusuhan terjadi.

Ke-13 terdakwa ini dibagi menjadi dua bagian dengan majelis hakim berbeda. Yang menjadi

perhatian ratusan pengunjung sidang, adalah tampilnya terdakwa Muksin yang dituduh jaksa

penuntut Zolly membawa senjata tajam berupa clurit beberapa jam setelah peristiwa

menyedihkan itu. Namun ketika majelis hakim yang diketuai M Zaenal Arifin menanyakan

kepada terdakwa, penjual kue kelahiran Bangkalan Madura ini terus menunduk - tak bicara

sedikit pun. Akhirnya diketahui bahwa Muksin tak bisa berbahasa Indonesia apalagi bahasa

daerah Banjar, ia hanya bisa berbahasa Madura.

Ketua majelis menanyakan kepada pengunjung apakah ada yang bisa bahasa Madura lalu

menterjemahkan. Ismaun HM, wartawan Media Masyarakat Banjarmasin yang meliput

sidang itu bersedia menjadi penterjemah, dan ia pun disumpah seperti saksi oleh ketua

majelis. Dikatakan, terdakwa Muksin datang ke Banjarmasin dari Bangkalan setahun lalu

untuk berusaha di sini. Dari Bangkalan lelaki berusia 26 tahun ini memang membawa clurit.

Saat terjadi kerusuhan Muksin sedang berjualan kue di Desa Teluktiram dan baru kembali

ke rumahnya di Kampung Gedang petang hari. Dan clurit itu pun selalu dibawanya untuk

menjaga diri.

Sekitar pukul 22.00 wita (malam) Jumat, 23 Mei 1997 Muksin turun dari rumah menuju

Pasar Baru tempat keluarganya. Kota memang dalam keadaan sepi usai kerusuhan petang

harinya. Saksi Serma (Pol) Didik S dan Sertu (Pol) M Aini dari Polresta setempat yang

melihat Muksin berjalan langsung menyergap. Dan ternyata di pinggangnya ditemukan clurit

tanpa izin berwajib. "Saya bawa clurit hanya untuk menjaga diri saja, apalagi waktu itu baru

terjadi huru-hara. Tak ada maksud lain, hanya itu saja," ujarnya melalui penterjemah.

(bw/bal)