Kamis, 28 Agustus 2008

JEJAK RANTAI YANG TERPUTUS ( 1 )

Hausman Baboe, Tokoh Dayak yang Terlupakan
BAGI masyarakat Dayak generasi sekarang, nama Hausman Baboe bisa jadi tidak
berarti banyak. Paling banter, bagi warga Kota Palangkaraya, nama itu tidak
lebih hanya nama satu jalan. Dari sekian banyak ruas jalan di ibu kota
provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), yang pemancangan tiang perdana
pembangunannya dilakukan Presiden pertama RI Ir Soekarno itu, terdapat satu
ruas bernama Jalan Hausman Baboe.

Hampir-hampir tidak ada keterangan yang menjelaskan sejauh mana kebesaran
tokoh yang namanya diabadikan sebagai nama jalan itu, meskipun banyak orang
Dayak Ngaju saat ini, baik di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Palangkaraya,
maupun Jakarta, yang memakai Baboe sebagai nama marga.

Seperti kebiasaan di dalam masyarakat Dayak, pencantuman marga tentu tidak
dilakukan secara sembarangan, tetapi diambil berdasarkan garis keturunan
melalui silsilah kebapaan. Tentu, nama Baboe yang sekarang jadi nama salah
satu warga tersebut, ada kaitan kekeluargaan dengan nama itu.

Suatu catatan sejarah yang diperoleh di Sekolah Tinggi Theologia (STT)
Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Banjarmasin mengungkapkan, Hausman Baboe
ternyata tokoh masyarakat Dayak yang sangat penting. Bahkan jauh lebih
penting perannya dalam perjuangan harkat dan martabat masyarakat Dayak, jika
dijejerkan dengan nama-nama tokoh masyarakat Dayak yang lebih dikenal
sekarang.

Ketokohannya bisa dilihat dari kiprah politik dan aksi sosialnya dalam
menegakkan harkat dan martabat orang-orang Dayak di Pulau Kalimantan yang
sangat besar itu. Hal itu pula yang mendorong STT GKE, sebagai satu lembaga
akademis, merasa perlu melakukan kontrabudaya, dengan merunut kembali
sejarah masa lampau, melalui kegiatan seminar. Kegiatan itu digelar di
Banjarmasin, pertengahan Januari ini.


Sarikat Dayak

Made Supriatma, peneliti di Cornell University Ithaca, New York, AS, dalam
suatu diskusi di mailing list, menyebutkan Hausman Baboe sebagai seorang
tokoh yang mahapenting dalam sejarah Dayak Kalteng. Tokoh itu terlibat dalam
pembentukan Sarikat Dayak, yang konon kabarnya adalah saingan dari Sarikat
Islam (SI). Karena sikap agresif dan kerasnya, tokoh itu sempat
diinterpretasikan berhaluan kiri sehingga saat itu dikucilkan dari gereja
GKE.

Dalam bagian lain, sejarah juga menulis, ia merupakan perintis pers di
Kalimantan Selatan. Ia pendiri sekaligus pemimpin sebuah media cetak, banyak
menulis, baik menggunakan nama sendiri maupun nama samaran.

Dalam sejarah, Husman Baboe meninggal dibantai Jepang sekitar 1943, karena
dituduh sebagai kolabolator Belanda.



Sosok cerdas dan kritis itu akan semakin nyata ketika kita membaca kembali
sebuah koran bernama Soeara Borneo, yang masih bisa dilihat di sebuah museum
di Belanda.

Koran lokal itu dipimpin langsung oleh Hausman Baboe. Saat itu, ia dikenal
sebagai direktur dan administratornya. Dalam koran itu terbitan 1926,
terdapat tulisan Hausman Baboe berjudul Madjoekah bangsa Dayak dalam hal
onderwijs? (Majukah bangsa Dayak dalam hal pendidikan?). Dalam lead tulisan
itu tercantum "Pokoknja kemadjoean jalah sekolah atau onderwijs. Bangsa yang
hendak madjoe, haroeslah madjoe dalam hal onderwijs, oentoek mengetahoei
bangsa dajak madjoe atau tiada, baiklah kita perhatikan kemadjoean onderwijs
pada bangsa itu."

Sebagai tokoh yang terlupakan dalam sejarah, jauh pula ia dari proses
mistifikasi atau mitologisasi, seperti yang terjadi pada tokoh-tokoh
sejarah. Sosoknya sangat manusiawi.

Dalam dokumen yang terpelihara rapi di STT GKE Banjarmasin, penginjil JJ
Sandan dalam buku hariannya tahun 1889 mencatat, Hausman Baboe ketika muda
adalah seorang playboy dari Kampung Hampatung yang suka menggoda anak-anak
gadis di Kampung Barimba. Dua desa itu terletak di Kuala Kapuas, Kalimantan
Tengah, tempat GKE untuk pertama kali diproklamasikan.

Dalam literatur, namanya pertama kali muncul dalam Brita Bahalap, majalah
zending dalam Bahasa Dayak Ngaju, tertanggal 19 September 1919. Ia disebut
sebagai seorang kepala daerah Kuala Kapuas, dengan panggilan Kiai Hausman
Baboe.

Majalah zending itu juga melaporkan, pada 18 Juli 1919, sebagai kepala
daerah ia hadir dan memberi kata sambutan pada rapat pembentukan Pakat Dajak
yang diadakan di gedung gereja Hampatung, Kuala Kapuas.

Di sisi lain, namanya juga terdapat dalam arsip Pemerintah Kolonial Belanda
pada 1921. Ia disebutkan sebagai orang Kristen Dayak yang menjadi
districtshoofd (kepala daerah). Dilaporkan, pada September 1921, Hausman
Baboe secara rahasia telah mendukung gerakan protes melawan Pemerintah
Kolonial Belanda pada waktu itu.

Terdidik

Bisa dikatakan, Hausman Baboe adalah orang pertama Dayak yang terdidik dan
menjadi intelektual sekular. Ia sangat kritis, kiprah politiknya tidak hanya
membuat gerah Pemerintah Kolonial Belanda, tetapi juga gereja yang dipimpin
para zending pada waktu itu. Misalnya aksi politiknya bersama SI dalam
National Borneo Council (NBC). Pihak gereja pada saat itu tidak begitu
bersimpati dengan sikap politik antikolonial Hausman Baboe dan juga
kedekatannya dengan SI.

Masih pada 1921, ia dikenakan hujatan gereja dengan alasan moral melakukan
praktik poligami. Alasan lain, ia dicurigai telah dipengaruhi oleh ajaran
komunis. Tetapi, tudingan komunis itu dibantah oleh tokoh pers senior
Kalteng, TT Suan, sebab Hausman Baboe lebih cenderung pada sosialis
kerakyatan. Hal itu tergambar jelas dari usahanya memperjuangkan agar ada
HIS (Hollands Inlandsche School) bagi anak-anak Dayak, pada Oktober 1925.

Misalnya, ia mengadakan rapat orang-orang Dayak Kristen di Kuala Kapuas. Di
sana ia berbicara tentang masalah sosial, yaitu status perempuan, hak atas
tanah, dan serikat para pekerja. Ia menyarankan agar orang-orang menanam
pohon buah-buahan dan sayur-sayuran, ketimbang menanam pohon karet yang
hanya menguntungkan penjajah.

Ia mengusulkan agar pajak pemotongan hewan yang memberatkan rakyat
ditiadakan.

Apa yang mau kita katakan mengenai Hausman Baboe sekarang ini? Yang pasti ia
bukanlah sekadar nama ruas jalan yang membujur bisu. Ia figur pejuang dan
intelektual Dayak. Secara terperinci dapat dikatakan, ia adalah tokoh
pergerakan rakyat Dayak, tokoh pendidikan rakyat Dayak, tokoh pers
Kalimantan, dan tokoh intelektual Dayak.

Ketokohan Hausman Baboe merupakan antitesis atas potret buram tokoh-tokoh
Dayak yang selama ini sering digambarkan irasional, kental dengan klenik dan
nuansa gaib, serta tidak berperikemanusiaan karena menjadi tukang berkelahi
dan memotong kepala manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar