Kamis, 28 Agustus 2008

KEBUN SAWIT BUKAN HUTAN SAWIT

Alih Fungsi Hutan untuk Perkebunan Sawit Tingkatkan Emisi Karbon

Beralih fungsnya hutan ke perkebunan kelapa sawit makin meningkatkan emisi karbon di Indonesia. Menurut Roger A. Sedjo, Direktur Program RFF, emisi karbon itu berasal dari penebangan hutan dan pelepasan karbon dari lahan gambut yang dikonversi menjadi kebun sawit.
____________________________

Perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan sawit akan semakin meningkatkan emisi karbon di Indonesia. Sebagai salah satu gas rumah kaca (greenhouse gasses), peningkatan karbon tersebut akan meningkatkan peluang terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim.

Demikian disampaikan Roger A. Sedjo, Direktur Program Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan pada Resources for the Future (RFF) dalam seminar yang diadakan RMI di Bogor, Jawa Barat (12/8).

”Dari penebangan hutan saja sudah melepaskan karbon, apalagi bila ditambah pelepasan karbon dari lahan gambut yang dikonversi menjadi kebun sawit,” kata Roger A. Sedjo.
Dengan adanya insentif karbon yang meningkat pada lahan yang terancam tersebut, Sedjo berharap perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan sawit tidak terjadi lagi. Sehingga deforestasi di Indonesia sebagai salah satu negara dengan laju deforestasi tinggi bersama Brazil dapat berkurang.

”Hutan mempunyai nilai karbon yang sangat besar selain nilai pelayanan ekosistem seperti suplai air bersih, penahan erosi, habitat satwa liar dan sumber obat-obatan,” kata Sedjo.

Menurutnya nilai pelayanan ekosistem hutan secara global sekitar 16 sampai 54 triliun dolar Amerika Serikat setiap tahun dan nilai bersih penangkapan karbon secara global untuk empat milyar hektar sekitar 12 triliun dolar Amerika Serikat.

Perkiraan saat ini menurutnya, 10% pengurangan deforestasi di kawasan tropis pada periode 2005-2030 akan bernilai 0,3-0,6 Gt CO2 atau sekitar 0,4-1,7 milyar dolar atau 2 dolar per ton CO2. Sedangkan 50% pengurangan deforestasi akan meliputi 1,5-2,7 Gt CO2 yang bernilai sekitar 17,2 – 28 milyar dolar atau sekitar 10 dolar per ton CO2.

Sedjo juga menjelaskan bahwa IPCC telah menyatakan bahwa pelepasan karbon hutan akibat deforestasi menyumbang 18% gas rumah kaca di atmosfir. Sehingga mencegah deforestasi terutama di daerah tropis termasuk Indonesia, dapat berperan penting dalam mengurangi peningkatan karbon di atmosfir.

Hasil studi saat ini menyebutkan bahwa perhatian pada karbon hutan dan khususnya pengawasan pada deforestasi hutan dapat mengurangi biaya target pengurangan gas rumah kaca hingga 50%.

Sementara itu menurutnya, negara maju seperti Amerika Serikat dapat mengurangi emisi karbonnya dengan mengurangi penggunaan energi fosil dan lebih memanfaatkan energi yang ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar