Kompas, Sabtu, 24 Mei 1997
Di Banjarmasin
Kampanye Golkar yang merupakan kampanye terakhir di Banjarmasin, Jumat, juga diwarnai
kerusuhan. Kerusuhan terjadi antara massa Golkar yang berpawai dengan kendaraan
bermotor, dengan warga setempat.
Kerusuhan ini berawal ketika ribuan massa Golkar berpawai keliling kota sekitar pukul
11.10 waktu setempat, beberapa saat sebelum sholat Jumat. Beberapa massa
mengacungkan tangan dua jari ke arah penduduk di sekitar Jalan Pangeran Antasari dan
Pangeran Samudera, lalu dibalas dengan tanda satu jari.
Massa dari Golkar langsung mengamuk. Namun penduduk lainnya, termasuk sejumlah
pedagang di Pasar Antasari dan orang-orang yang ingin sholat Jumat beramai-ramai turun ke
jalan, menyerbu massa Golkar yang lagi berpawai.
Penduduk yang ribuan jumlahnya juga terus mengejar massa Golkar, balas mengamuk.
Bahkan setiap yang berbaju kuning pun ikut dikejar. Akhirnya massa Golkar berlarian
menyelamatkan diri, ada yang ke kantor DPD Golkar, ke kantor Polisi dan sebagainya.
Tercatat empat mobil milik peserta pawai hancur, dan enam motor juga dibakar. Tidak ada
korban jiwa dalam insiden itu. Sebagian kantor DPD Golkar dibakar, namun berhasil
dipadamkan sejam kemudian. Juga rumah kediaman Bendahara Golkar HA Sulaiman HB
tak luput dari amukan penduduk, seluruh kaca depannya hancur berantakan.
Sebuah gereja di Jalan Pangeran Samudera dibakar. Rumah pejabat seperti rumah dinas
Kakanwil Depdikbud kaca depannya hancur dilempari batu. Juga kaca rumah Kanwil
Depsos Kalsel.
Pasar Swalayan Lima Cahaya, Toserba Barata, Siolatama serta Arjuna Plaza hancur
dilempari batu. Hotel Kalimantan, pasar swalayan Sarikaya di Pasar Baru, serta gedung
bioskopnya, dibakar. Tak ada satu pun toko di Banjarmasin yang buka sepanjang Jumat
kemarin. Puluhan mobil kebakaran dikerahkan ke kota. Demikian juga sejumlah panser milik
Korem dikerahkan ke setiap sudut jalan. Situasi dapat dikendalikan sekitar pukul 16.00.
Sampai pukul 24.00 Wita, listrik di seluruh Banjarmasin masih padam.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) ABRI Brigjen TNI Slamet Supriadi mengutarakan,
kerusuhan besar-besaran yang terjadi di Banjarmasin sudah merupakan tindak pidana. Pihak
keamanan akan menindak tegas seluruh pelakunya sesuai ketentuan hukum.
"Ini merupakan tindakan tidak bermoral yang telah melampaui batas-batas toleransi sebagai
bangsa. Kita akan tindak tegas perbuatan tersebut," kata Supriadi Jumat malam di Jakarta.
"Mabes ABRI sangat menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut, di tengah bangsa ini
memperjuangkan kehidupan berdemokrasi," lanjutnya.
Kompas, Sabtu, 24 Mei 1997
In Banjarmasin
The final campaign of Golkar, in Banjarmasin, was also colored by riot, between the Golkar
mass parading with vehicles and the local residents.
The incident was triggered by two fingers held high by people in the parade, being answered
by one.
As a result, 4 cars in the parade were wrecked, 6 motorcycles burned. Part of the Golkar
Regional Directing Board office was burned. The residence of the Golkar treasurer had all its
front windows broken. A HKBP church on Jalan Pangeran Samudera was burned by the
crowd. Residences of several officials had their windows broken.
Supermarkets and department stores were stoned. The Sarikaya supermarket and movie
theatre, Hotel Barito, were burned.
Dozens of firefighting vehicles were mobilized, armored cars were stationed on street
corners.
The Armed Forces Information Center Head, Brig.Gen. Slamet Supriadi, commented that
the large-scale rioting by supporters of the Development Unity Party (PPP) in Banjarmasin,
South Kalimantan, has been planned from the beginning. Because that is a criminal act, the
security apparatus will act firmly against the perpetrators in accordance with prevailing laws.
"The acts without morals which have exceeded the national bounds of tolerance have been
carried out by the PPP supporters mass. We will act firmly against that," said Supriadi to
Konmpas on Friday night in Jakarta. "The Armed Forces Headquarters deeply regret the
occurrence of this incident while this nation is in the midst of promoting democratic life," he
continued.
Kompas, Minggu, 25 Mei 1997
Ibu Kota Normal
* Kerusuhan di Banjarmasin dan Bangil Teratasi
Jakarta, Kompas
Memasuki hari pertama Minggu Tenang, situasi di Ibu Kota Sabtu (24/5) kembali normal.
Aparat keamanan juga telah berhasil mengatasi keadaan di kota-kota lain yang dalam
kampanye hari terakhir dilanda kerusuhan, termasuk Banjarmasin di Kalimantan Selatan, dan
Bangil di Jawa Timur.
Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI Namoeri Anum mengatakan, kerusuhan di
Banjarmasin yang menimbulkan banyak kerugian, termasuk beberapa orang korban
meninggal sudah dapat diatasi. Sementara Gubernur Kalimantan Selatan Gusti Hasan Aman
menilai, sulit sekali menyebut peristiwa di Banjarmasin itu sebagai "spontanitas", karena
melihat teknik dan cara yang dilakukan seperti terencana dan diatur lebih dahulu. Mengenai
kerusuhan di Bangil, Kepala Pusat Penerangan ABRI Brigjen TNI Slamet Supriadi
menegaskan, tidak ada korban yang jatuh akibat tembakan peluru.
Sementara itu untuk menjaga ketenangan dalam Minggu Tenang ini, Menteri Dalam Negeri
(Mendagri)/Ketua Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) Moch Yogie S Memet meminta semua
pihak tidak melakukan kegiatan kampanye atau kegiatan lain yang mengarah ke bentuk
kampanye.
Menurut pengamatan Kompas, warga Ibu Kota sudah kembali melakukan kegiatan
sehari-hari. Jakarta sudah siap memasuki Minggu Tenang. Hari pertama masa tenang juga
ditandai dengan pembersihan berbagai alat peraga kampanye oleh para kader ketiga
organisasi peserta pemilihan umum (OPP) sejak dini hari. Sejumlah jalan di wilayah Jakarta
Selatan dan Jakarta Pusat - dua wilayah yang dilanda kerusuhan Jumat (23/5) - dapat
dikatakan telah bersih dari berbagai alat peraga kampanye. Kalaupun ada bendera OPP
yang masih belum diturunkan, itu antara lain hanya karena agak sulit untuk diambil. Misalnya
tersangkut kabel-kabel listrik atau terletak di dahan-dahan pohon tinggi.
Di jalan protokol (Jl Thamrin dan Jl Jenderal Sudirman), para petugas menurunkan tanda
gambar ketiga OPP dan menggantinya dengan bendera merah putih. Hilangnya berbagai
atribut kampanye, membuat suasana Jakarta terasa sangat berbeda. Jakarta dapat dikatakan
jauh dari suasana hingar-bingar kampanye. Banyak warga Ibu Kota menyatakan rasa terima
kasih mereka kepada satuan-satuan ABRI yang berhasil menjaga keamanan dan
ketentraman masyarakat selama berlangsungnya masa kampanye.
Jangan keluar malam
Dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan dilaporkan, situasi kota umumnya dalam keadaan
tenang. Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI Namoeri Anum meminta warga Kalimantan
Selatan, khususnya Banjarmasin untuk tidak cemas. "ABRI beserta jajarannya selalu berada
di samping rakyat,"tegas jenderal berbintang dua itu.
Saat ini ada sekitar 600 anggota pengamanan, terdiri dari 200 orang (2 Satuan Setingkat
Kompi/SSK) yang didatangkan dari satuan Brimob Jakarta, 200 anggota dari Batalyon
Infanteri di Balikpapan, dan sisanya aparat keamanan di Kalsel sendiri. Mereka telah mampu
mengamankan situasi.
Pangdam mengimbau masyarakat untuk tidak keluar rumah pukul 20.00 sampai 05.00
waktu setempat (Wita) mulai Sabtu kemarin. Imbauan keluar malam ini berlaku sampai batas
waktu yang belum ditentukan.
"Tapi ingat, ini bukan jam malam. Masyarakat hanya diimbau tidak keluar rumah selama
waktu itu guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," tutur Panglima usai meninjau
sejumlah lokasi kerusuhan. Pangdam didampingi Gubernur Gusti Hasan Aman, Komandan
Korem 101/Antasari Kol Inf Bachtiar Lutfi S, Pengurus MUI Kalsel Asywadi Syukur,
pimpinan ketiga OPP, dan pemuka agama.
"Siapa mereka (perusuh) ini, ya perusuh yang entah dari mana datangnya. Karena itu marilah
kita serahkan kepada polisi untuk memproses pelakunya yang sudah tertangkap," kata
Panglima.
Sebagaimana dilaporkan, kata Pangdam, aparat keamanan sudah menangkap 50 orang,
yang diduga sebagai perusuh. Mereka akan dimintai keterangan oleh penyidik. Korban yang
luka berat dan ringan akibat kerusuhan itu tercatat 118 orang (warga masyarakat) dan lima
petugas keamanan. Kini mereka dirawat di beberapa rumah sakit di Banjarmasin.
Dengan adanya kerusuhan itu, Panglima mengimbau semua pihak termasuk para ulama dan
pimpinan ketiga OPP untuk segera menghilangkan rasa sakwasangka atau saling tuduh. Ia
mengajak mereka untuk kembali menjalin rasa kesatuan dan persatuan.
Keadaan kota Banjarmasin yang semula mencekam mulai normal.
Gubernur Gusti Hasan Aman mengatakan, sulit menyebut peristiwa itu terjadi secara
spontan, karena melihat teknik dan cara yang dilakukan seperti berencana dan diatur lebih
dahulu. "Mula-mula membakar Mitra Plaza, Sekretariat DPD Golkar tingkat I Kalsel, gereja,
Shinta Restoran dan terakhir Hotel Kalimantan, yang kebetulan Ketua Umum MUI Hasan
Basri dan Menseskab Saadillah Mursyid serta saya berada di sana," ucap Gubernur Kalsel
Gusti Hasan Aman. "Gerakan mereka seperti dikendalikan dan direncanakan lebih dahulu,
jadi tendensius sekali," tegas Gubernur Kalsel. Akibat pembakaran yang dilakukan perusuh,
menurut Gubernur, ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal.
Gubernur selanjutnya mengharapkan kejadian yang menyedihkan itu merupakan yang
pertama kali dan terakhir kali. Senada dengan Pangdam, Gubernur meminta semua pihak
kembali dalam kerukunan, persatuan dan kesatuan.
Kantor berita Antara melaporkan, Kepolisian Resor Kota Banjarmasin hari Sabtu siang
(24/5) menerima informasi dari petugas pemadam kebakaran tentang ditemukannya
tumpukan kerangka hangus di lantai II gedung Mitra Plaza, Banjarmasin menyusul kerusuhan
hari Jumat (23/5). Tumpukan yang diduga kerangka mayat manusia itu terpencar pada tiga
tempat di toko busana Siola Mitra di lantai II gedung berlantai empat itu.
Kepala Kepolisian Resor Kota Banjarmasin Letkol. Friedy Tjiptoadi kepada Kepala
Kepolisian Daerah Kalsel Kol (Pol) Sanimbar melaporkan, tumpukan kerangka itu
diperkirakan sedikit-dikitnya milik 60 orang. Melalui penelitian petugas tim dokter Polresta
Banjarmasin, kerangka tersebut menumpuk pada tiga tempat yang saling berdekatan menuju
keluar toko busana itu.
Imbauan Gus Dur
Di Jakarta, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Abdurrahman
Wahid menyerukan agar warga NU tetap tenang dan tidak terpancing isu apa pun. Warga
NU agar melakukan kegiatan seperti biasa. Ia juga minta pemerintah untuk tetap
melangsungkan pemilu pada 29 Mei.
Dalam jumpa pers di Kantor PBNU Sabtu (24/5), Gus Dur - panggilan Abdurrahman
Wahid - menyatakan, meluasnya kerusuhan di basis-basis NU merupakan pola yang sama
untuk mempersalahkan dan mendiskreditkan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang
dipimpinnya itu. Kalau pemilu gagal dilaksanakan, katanya, NU akan dijadikan kambing
hitam.
"Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi Jumat (23/5) di berbagai kota, seperti Banjarmasin,
Bangil, Cirebon, adalah upaya-upaya nyata untuk mempersalahkan NU," kata Gus Dur.
Dikemukakan, aksi kekerasan dalam kerusuhan itu juga dilengkapi alasan penjelasnya,
seperti yang ditemuinya 2-3 minggu terakhir, dalam kampanye yang sangat intensif melalui
internet, pamflet gelap, dan pemberitaan media massa dari beberapa tokoh gerakan Islam.
Semua berupaya mendiskreditkan dirinya secara habis-habisan.
Tentang perjalanannya dengan Mbak Tutut yang dinilai sementara orang sebagai "kampanye
Golkar secara terselubung", Gus Dur mengatakan, "Tujuannya untuk memperkenalkan
seorang tokoh nasional kepada para kiai yang umumnya dari PPP."
Ia menambahkan, perjalanan itu tidak dapat dikaitkan dengan ketidakpuasan warga NU
terhadap dirinya, karena pada umumnya para kiai yang mendengarkan acara itu berasal dari
PPP. Kalau perjalanan dengan Mbak Tutut dikatakan untuk meng-Golkar-kan, kiai-kiai NU
yang tokoh PPP itu tidak akan datang. Gus Dur menegaskan, warga NU bebas memilih
partai mana yang disukainya.
(Tim Kompas/Antara)
Kompas, Minggu, 25 Mei 1997
Capital Normal
*Riots in Banjarmasin and Bangil Under Control
Jakarta, Kompas Online
Entering the first day of the Tranquil Week the situation in the Capital was Sunday (24/5)
again normal. Security forces also succeeded to have the situation in other cities under
control, which at the last campaign day were rocked by violence, including Banjarmasin and
Bangil.
To guard serenity in this Tranquil Week the Minister of Home Affairs/Chairman of the
Indonesian Elections Committee (PPI) Moch Yogie S Memet asked all parties to refrain
from activities inclined to become campaigns.
Kompas observed that the citizens of the Capital are performing their daily work already.
Jakarta is ready to enter the Tranquil Week.
The first day also started with the cleaning up of various attributes by the three participating
parties of the general elections (OPP).
At Jl Thamrin and Jl Sudirman the pictures of the three OPP were replaced by red and white
flags.
Don't go out at night
From Banjarmasin, South Kalimantan was reported that the town's general situation is
normal. The VIth Military Regional Commander (Pangdam VI)/Tanjungpura Major General
Namoeri Anum asked the citizens of South Kalimantan, particularly Banjarmasin, not to be
concerned. The Armed Forces and his subordinates are always with the people.
At the moment there are 600 security members consisting of 200 persons (2
companies/SSK) from the Mobile Brigade (Brimob) of Jakarta, 200 men from the Infantery
Batalyon of Balikpapan and 200 men from South Kalimantan's own security forces, who are
able to pacify the region.
The Pangdam asked the citizens however not to leave the houses from 20.00 hours until
05.00 hours Central Indonesia Time starting from yesterday, Saturday, for an undefined
period.
"But remember, this is no curfew. The people are only appealed not to go outside at those
hours to avoid unwanted matters," the Commander said after observing some spots of the
riots. He was backed up by Governor Gusti Hasan, the Regiment Commander, the three
OPP and religious leaders.
According to the Pangdam 50 suspects as rioters have been caught and are now
investigated. Due to the riots 118 citizens and five security members are presently treated at
the Banjarmasin hospital.
The Governor hoped that this saddening incident was the first and the last. Like the Pangdam
he asked all parties to return to unity and integrity.
Gus Dur's appeal
In Jakarta KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), the Nahdlatul Ulama (NU) leader appealed
to all NU members to remain calm and not to be provoked by whatever. He said that the
spreading of riots at NU bases had the same pattern, to discredit the biggest Moslem
organization in Indonesia. If the general elections failed, NU would be made the black sheep.
The riots which happened on Friday (23/5) at various places like Banjarmasin, Bangil,
Cirebon, are according to Gus Dur clear efforts to accuse NU. He also found in the last 2-3
weeks very intensive campaigns through internet, clandestine pamphlets and mass media
releases from some exponents of Moslem movements which want to discredit him
completely. A number of NU kiais (venerated Moslem scholars) in PPP were according to
him already influenced, like Kiai Maimun Zuber, Chairman of the Central Advisory Council
of the PPP who stated in his speeches the anger of NU members about the trips of Gus Dur
with Mbak Tutut, the meeting with the kiais and istighosah they performed. His trips with
Mbak Tutut were by some called "disguised Golkar campaigns". Gus Dur clarified that if his
trips with Mbak Tutut were to Golkarize, the NU kiais who were PPP prominents would not
come. Gus Dur iterated that NU members were free to elect the party they liked.
Kompas, Senin, 26 Mei 1997
Kerusuhan di Banjarmasin
133 Orang Hangus Terbakar
Banjarmasin, Kompas
Jumlah korban yang tewas di kompleks pertokoan Siola Mitra Plaza, Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, yang terbakar dalam kerusuhan yang melanda kota itu Jumat (23/5) lalu,
terus bertambah.
Kantor berita Antara menyebutkan, hingga pukul 18.00 waktu setempat (Wita) hari Minggu
(25/5), telah ditemukan 131 mayat yang hangus terbakar di lantai dua kompleks pertokoan
itu. Dengan demikian, seluruh korban yang tewas akibat kerusuhan Banjarmasin berjumlah
133 orang, karena sebelumnya telah ditemukan masing-masing satu tewas terbakar di toko
swalayan Sarikaya dan toko Lima Cahaya.
Anggota regu penolong dari Korps Tenaga Sukarela (SKR) PMI cabang Banjarmasin
menyebutkan, tambahan jumlah kerangka hangus ditemukan pada lantai dua Siola Mitra,
sedangkan lantai tiga dan empat dinyatakan tidak ditemukan korban.
Situasi Banjarmasin berangsur pulih. Arus lalu lintas mulai lancar. Meskipun demikian,
suasana kota masih belum seperti biasanya, karena aparat keamanan masih tetap siap siaga
di jantung kota.
Toko-toko di kawasan pertokoan Sudimampir, Ujungmurung, Pasar Baru, dan Pasar Lama
masih tetap belum berani membuka tokonya. Kecuali di pinggiran kota, warung-warung
kopi, teh dan makanan ringan sudah mulai menggelar jualannya. Aparat keamanan, setiap
1,5 jam melakukan patroli ke berbagai sudut kota mengontrol situasi, sebab masih ada isu
yang beredar bahwa perusuh akan membakar permukiman penduduk.
Lebih terasa mencekam di malam hari, karena aparat keamanan mengimbau untuk tidak
keluar rumah sejak pukul 20.00 Wita. Imbauan ini benar-benar menjadikan kota
Banjarmasin sepi, kecuali petugas keamanan yang berjaga-jaga. Kendati demikian, warga
masyarakat tetap bisa ke luar rumah di malam hari, namun hanya untuk keperluan mendesak,
seperti membeli obat di apotek atau ke rumah sakit.
Tiga rumah sakit
Mayat yang hangus secara bertahap diangkut ke rumah sakit. Ketiga rumah sakit yang
ditunjuk melakukan bedah mayat (otopsi) terhadap kerangka korban ialah RSU Ulin, RS
Islam Banjarmasin dan RSAD Dr Soeharsono.
Untuk membantu proses pengenalan jati diri korban, telah tiba di Banjarmasin Tim Pusat
Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian RI.
Menurut catatan Kompas, di RS Ulin tengah dirawat 65 orang karena luka berat/ringan
karena terbakar, 19 orang di RS Islam dan lima di RS Suaka Insan. Usia mereka relatif
masih muda antara 16-28 tahun, semuanya penduduk Banjarmasin.
Ketua Umum DPW PPP Kalsel Syafriansyah menyatakan prihatin terhadap peristiwa 23
Mei yang menelan banyak korban jiwa. Seluruh jajaran DPW PPP menyatakan
belasungkawa terhadap keluarga korban. Namun ia menolak anggapan bahwa kejadian itu
ada hubungannya dengan massa PPP. PPP, katanya, tak pernah membuat instruksi untuk
melakukan kerusuhan.
Sementara itu, dari Palangkaraya Kalteng diperoleh laporan, mulai beredar isu yang
menyatakan bahwa pada 28 Mei nanti akan muncul kerusuhan serupa dengan Banjarmasin,
yakni akan membakar semua toko, bank dan kantor pemerintah.
Tetap sehat
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Hasan Basri di kediamannya
mengungkapkan, ia tetap selamat dan sehat walafiat, meski sempat terkurung di Hotel
Kalimantan, Banjarmasin, selama lima jam. Sebagian besar bangunan hotel tersebut terbakar
akibat kerusuhan.
"Sampai sekarang saya tetap sehat dan tidak terluka sedikit pun," ujarnya di hadapan
wartawan. Kiai tersebut dapat meninggalkan tempat kelahirannya, Banjarmasin, dan kembali
ke Jakarta, Sabtu (24/5) petang.
Hasan Basri dapat dikeluarkan dari hotel yang terbakar dibantu satuan petugas Brimob
sekitar pukul 21.00 Wita hari Jumat, bersama dengan juru kampanye nasional (Jurkamnas)
Golkar Saadilah Mursyid, yang juga Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab), dan sekitar
60 orang lainnya.
Ia hadir di Banjarmasin untuk membacakan sebuah doa, yang disebutnya "Doa Nasional
Pemilu 1997" dalam kampanye Golkar putaran terakhir di sana. Ia diundang oleh jurkamnas
Saadilah Mursyid. Karena kerusuhan, kampanye tersebut dibatalkan, dan doa tersebut tidak
jadi diucapkan oleh KH Hasan Basri. Tentang kerusuhan, Hasan Basri mengatakan,
pelakunya adalah para penyusup. (bal/aji/bb)
Kompas, Senin, 26 Mei 1997
Riot fire fatalities increase
* 133 corpses found already
Banjarmasin, Kompas Online
The number of dead in the Siola Mitra Plaza shopping complex, in Banjarmasin, South
Kalimantan, which burned in the riots which befell that town last Friday (23/5), continues to
increase.
The Antara news agency mentions that until 18.00 on Sunday yesterday (25/5), already 131
totally burned corpses have been found on the second floor of the shopping complex.
Members of the Banjarmasin branch of the Red Cross Volunteer Corps mentioned that the
additional burned skeletons were found on the second floor of the building, while it was
stated that on the third and fourth floors no victims were found.
So the number of victims who died as a result of the Banjarmasin riots now totals 133
persons, because previously one person each was found burned to death respectively in the
Sarikaya supermarket and the Lima Cahaya shop.
The burned corpses were transported to the hospital in waves. The three hospitals assigned
to carry out autopsies on the skeletons of the victims are the Ulin General Hospital, the
Banjarmasin Islamic Hospital, and the Dr Soeharsono Army Hospital.
"The autopsies are to find the identities of the victims, even the tiniest items, considering that
the condition of the skeletons is no longer complete," said a member of the team of
physicians of the Banjarmasin police. He could not yet make out who the burned corpses
originally were, whether from visitors to Mitra Plaza, from a group of rioters, or from the
employees.
To assist in the identification process, a Central Forensic Laboratory Team from Police
Headquarters arrived in Banjarmasin yesterday.
Besides involving medical personnel from the City Resort Police and the South Kalimantan
Regional Police, a number of members of the Banjarmasin branch of the Red Cross
Volunteer Corps also assisted fulltime until the evacuation was completed. Besides finding
skeletons and a few identity cards of the victims, duty functionaries also found a number of
evidence items, in the form of sharp weapons, near the skeletons.
Meanwhile, as noted by Kompas, in the Ulin General Hospital, 65 persons are undergoing
treatment for serious/minor burns, 19 persons in the Islamic hospital, and five in the Suaka
Insan hospital. These are relatively young people of 16-28 years, all residents of
Banjarmasin.
In the meantime, from Palangka Raya in Central Kalimantan reports come about rumors that
on 28 May riots will occur similar to Banjarmasin, namely that all shops, banks and
government officies will be burned.
The South Kalimantan PPP Regional Directing Board General Chairman, Syafriansyah, has
stated his concern about the 23 May incident which has claimed many victims. And the entire
Regional Directing Board expressed its condolences to the families of the victims. But he
rejected the opinion that the event was connected to the PPP mass. The PPP, he said, never
made an instruction to carry out riots.
Gradually nornmal
The situation in Banjarmasin has gradually returned to normal. The community is resuming its
activities, traffic beginning to run smooth. But the situation in Banjarmasin is still tense, the
security apparatus still being on the alert.
Shops in the shopping zones of Sudimampir, Ujungmurung, Pasar Baru, and Pasar Lama are
still closed. On the periphery of the town, beverage and snack stalls have started to display
their wares. Every one and a half hour, security units go on patrol to various locations of the
town, because there are still rumors that rioters will set fire to residences.
At night the atmosphere is oppressive, as there is an appeal not to go outdoors after 20.00.
Banjarmasin then appears like a ghost town.
Still healthy
The General Chairman of the Indonesian Religious Teachers Council (MUI), KH Hasan
Basri, disclosed in his residence yesterday that he was still safe and healthy, although he had
been unable to leave the Hotel Kalimantan, in Banjarmasin, for five hours, and the greater
part of the hotel had burned due to the riots. He returned to Jakarta on Saturday afternoon
(24/5).
He was taken out of the hotel by a unit of Mobile Brigade agents around 21.00 on Friday,
together with the national campaign executive Saadilah Mursyid, who is also
Minister/Cabinet Secretary, and about 60 other persons.
He was in Banjarmasin to read out a special prayer at the final campaign round of the
Functional Group. He had been invited by Saadilah Mursyid. Because of the riots, both the
campaign and the prayer did not take place.
Concerning the riots, KH Hasan Basri said that the perpetrators were irresponsible
infiltrators. He expressed his puzzlement why the historical churches in Banjarmasin were
also burned. According to the scholar who originally came from Banjarmasin, all this while,
interrreligious relations there have always been good. (*)
Kompas, Selasa, 27 Mei 1997
Kapolri tentang Kerusuhan di Banjarmasin
123 Pelaku Kerusuhan Tewas Terbakar
Jakarta, Kompas
Kapolri Letjen (Pol) Dibyo Widodo menegaskan, data yang diperoleh hingga hari Senin
(26/5) pagi menyebutkan, warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang tewas terbakar
jumlahnya 123 orang. Jumlah itu kemungkinan masih akan bertambah, karena petugas belum
selesai membongkar gedung-gedung yang rusak dan terbakar akibat kerusuhan Jumat (23/5)
lalu.
"Kami menemukan bukti-bukti bahwa yang tewas terbakar itu adalah pelaku kerusuhan yang
akan merampok pertokoan Mitra Plaza. Jadi tidak ada hubungannya dengan kampanye,"
tegas Dibyo, saat meresmikan bangunan flat bujangan di Asrama Polisi Jati Petamburan,
Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Kadispen Polri Brigjen (Pol) Nurfaizi mengatakan, selain 123 orang yang
tewas, korban luka berat dalam kerusuhan ini sebanyak 118 warga sipil, dan lima anggota
ABRI. Polisi juga menangkap 181 pelaku kerusuhan yang tertangkap tangan melempar batu
dan membakar. "Mereka inilah yang disebut perampok toko, kriminal," tegas Nurfaizi.
Sebelumnya, Kantor Berita Antara menyebutkan, jumlah korban yang tewas terbakar
berjumlah 133 orang, 131 di antaranya terbakar di Mitra Plaza Banjarmasin (Kompas,
26/5).
Barang bukti yang disita sebanyak 50 senjata tajam berbagai jenis, 78 motor, 12 sepeda
dayung, dua truk pengangkut barang-barang jarahan berupa barang elektronik, kain dan
pakaian.
Kerusuhan ini, menurut Nurfaizi, terjadi karena ada isu yang tidak bertanggung jawab yang
menimbulkan kemarahan warga. Massa mulai berkerumun sejak pukul 13.30 waktu
setempat (Wita) di beberapa tempat. Makin lama kerumunan itu makin banyak dan meluas
hampir di seluruh kota Banjarmasin. Semakin banyak jumlah massa, mereka makin tidak
disiplin. Mereka melempari dan merusak pusat pertokoan di Jl Hasanudin, Pangeran
Samudra, MT Haryono, Ahmad Yani, Pasar Sudimampir, dan Jalan Pasar Baru.
"Usaha maksimal Pamsung (Pengamanan langsung) dan Pamtaksung (Pengamanan tak
langsung) telah digelar. Namun mereka tidak mau menuruti imbauan aparat keamanan, untuk
tidak merusak harta benda, sehingga merugikan orang lain," kata Nurfaizi.
Pada pukul 15.00 Wita, tindakan massa di Jalan Pangeran Antasari dan Pangeran Samudra,
nampak makin kasar. Mereka mulai tidak puas dengan hanya melempari gedung-gedung,
tetapi juga membakar kendaraan. Massa pun bergerak ke Hotel Kalimantan, pusat
perbelanjaan Lima Cahaya dan Sarikaya. "Mereka mulai membakar dan menjarah isinya. Ini
tindakan kriminal oleh gerombolan kriminal. Kami hanya melihatnya dari kacamata
penegakan hukum dan penegak hukum," tegas Nurfaizi.
Dengan membawa alat pemukul, senjata tajam, bom molotof, serta meneriakkan yel-yel
yang tidak sopan, perusuh bergerak membakar pusat pertokoan, pusat perbelanjaan, dan
sekitar 100 rumah warga. Pada pukul 18.00 Wita massa bergerak ke pertokoan Mitra
Plaza. Di sana mereka merusak, membakar dan menjarah barang-barang.
Aparat keamanan baru menguasai keadaan sekitar pukul 19.00 Wita, setelah bantuan dari
Pamtaksung dan dari Jakarta tiba di lokasi kerusuhan. Namun aparat tidak berhasil
menyelamatkan gedung yang dibakar, karena mobil pemadam kebakaran dihadang massa
dan airnya dibuang.
Akibat kerusuhan tercatat 20 kendaraan roda empat dibakar dan 16 mobil dirusak. Massa
juga membakar 34 kendaraan roda dua. Bangunan yang dibakar adalah dua hotel, tiga pasar
swalayan, dua pusat perbelanjaan, dan 100 rumah.
Sedangkan bangunan yang dirusak, satu pusat pembelanjaan, satu gedung kantor
pemerintah, tiga bank, 37 toko di Jl Hasanudin, 20 toko di Jl A. Yani, 22 toko di Jl P.
Samudera, 15 toko di Jl Arjuna, 19 toko di Jl Pasar Baru, dan 31 toko di Pasar
Sudimampir. "Jumlah total 144 toko yang dirusak," kata Nurfaizi. Korban jiwa yang terbakar
123 orang, yakni 121 di Pusat Perbelanjaan Mitra Plaza dan dua di pertokoan Lima
Cahaya.
Sebanyak 121 orang yang terbakar di pertokoan Mitra Plaza itu, terjebak di lantai II.
Nurfaizi menegaskan, mereka yang terbakar bukanlah karyawan toko melainkan pelaku
kerusuhan yang ingin menjarah toko itu.
"Pemilik toko telah memulangkan pegawainya sekitar pukul 12.00 Wita. Pada saat itu juga
genset dimatikan dan toko ditutup. Para penjarah masuk lewat pintu belakang dan
mengambil makanan yang ada di lantai III. Ketika mereka berada di lantai II, tempat pakaian
dan barang elektronik, mereka terjebak api," kata Nurfaizi.
Ketika api padam, petugas menemukan 121 orang itu tewas dengan posisi sedang memeluk
kipas angin, memeluk pakaian dan sebagian besar tergeletak di dekat meja kasir. Di sisi
jenazah mereka juga ditemukan beberapa kaleng makanan dan minuman yang seharusnya
ada di lantai III.
Petugas juga menemukan beberapa senjata tajam seperti celurit dan golok di sekitar mereka.
"Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri telah diturunkan untuk menyelidiki
dan mengidentifikasi mereka," kata Nurfaizi.
Normal kembali
Dari Banjarmasin dilaporkan, Gubernur Gusti Hasan Aman menegaskan, situasi kota
Banjarmasin hari Senin berangsur pulih, kegiatan ekonomi kembali normal. "Saya lega dan
mudah-mudahan tak akan terjadi gejolak seperti hari Jumat lalu. Masyarakat pun diharapkan
tetap tenang dan tidak terpancing isu menyesatkan," katanya usai meninjau lokasi pertokoan
di kota Banjarmasin.
Pasar Antasari yang menampung lebih 3.000 pedagang kecil dan menengah, mulai kemarin
kembali menggelar jualannya sebagaimana biasa. Demikan pula di Pasar Kuripan, Pasar
Lama dan Pasar Baru.
Namun, menurut mereka, trauma itu masih ada dan karena itu kemungkinan besar tokonya
akan ditutup pukul 18.00 Wita. "Biarlah untuk sementara siang saja dulu, tak usah sampai
malam seperti dulu," kata seorang pedagang kepada gubernur.
Kantor pemerintah dan bank juga melakukan kegiatannya seperti biasa. Lalu lintas juga
berjalan seperti semula. Namun aparat keamanan masih tetap siap siaga di berbagai tempat
strategis.
Dirawat
Jumlah korban yang tewas, yang menurut pihak keamanan seluruhnya akibat terbakarnya
Mitra Plaza itu, juga tidak jelas jumlah maupun sumbernya. Ada yang menyatakan 142
orang, 136, 133 bahkan ada yang menyebut 170 orang. Pihak kepolisian menyatakan 123
orang, 121 di antaranya di Mitra Plaza. Wakapolresta Banjarmasin Mayor (Pol) Dewi
Hartono yang dihubungi, belum mau berkomentar tentang itu.
Jumlah korban yang dirawat di RS Ulin Banjarmasin semula tercatat 69 luka bakar
berat/ringan. Namun kini tinggal 21 lagi, lainnya sudah kembali ke rumah. Di RS Islam, dari
19, sudah kembali 10 dan di RS Suaka Insan dari 5 tinggal 2.
Dari Palangkaraya (Kalteng) dilaporkan, harga bahan pokok di sejumlah pasar merangkak
naik sebagai dampak kerusuhan di Banjarmasin. Gula pasir misalnya, Rp 1.700-2.000/kg,
padahal semula Rp 1.400/kg. (bal/aji/arn)
Kompas, Selasa, 24 Juni 1997
Menag Prihatin Rusaknya Sejumlah
Tempat Ibadah
Banjarmasin, Kompas
Menteri Agama Tarmidzi Thaher menyatakan prihatin terhadap hancurnya sejumlah rumah
ibadah dalam peristiwa kerusuhan di Banjarmasin 23 Mei lalu, lebih-lebih semua umat
beragama itu sendiri. Ka-rena itu, untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan terutama
menjelang Sidang Umum MPR 1998, pemerintah bersama ABRI akan meningkatkan
keamanan dalam rangka melindungi rakyat.
"Pemerintah dan ABRI tak pernah kompromi terhadap setiap perusuh, di mana pun mereka
berada," tegas Menag, Senin (23/6), usai meninjau sejumlah gereja yang hancur akibat
terbakar dan rusak dilempari batu dalam kerusuhan 23 Mei lalu. Menag didampingi
Gubernur Gusti Hasan Aman, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, Perwalian
Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
(PGI).
Menag menyatakan, berbagai kerusuhan yang terjadi mengakibatkan jemaah, baik katolik,
kristen dan protestan terpaksa melakukan kebaktian di tempat darurat lantaran tempat
ibadah terbakar atau rusak. "Saya tak bisa mengerti, mengapa justru rumah ibadah yang
dituju oleh pihak perusuh. Ini penderitaan bagi umat beragama," katanya.
Pemerintah dan ABRI, kata Menag, tak penah ragu mengambil tindakan dalam rangka
mengamankan masyarakat, termasuk umat beragama.
Kepada ABRI dan satuan keamanan lain yang dengan maksimal melakukan tugas
pengamanan, Menag menyatakan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya.
Ditanya tentang bantuan Depag, menteri menyatakan, akan memberikan bantuan kepada
semua rumah ibadah di daerah ini, namun jumlahnya belum ditentukan. "Saya akan mengirim
Dirjen Bimas Katolik dan Dirjen Bimas Kristen/Protestan dulu untuk menentukan besarnya
bantuan," katanya.
Sementara itu, dua hari sebelumnya Gubernur Kalsel telah memberikan bantuan sebanyak
Rp 39,5 juta kepada rumah-rumah ibadah yang terbakar dan rusak. Dari jumlah itu, Rp 15
juta di antaranya untuk gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) karena terbakar
habis. (bal)
Kompas, Rabu, 28 Mei 1997
Kapolda Kalsel kepada Warga Banjarmasin
Situasi Terkendali, Aparat Jamin
Keamanan
Banjarmasin, Kompas
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Kapolda Kalsel) Kolonel (Pol) Drs
Sanimbar mengimbau agar warga Banjarmasin jangan lagi merasa takut atas terjadinya
kerusuhan 23 Mei lalu yang menelan banyak korban jiwa, karena situasinya kini sudah
sepenuhnya terkendali, dan aparat keamanan menjamin keamanannya.
Imbauan itu dikemukakannya, usai upacara pergeseran Pasukan Keamanan Langsung
(Pamsung) Pemilu 1997 di Banjarmasin, Kalsel, hari Selasa (27/5). Kapolda Kalsel juga
menjamin keamanan pada pelaksanaan pemungutan suara 29 Mei di Banjarmasin dan
sekitarnya. "Warga masyarakat tak perlu takut, was-was, dan resah untuk datang ke tempat
pemungutan suara (TPS) yang disediakan," ujarnya.
Secara umum situasi Banjarmasin yang berpenduduk 500.000 orang sudah membaik.
Seluruh toko di Jalan Sudimampir, Ujung Murung, Niaga Utara/ Selatan/ Timur, Pasar Baru
dan tempat lainnya buka seperti biasa. Demikian juga warung-warung kecil, yang sehari
sebelumnya masih tutup. Imbauan untuk tidak keluar malam yang semula ditetapkan dimulai
pukul 20.00 Wita, mulai kemarin malam diubah menjadi pukul 22.00 Wita. Namun
kendaraan umum pada malam hari masih susah ditemui.
Menurut Kapolda, mengingat pelaksanaan pemungutan suara tinggal 48 jam lagi, maka
setiap petugas keamanan diminta untuk mencermati dan mewaspadai setiap perkembangan
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di daerah ini, terutama di lokasi
kantung-kantung yang rawan dari segi politik.
Kerawanan itu, katanya, terjadi karena munculnya manuver politik yang cenderung mengarah
kepada persaingan yang tidak sehat, baik itu di dalam kelompok maupun antarkelompok
dalam masyarakat. "Inilah antara lain yang menjadi pemicu terjadinya perubahan dan
perkembangan situasi dewasa ini," tambahnya.
Kapolda Kalsel mengungkapkan untuk menjamin kelancaran hari "H" pemungutan suara di
Banjarmasin, sekarang ditambah personel dari Balikpapan dan Jakarta sebanyak tiga SSP
(Satuan Setingkat Peleton) atau sekitar 100 personel Brimob. Selain itu, juga ada enam unit
panser yang selalu bersiaga, dan sebagian melakukan patroli keliling kota. Dengan demikian,
sekarang paling tidak ada 500 personel ABRI yang diperbantukan di Banjarmasin.
Sudah 372 orang
Sampai kemarin, sedikitnya tercatat sebanyak 372 orang yang datang ke Polresta
Banjarmasin untuk melaporkan bahwa anggota keluarganya belum pulang ke rumah setelah
kerusuhan 23 Mei lalu. Di antara pelapor ada yang mengaku, anggota keluarganya yang
hilang lebih dari satu orang.
Beberapa warga yang sempat ditanya Kompas menuturkan, keluarga yang dicari itu tak
pulang sejak Jumat (23/5) malam. Status mereka pun berbeda-beda, ada buruh, tukang
becak dan ada juga pedagang kecil.
Fahruddin warga Kuin Utara misalnya, melaporkan saudaranya Nurhayati belum kembali ke
rumah sejak 23 Mei itu. Saat kampanye Jumat itu, Nurhayati memang ingin nonton
kampanye salah satu OPP.
Juga Munawar warga Pelam-buan Ujung yang dilaporkan hilang oleh iparnya Januar.
Munawar bekerja sehari-hari sebagai tukang ojek. Tapi pada 23 Mei lalu dia tidak
mengojek, menonton kampanye, jadi sepeda motornya masih ada di rumah. Sedangkan
Supardi telah melaporkan anaknya Mulyadi juga hilang. Mulyadi belum bekerja, masih ikut
orangtuanya.
Ditanya kapan mayat-mayat itu akan dikebumikan, Kapolda mengatakan, ia masih
memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil, jika memang mengenali bahwa
yang tewas itu keluarganya. "Jangan dikira keluarganya tak bisa mengenali, sudah ada yang
mengenalnya meski hanya tinggal kerangka. Sudah puluhan mayat yang diambil keluarganya.
Jika tak ada lagi yang datang, mungkin satu dua hari ini kita makamkan secara massal,"
katanya.
Ny Asminiati warga RT 34 Pasir Mas, Banjar Barat yang melaporkan dua anggota
keluarganya hilang, yakni Fadlan (30) dan Ramli (27), berhasil mengenali mayat Fadlan di
antara sekian banyak kerangka di Mitra Plaza. "Dari jam tangan merek Rado, dan jaket
buatan Korea, kami yakin itu mayat Fadlan," ucap Asminiati terputus-putus. "Sekarang kami
masih mencari di mana posisi Ramli. Yang jelas di seluruh rumah sakit, setelah dicek Ramli
tidak ditemukan. Mereka berdua pekerja kasar di salah satu proyek pembangunan salah
satu kantor di Banjarmasin," tuturnya.
Tak benar ditembak
Mengenai jumlah korban tewas, Kapolda menyatakan, sesuai laporan ke Mabes Polri
tercatat 123 orang tewas, 121 di antaranya tewas di Mitra Plaza lantai II, dan dua lainnya
tewas di Toserba Sarikaya dan Lima Cahaya. Ke-123 korban yang tewas, menurut laporan,
sebagian besar dari kelompok perusuh yang masuk dengan maksud menjarah barang-barang
di dalam pertokoan itu.
Kapolda membantah isu yang menyatakan bahwa korban yang tewas itu karena tertembak
petugas keamanan. "Tidak ada korban kena tembak petugas keamanan sebagaimana
diisukan orang. Ndak ada itu, cuma isu. Korban yang tewas benar-benar terbakar,
terkurung api," katanya.
Terhadap kelompok perusuh yang ditahan untuk dimintai keterangan, Kapolda menyatakan,
jumlahnya 106 orang - bukan 181 orang sebagaimana diberitakan Kompas (27/5) -dan
beberapa di antaranya sudah dipulangkan. "Statusnya masih dimintai keterangan, dan belum
berstatus tersangka," tegasnya.
Dikemukakan, polisi juga telah menemukan sejumlah barang bukti seperti clurit, golok,
tombak dan alat pemukul lainnya di beberapa tempat seperti Mitra Plaza dan Sarikaya. Alat
inilah yang diduga digunakan untuk melakukan penganiayaan terhadap warga lainnya. "Saya
tak tahu persis jumlahnya, tapi cukup banyak," ujarnya.
Komnas kirim tim
Rapat Koordinasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Rakor Komnas HAM) kemarin
memutuskan untuk membentuk dua Tim Pencari Fakta (TPF) untuk diberangkatkan ke
Banjarmasin (Kalsel) dan Jepara (Jateng) guna mengumpulkan fakta-fakta seputar
kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di kedua kota itu.
Sekretaris Jenderal Komnas HAM Baharuddin Lopa menegaskan hal itu kepada wartawan
usai Rakor Komnas HAM semalam. Rakor itu antara lain dihadiri Ketua Komnas Munawir
Sjadzali, Miriam Budiardjo (Wakil Ketua I) dan Marzuki Darusman (Wakil Ketua II).
TPF Komnas HAM ke Banjarmasin beranggotakan Baharuddin Lopa, Soetandyo
Wignyosoebroto, Asmara Nababan, Mohamad Salim, dan Samsudin. Sementara TPF
Komnas HAM ke Jepara beranggotakan Koesparmono Irsan, Satjipto Rahardjo dan
Muladi. Mereka akan berangkat Kamis (29/5) dan Jumat (30/5).
Sebelumnya, delegasi LBH Nusantara mendesak Komnas HAM untuk turun menyelidiki
kerusuhan di Banjarmasin. "Kami meminta Komnas HAM mencari jawaban mengenai
orang-orang yang meninggal, apakah memang kriminal, karena beban buat keluarga
mereka," kata juru bicara Desmond Mahesa yang juga direktur LBHN Jakarta.
Baharuddin Lopa menolak berkomentar tentang kerusuhan di Banjarmasin. "Kami masih
memerlukan pencarian fakta atas kejadian itu sebelum mengeluarkan pernyataan. Komnas
HAM tidak mau berpendapat dengan berdasarkan sebuah prasangka belaka. Tunggu
setelah kami kembali dari Banjarmasin dan Jepara," katanya.
Prihatin
Rakor Komnas HAM juga menyatakan lima sikap terhadap jalannya pelaksanaan Pemilu
1997 yang dinilai sebagai suatu bahan pelajaran yang dapat dipetik dalam menyelenggarakan
pemilu di masa depan. "Komnas HAM masih memandang perlu menyerukan agar Pemilu
sungguh-sungguh dapat terlaksana secara jujur, adil dan tidak memihak (fair)," tutur Lopa.
Selain itu Komnas HAM, menurut Lopa, juga menyatakan keprihatinannya yang mendalam
terhadap begitu mudahnya terjadi pelanggaran HAM dalam bentuk hilangnya nyawa
manusia, hilang/rusaknya harta benda dan timbulnya rasa takut dan cemas di masyarakat.
Ditambahkan Lopa, "Komnas HAM juga menegaskan sekali lagi bahwa memberi suara
dalam pemilu adalah hak, untuk itu pelaksanaannya hendaknya dilakukan secara bertanggung
jawab".
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, Komnas HAM juga akan melakukan
pemantauan, penyelidikan dan evaluasi menyeluruh terhadap jalannya pelaksanaan Pemilu
1997 sebagai pelaksanaan dari hak asasi manusia demi peningkatan kualitas Pemilu yang
bermoral dan etis. (Tim Kompas)
Kompas, Wednesday, 28 May 1997
South Kalimantan Police Chief: Don't
Be Afraid, The Apparatus Will
Guarantee Safety
Banjarmasin, Kompas Online
The Head of the Provincial Police (Kapolda) of South Kalimantan (Kalsel) Colonel Drs
Sanimbar appealed that the citizens of Banjermasin will not be afraid anymore because of the
riots of last 23 May which took many lives as the situation is presently fully under control and
the security apparatus guarantees safety.
The appeal was made after the ceremony of shifting the Direct Security Forces (Pamsung)
of the 1997 General Elections in Banjarmasin, South Kalimantan on Tuesday (27/5). The
Kapolda Kalsel also guaranteed safety at the voting on 29 May in Banjarmasin and
surroundings. "The citizens need not be afraid, be on the alert or be concerned to come at
the prepared voting places (TPS)," he said.
The situation in Banjarmasin with 500,000 inhabitants has in general improved. All shops at
Jalan Sudimampir, Ujung Murung, Niaga Utara/Selatan/Timur, Pasar Baru and other places
are open as usual. Evenso the small shops, which a day before were still closed. The appeal
not to go out which first was stipulated starting from 20.00 hours Central Indonesia Time
(Wita) has yesterday been changed to 22.00 hours Wita. Public transportation is at night
difficult to be found however.
According to the Kapolda, considering that the general elections are still 48 hours away,
each security official is asked to study and be on the alert for each development of the
society's order and security (kamtibmas) at the region, particularly at critical pockets from
political side.
That critical situation, he said, happened because of political maneuvres which are inclined to
become unhealthy competition, either in a group or among groups in the society. "This is
what among others triggers change and present development of the situation," he added.
The Kapolda Kalsel disclosed that to guarantee the smoothness of D-day of the general
elections in Banjarmasin there are 100 personnel added from the Mobile Brigade, also six
units of armoured cars which are always prepared, while a part patrols the city. So there are
at least 500 personnel from the Armed Forces to assist Banjarmasin.
Already 372 persons
Until yesterday there were at least 372 persons who came to the Banjarmasin police to
report the missing of a member of the family after the last 23 May riots, some reported the
missing of more than one. The missing persons were labourers, pedicab drivers and also
small traders.
Asked about the corpses to be buried, the Kapolda stated still to give the chance to the
family to identify their family. Tens of corpses have already been recognized by the family. If
there are no more who come, the corpses will be buried in a mass grave
Mrs Asminiati from RT 34 Pasir Mas, Banjar Barat, reported the missing of two members of
her family, Fadlan (30) and Ramli (27). She succeeded to recognize the corps of Fadlan
among so many corpses at Mitra Plaza. "From his Rado wristwatch and Korean made
jacket, I'm convinced that it is Fadlan's corps," Asminiati said haltingly.
"Now I am still looking for Ramli. For sure I have not found him in all hospitals I checked.
They worked as manual labourers at a construction project of an office in Banjarmasin. Now
I'm attempting to take care of Fadlan's corps which I found yesterday," she said.
Not true to have been shot
About the number of victims the Kapolda stated that conform the report to the Police HQ
123 persons are noted dead, 121 among them died at Mitra Plaza IInd floor and two others
died at the Sarikaya and Lima Cahaya supermarkets. According to the report a major part
of the 123 persons who died consisted of the group of rioters who entered with the intention
to loot.
The Kapolda denied the issue that the victims died because they had been shot by the
security officials. "That is only an issue. The victims who died were really burned, enclosed
by fire," he said.
About the arrested rioters the Kapolda stated that they amounted to 106 persons - not 181
persons as published by Kompas (27/5) -, some of them have been sent home already.
"Their status is to be asked information, they are not yet suspects," he clarified.
National Commission sends team
The Coordinating Meeting of the National Commission for Human Rights (Komnas HAM)
resolved yesterday to form a Fact Finding Team (TPF) which will depart to Banjarmasin
and to Jepara (Central Java) to collect facts about the possibility of violating human rights in
those two towns.
The TPF Komnas HAM to Banjarmasin has as members Baharuddin Lopa, Soetandyo
Wignyosoebroto, Asmara Nababan, Mohamad Salim and Samsudin. While the TPF
Komnas HAM to Jepara consists of Koesparmono Irsan, Satjipto Rahardjo and Muladi.
They will depart on Thursday (29/5) and Friday (30/5). (*)
Kompas, Selasa, 27 Mei 1997
Tajuk Rencana
Kerusuhan di Banjarmasin Sangat
Memprihatinkan Kita Semua
SEKURANG-kurangnya 133 orang tewas terbakar akibat kerusuhan yang terjadi di
Banjarmasin pada hari Jumat 23 Mei yang lalu. Menurut Kantor Berita Antara, hingga
Minggu siang, korban yang ditemukan berjumlah 120. Hingga Minggu sekitar pukul 18.00
waktu setempat, korban tewas yang dievakuasi dari kompleks pertokoan Siola Intimitra,
131 orang. Dengan demikian seluruh korban yang tewas akibat kerusuhan 133 orang.
Kita kutip urutan dan jarak waktu ditemukannya korban tewas. Jarak waktu itu
menunjukkan parahnya korban kerusuhan serta intensifnya skala kerusuhan itu sendiri,
sehingga melebihi kerusuhan-kerusuhan yang terjadi berturut-turut sebelumnya, sejak
Situbondo sampai Rengasdengklok dan sejumlah insiden kekerasan dalam kampanye
pemilihan umum.
Sekiranya korban tewas seluruhnya 133, jumlah itu yang paling besar sejauh rentetan yang
kita maksud. Jumlah korban tewas dan kerusakan bangunan, kantor serta harta benda
lainnya, membangkitkan keprihatinan mendalam pada kita semua. Tidak kalah
memprihatinkan adalah timbulnya rasa perasaan saling curiga antarkita, khususnya
masyarakat setempat.
Kejadiannya memang pada hari terakhir kampanye pemilihan umum. Kita pun
bertanya-tanya, sekiranya sekadar kampanye, mengapa sampai menimbulkan kerusuhan
sedemikian parah. Diperkirakan adanya penggerak, penyulut dan penyusup. Jika demikian
halnya, mengapa kita tidak dapat mengantisipasi serta mencegahnya sehingga tidak sampai
demikian parah keadaan dan akibatnya.
Hal-hal itu kita kemukakan terutama untuk mempertanyakan pada diri kita masing-masing,
dalam keadaan bagaimanakah sebenarnya kita ini berada. Kecuali mencoba mencari
dadakan atau casus belli, kita agar juga mencari latar belakang dan duduknya perkara.
TERJADINYA kerusuhan jatuh bersamaan dengan hari terakhir kampanye. Orang-orang
yang secara fisik terlibat menurut laporan, menunjukkan adanya hubungan dengan kegiatan
kampanye.
Format dan arah aksi kekerasannya kecuali bertalian dengan kampanye, menunjukkan pola
yang sama dengan rangkaian kerusuhan sebelum kampanye: di antaranya pengrusakan
pertokoan, perkantoran, hotel, rumah ibadah.
Bagaimana hal itu dapat dijelaskan? Karena data yang kita miliki terbatas, kita hanya
sanggup mencoba memberikan penjelasan secara umum. Kita mengulangi lagi pengamatan
yang sudah beberapa kali kita kemukakan: yakni bahwa menurut kenyataannya, kondisi
masyarakat rawan dan peka. Jika dipakai perbandingan dengan kondisi Pemilihan Umum
1992, kondisi Pemilihan Umum 1997 rasanya lebih rawan dan peka.
Kondisi rawan dan peka itu disebabkan oleh interaksi dan akumulasi berbagai faktor. Sebut
saja hal-hal yang bahkan diangkat sebagai isu kampanye oleh ketiga orsospol, seperti
kesenjangan sosial ekonomi, kesenjangan sosial politik, kesenjangan sosial psikologi.
Kontrol yang tidak efektif dalam periode derasnya dinamika ekonomi pasar menyebabkan
orang terutama kekuasaan cenderung bersalahguna, kurang peka dan kurang tanggap.
Yang kita maksudkan dengan kesenjangan psikologi sosial ialah kemampuan masyarakat
yang tidak sama dalam memanfaatkan kesempatan serta menghadapi perubahan zaman yang
serba simultan. Terjadilah ketegangan-ketegangan, sementara jalur ekspresi, penyaluran dan
partisipasi dirasakan tidak sepadan dengan desakan aspirasi serta permasalahannya.
Kita tetap ingin minta perhatian terhadap keharusan melengkapi dimensi kuantitatif
pemerataan dengan dimensi kualitatifnya alias keadilan yang bersendikan asas hukum serta
penghormatan dan perlindungan terhadap martabat manusia.
Tidak semua persoalan dapat dipecahkan dengan pendekatan pragmatis dan praktis.
Banyak persoalan hidup bersama justru juga dipecahkan melalui pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif di sini berarti pendekatan kemanusiaan dan setiakawan yang hangat
maupun pendekatan mengajak masyarakat berorientasi lebih dari sekadar hidup sehari-hari.
Diperlukan gairah visi dan orientasi.
LIMA tahun yang lalu, faktor-faktor itu juga sudah hadir. Namun kita mengalami proses
dialektika: bahwa ketika pembangunan ekonomi menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan,
pada waktu yang sama, hasil itu meledakkan kebutuhan-kebutuhan baru. Bahkan
menghasilkan perasaan kecewa, ketika kesenjangan tetap masih dirasakan.
Sementara itu, ada faktor baru yang lima tahun lalu belum ikut berbicara secara lebih efektif.
Di antaranya yang kita amati, mengarusnya perbedaan dan persaingan pada tingkat lapisan
elite, bahkan elite inti secara horisontal dan secara vertikal.
Dari dulu watak dan dinamika politik menimbulkan persaingan dan perbedaan pada tingkat
elite. Namun di masa-masa lampau persaingan dan perbedaan itu terbatas dan tertutup di
lingkungan elite itu. Keluar, tetap dapat ditunjukkan kesatuan kesepakatan dan saling
pengertian yang cukup kompak dan karena itu tidak mengarus ke bawah.
Keadaan itu tampaknya mengalami perkembangan. Salah satu ilustrasi terakhir, ketika
beberapa dokumen atau instruksi atau garis kebijakan (yang entah otentik entah tidak) yang
seharusnya rahasia dan terbatas, bocor ke mana-mana naskahnya (sekali lagi sekalipun
belum tentu otentik).
Posisi Wapres dari dulu merupakan posisi penting dan sekali-sekali juga terbetik adanya satu
dua calon. Namun segala sesuatu tetap lebih terbatas dan tidak menjadi isu terbuka seperti
sekarang. Di satu pihak bisa dikatakan, hal itu merupakan kemajuan. Namun yang juga ingin
kita soroti adalah kenyataan bahwa pembicaraan atau isu terbuka itu juga membawa serta
disebutnya beberapa nama dengan implikasinya terutama secara horisontal.
APAKAH yang kini menjadi tanggung jawab kita bersama? Kita kukuhkan kebersamaan
kita sebagai keluarga bangsa Indonesia, sehingga mau dan mampu mengatasi kecenderungan
prasangka dan pengepingan seperti yang kita rasakan sejauh ini dan mau tidak mau menjadi
lebih emosional selama kampanye pemilihan umum.
Ketiga orsospol maupun pemerintah melihat dan mengakui adanya keberhasilan di samping
kekurangan dan kelemahan. Dari identifikasi dan pergulatan masa kampanye, kita bangun
saling kepercayaan lebih besar untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan itu.
Melalui pemilihan umum, lewat adu program, visi dan pendekatan, kita gairahkan lagi
komitmen dan tanggung jawab kita bersama. Kekompakan elite diperlukan, disertai sikap
terbuka dan responsif.
Kompas, Kamis, 29 Mei 1997
Menseskab Bawa Bantuan ke
Banjarmasin
* Trauma Kerusuhan Sudah Pulih
Banjarmasin, Kompas.
Menseskab Saadillah Mursjid Rabu (28/5) petang tiba di Banjarmasin membawa satu
pesawat Hercules bantuan makanan dan obat-obatan. Bantuan ini diserahkan langsung
kepada lebih dari 120 kepala keluarga korban kebakaran di kota itu Jumat pekan lalu.
Menteri didampingi Pangdam VI Tanjungpura Mayjen TNI Namuri Anoem, dan Gubernur
Kalsel Gusti Hasan Aman.
Suasana di Banjarmasin sendiri, kemarin pagi hingga petang berjalan normal, sementara
malam hari tetap sepi karena "jam malam" masih diberlakukan, mulai pukul 22.00 sampai
05.00.
Pemantauan Kompas di Bandara Syamsuddin Noor, bala bantuan personel Brimob dari
Jakarta, tiba kemarin sekitar pukul 12.00 Wita. Personel terlatih itu, langsung disebarkan di
seluruh Banjarmasin, terutama di kawasan yang rawan gangguan. Kedatangan pasukan elite
Polri menjadi pusat perhatian masyarakat di bandara.
"Tambahan tenaga personel Brimob itu, disesuaikan dengan kebutuhan keamanan di
Banjarmasin. Target kami, pemilu harus berjalan lancar," kata Wakil Komandan Resimen
Brimob Mabes Polri, Letkol (Pol) Drs Merdekansyah di Banjarmasin.
"Saya sangat berharap kondisi Banjarmasin normal seperti sedia kala. Masalahnya, kota ini
menjadi tujuan bisnis saya," tutur seorang pengusaha kayu di Sampit (Kalteng) di Bandara
Syamsuddin Noor.
Trauma sudah pulih
Sementara itu, sejumlah fungsionaris Golkar Kalsel yang ditemui kemarin sore mengakui
sudah mulai pulih dari trauma kerusuhan 23 Mei lalu. "Lihat ini, saya masih merinding jika
mengingat peristiwa itu. Hanya Tuhanlah yang menyelamatkan saya dari bencana itu," kata
Drs Nanang Machmud, Kepala Biro Pendidikan Khusus DPD Golkar Kalsel.
Ia menyebut peristiwa itu sebagai sesuatu yang sangat mengerikan. Ribuan massa yang
histeris dan kehilangan kontrol mengepung kantor DPD Golkar dan Hotel Kalimantan, di
mana berada Menseskab Sa'adilah Moersid dan istri, Gubernur Kalsel, para artis, dan
sejumlah pejabat lainnya.
Massa kemudian membakar kantor DPD Golkar, Hotel Kalimantan yang berlantai 8,
sejumlah pusat perbelanjaan lainnya.
Sementara itu di tempat terpisah, Ketua DPW PPP H Syafriansyah menyebut ada unsur
penyusup yang mencoba mendiskreditkan partainya. "Buktinya, setelah pukul 16.00 baru
muncul para perusuh yang menggunakan atribut PPP. Sementara sejak pukul 12.00, saat
mulai maraknya kerusuhan, tidak terlihat atribut itu," katanya.
Ia memperkirakan, para preman dilibatkan dalam menyulut aksi kerusuhan itu. Mereka inilah
kemudian yang paling banyak menjarah toko-toko. "Teman saya seorang pedagang di Plaza
Mitra yang jelas-jelas sudah memakai kaus PPP berikut benderanya, tetap saja dirusak
mobilnya begitu keluar dari pusat pertokoan itu sekitar pu-kul 16.30," ujarnya. Syafriansyah
juga mengaku sempat diancam massa di Jl. A.Yani, tidak jauh dari kantor DPW PPP, ketika
mencoba menasihati massa yang mencoba merusak sebuah kendaraan.
Syafriansyah yang sebenarnya menolak diwawancarai pers hingga tanggal 29 Mei ini,
termasuk pers asing, mengaku hanya mau menerima Kompas saja kali ini.
Pihak kepolisian membantah isu adanya korban tewas akibat tembakan dalam aksi
kerusuhan 23 Mei. Hasil pemeriksaan tim forensik terpadu ABRI/sipil Propinsi Kalsel
menunjukkan, seluruh korban yang berjumlah 123 orang itu benar-benar tewas karena
terkurung api.
Demikian Kadispen Polda Kalsel, Letkol (Pol) Drs Kusbini Imbar, menjawab Kompas,
kemarin. Kusbini yang juga Kadit Binmas Polda Kalsel, menyebut isu penembakan itu sama
sekali tidak berdasar. "Mana buktinya, coba tunjukkan kepada kami," ujarnya. (mt/bal/aji)
Kompas, Kamis, 5 Juni 1997
Kerusuhan Banjarmasin
Komnas HAM Catat Enam
Pelanggaran HAM
Jakarta, Kompas
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hari Rabu (4/6)
mengumumkan temuannya sehubungan dengan kerusuhan di Banjarmasin
yang terjadi tanggal 23 Mei 1997. Dalam kerusuhan tersebut, Komnas
HAM mencatat telah terjadi enam pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan berbagai pihak.
Pernyataan ini dikemukakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komnas HAM Baharuddin Lopa
kepada pers di Jakarta, Rabu malam. Saat itu ia didampingi Miriam Budiardjo (Wakil Ketua
I), Clementino dos Reis Amaral (Sekretaris Sub Komisi Pemantauan HAM), Asmara
Nababan dan BN Marbun.
Dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani Miriam Budiardjo dan Baharuddin Lopa
disebutkan, kerusuhan sosial di Banjarmasin merupakan akibat dari eskalasi kegiatan
kampanye Pemilu 1997 yang tidak dapat dikendalikan pimpinan OPP (organisasi peserta
pemilu) yang bersangkutan, serta kekurangmampuan untuk mengantisipasi kemungkinan
terburuk. Berbagai perasaan permusuhan antarmassa pengikut OPP telah berkembang
melampaui batas toleransi.
Komnas HAM juga mencatat "keberingasan massa" yang bergerak dengan kekerasan telah
dipacu selama masa putaran kampanye. Peringatan serta seruan pejabat pemerintah dan
aparat keamanan kepada peserta OPP guna memelihara persatuan dan kesatuan serta
keamanan dan ketertiban tidak berhasil mengurangi keberingasan massa selama kampanye.
Diutarakan Komnas HAM, pengkajian lebih jauh menunjukkan berbagai kemungkinan
kesenjangan sosial dan ekonomi dan hak-hak politik yang lahir dari kebijakan dan
praktek-praktek yang tidak adil turut memberi warna kepada kerusuhan sosial tersebut.
Belum mantap
Dalam temuannya Komnas HAM juga menyebutkan, hubungan antar-umat beragama belum
sepenuhnya terbangun mantap. Ada perusakan rumah ibadah agama tertentu menunjukkan
adanya beberapa masalah dalam hubungan antar umat beragama. Begitu juga perusakan
toko milik keturunan tertentu, memberi indikasi kesenjangan hubungan antar ras yang
menimbulkan berbagai prasangka dan kecemburuan yang sewaktu-waktu dapat pecah
menjadi konflik disertai kekerasan.
Komnas HAM mencatat sebanyak 121 orang ditemukan tewas terbakar. Soal begitu
banyaknya korban yang tewas, Komnas berpendapat, perkiraan paling logis adalah karena
mereka terperangkap dalam bangunan itu, tanpa penerangan (aliran listrik terputus) serta
asap tebal dan tidak ada akses mereka untuk melarikan diri. Pintu masuk satu-satunya
terhalang api. Perkiraan ini diperkuat dari hasil visum 8 korban yang jenazahnya agak utuh, di
mana dalam paru-paru mereka ditemukan jelaga. Tidak ditemukan indikasi atas
kemungkinan lain dari kematian mereka.
Ditegaskan Komnas, kerusuhan selama sekitar delapan jam disebabkan keterbatasan aparat
keamanan untuk menghentikan kerusuhan. Kerusuh-an baru dapat dipadamkan setelah
tibanya bantuan aparat keamanan dari luar Banjarmasin. Dalam memadamkan kerusuhan
aparat tidak menggunakan cara-cara dan alat-alat yang mematikan. Letusan peringatan,
granat asap, dan gas air mata memang digunakan namun tidak ada bukti bahwa telah
digunakan peluru tajam.
Menjawab pers, Lopa mengatakan tidak sependapat jika dikatakan bahwa semua korban
tewas adalah para perusuh. "Kemungkinan ada perusuh dan kriminal tetap terbuka tetapi
tidak semuanya. Ini adalah massa di mana semua orang berkumpul," tegas Lopa.
Melanggar HAM
Komnas HAM mencatat telah terjadi enam pelanggaran HAM yang dilakukan berbagai
pihak pada kerusuhan tersebut. Pelanggaran HAM dimaksud antara lain, freedom from
fear (kerusuhan telah menimbulkan ketakutan masyarakat), freedom to property
(pembakaran dan perusakan bangunan, kendaraan milik anggota masyarakat merupakan
pelanggaran terhadap hak atas harta benda), freedom of religion (pembakaran dan
perusakan rumah ibadah merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama, termasuk
gangguan terhadap umat yang sedang menjalankan ibadah (freedom for worship).
Komnas HAM juga mencatat terjadi pelanggaran right to dignity di mana seseorang
dipaksa membuka baju di depan umum, khususnya kaum perempuan merupakan pelecehan
terhadap kehormatan seseorang yang tak dapat diterima. Juga terjadi pelanggaran right to
liberty, yakni ditahannya lima orang tersangka kerusuhan itu masih perlu didukung
bukti-bukti lain.
Komnas HAM juga mencatat pelanggaran right not to be tortured, di mana terjadi
pemukulan terhadap tahanan yang diduga terlibat kerusuhan, Hal itu merupakan pelanggaran
atas hak untuk tidak disiksa.
Rekomendasi
Dalam rekomendasinya, Komnas meminta semua pihak -tanpa kecuali- agar dalam
menghadapi kelompok-kelompok masyarakat yang saling bertentangan, pimpinan kelompok
informal dan aparat keamanan mampu mengantisipasi kejadian terburuk yang mungkin
terjadi.
Selain itu, dalam memper-siapkan langkah pengamanan pada setiap gejala kerusuhan yang
mungkin timbul agar melibatkan juga tokoh informal masyarakat yang berpengaruh.
Aparat keamanan dalam mengambil langkah preventif dan represif agar tidak bertindak
melampaui batas seperti memukul, menyiksa dan lain-lain. Karena hal demikian merupakan
pelanggaran HAM. Penahanan hendaknya juga meme-nuhi prosedur hukum. Mereka yang
tidak cukup bukti segera dibebaskan sedang yang cukup bukti segera diajukan ke
pengadilan.
Menyinggung masih adanya laporan orang yang hilang, hendaknya Pemerintah Daerah
(Pemda) setempat dan aparat keamanan berusaha dengan sungguh-sungguh mencari
jawaban tentang keberadaan orang-orang itu. (bw)
Kompas, Senin, 2 Juni 1997
Kesimpulan Sementara Komnas HAM
Tidak Semua Korban Tewas Dapat
Disebut Pelaku Kriminal
Banjarmasin, Kompas
Kerusuhan yang melanda Kodya Banjarmasin tanggal 23 Mei lalu sama
sekali tidak terkait dengan masalah-masalah etnik maupun agama.
Sedang 123 orang yang tewas dalam peristiwa itu tidak bisa disebut
semuanya pelaku kriminal.
Demikian kesimpulan sementara Tim Pencari Fakta (TPF) Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) setelah tiga hari di Banjarmasin mengumpulkan berbagai informasi
dari instansi terkait, masyarakat, pimpinan tiga organisasi peserta pemilu (OPP), pelaku yang
ditahan, mahasiswa, hingga wartawan. Kesimpulan sementara ini dikemukakan Sekretaris
Jenderal (Sekjen) Komnas HAM Prof Dr Baharuddin Lopa yang dicegat wartawan di lobi
Hotel Istana Barito, Minggu (1/6) pagi.
Jumlah korban yang tewas dalam kerusuhan di Banjarmasin, menurut Kapolri Letjen (Pol)
Dibyo Widodo, 123 orang. Mereka yang tewas, menurut Kapolri, adalah para perusuh.
"Kami menemukan bukti-bukti bahwa yang tewas terbakar itu adalah pelaku kerusuhan yang
akan merampok pertokoan Mitra Plaza. Jadi tidak ada hubungannya dengan kampanye,"
kata Dibyo. (Kompas, 27/5)
Tak terbukti
Menurut Lopa, sejauh ini Komnas HAM belum bisa membuktikan semua korban yang
tewas adalah pelaku kriminal. Memang ada orang yang sengaja datang ke Plaza Mitra untuk
memanfaatkan situasi yang kacau itu. Namun ada pula yang datang ke sana karena tertarik
melihat keramaian. "Mereka ini kemudian terkurung oleh asap yang makin menebal. Untuk
keluar dari lantai dua itu tidak mudah karena suasana gelap dan ribuan orang
berdesak-desakan di sana," ujarnya.
Ditambahkan Lopa, Komnas masih akan terus mengumpulkan informasi mengenai peristiwa
ini hingga sampai pada kesimpulan final. Dijelaskannya, seandainya disebut-sebut selama ini
ada kelompok etnik tertentu yang mendalangi kerusuhan, hal tersebut sama sekali tidak
terbukti.
"Kalau ada dari suku A tertangkap dalam aksi kerusuhan di Bandung misalnya, tidak bisa
secepat itu ditarik generalisasi bahwa kelompok suku A perusuhnya. Demikian pula jika ada
mahasiswa yang ditangkap, tidak bisa langsung disimpulkan perusuhnya mahasiswa," ujar
Lopa.
Lopa juga menolak anggapan umum bahwa masalah pertentangan agama menjadi penyulut
masalah ini. Sebab, demikian tambahnya, jika anak-anak muda itu memang ngebut-ngebut
naik sepeda motor ketika masyarakat sembahyang Jumat, kelompok dari agama lain pun
akan sama jengkelnya jika ibadah mereka diganggu.
Namun Komnas HAM tidak menutup kemungkinan hal ini sebagai pemicu meletusnya
kerusuhan 23 Mei. Dalam arti suasana kampanye sudah sangat memanas. Kemudian timbul
gangguan beribadah. Lantas informasinya menyebar ke mana-mana dan diinterpretasikan
dalam suasana kampanye yang menghangat itu. Akhirnya meletus kerusuhan.
Hilang
Data yang dikumpulkan Komnas mengenai korban dalam peristiwa ini 123 orang tewas.
Sedang korban yang masih dirawat hingga Minggu pagi tercatat 16 orang. Mereka yang
melaporkan anggota keluarganya belum kembali sebanyak 197 orang. Hingga kini masih
ditahan 83 orang yang diduga terlibat kerusuhan itu.
Sementara itu data yang dikumpulkan Kompas menunjukkan jumlah korban tewas 124
orang. Sebanyak 122 jenazah ditemukan hangus di Plaza Mitra, dan masing-masing satu
orang di Pasaraya Cahaya Lima dan Supermarket Serikaya. Tadinya jumlah jenazah yang
ditemukan di Plaza Mitra 121. Namun Rabu (28/5) lalu ditemukan satu kerangka lagi.
Komnas HAM mengimbau agar mereka yang masih ditahan segera diproses. Kalau memang
tidak ada bukti kuat keterlibatan mereka, hendaknya segera dibebaskan. Sedang bagi
mereka yang terlibat, seyogianya segera dilimpahkan kasusnya ke pengadilan. "Bisa saja ada
warga akan memotong sapi. Namun tiba-tiba mereka ditahan karena membawa senjata
tajam," ujar Lopa.
Di tempat yang sama, Panglima Daerah Militer (Pangdam) VI/Tanjungpura Mayjen TNI
Namuri Anoem kepada Kompas mengatakan kegembiraannya atas kehadiran Komnas
HAM. "Kita sambut positif kehadiran Komnas HAM agar semua pihak dapat mengetahui
duduk masalahnya secara obyektif," ujarnya.
Ditanya tentang mereka yang dilaporkan hilang, Namuri menolak anggapan bahwa mereka
semua ikut tewas dalam peristiwa itu. "Anda kan sudah tahu, kita baru menangkap tiga orang
di Kalteng. Mereka ini diduga pelaku kerusuhan. Dari mereka disita sejumlah jam tangan dan
pakaian yang diakui hasil jarahan. Tadinya mereka ini juga mungkin dilaporkan keluarganya
hilang. Itu sebabnya saya mengimbau agar mereka yang masih bersembunyi segera
menyerahkan diri," tandas Namuri Anoem. (mt)
Kompas, Monday, 2 June 1997
Provisional conclusion of National Committee on Human Rights
Not all victims of riots can be called
criminals
Banjarmasin, Kompas Online
The riots which swamped the town of Banjarmasin last 23 May were not at all related to
ethnic or religious matters. Also it cannot be said that the 123 persons who died in that
incident can all be called criminals.
Thus the provisional conclusion of the Factfinding Team of the National Committee on
Human Rights, after spending 3 days in Banjarmasin gathering information from ivolved
agencies, leadership of the 3 elections participant organizations, perpetrators who have been
detained, students, and journalists. This provisional conclusion was put forward by the
Secretary General of the Coommittee, Prof Dr Baharuddin Lopa, who was accosted by
journalists in the lobby of Hotel Istana Barito on Sunday morning (1/6).
The total number of people who died in the riots in Banjarmasin, according to State Police
Chief Lt.Gen. Dibyo Widodo. is 123 persons. Those who died, according to the State
Police Chief, were rioters. "We have found proof that those who died by fire were rioters
who were going to loot the Mitra Plaza shopping complex. So there was no connectiion with
the campaign," said Dibyo. (Kompas, 27/5)
Not proven
According to Lopa, so far the National Committee on Human Rights cannot yet prove that
all the victims who died were criminals. Indeed there were people who purposely came to
the Plaza Mitra to exploit the chaotic situation. But there were also those who came there
because they were attracted by the activity. "They were then surrounded by the smoke
which become increasingly dense. To get out of the second floor was not easy because it
was dark and thousands of people were crowded together there," he said.
Lopa added that the National Committee will continue to collect information concerning this
incident until it reaches a final conclusion. He explained that if during this time there has been
mention of a certain ethnic group masterminding the riots, that has not been proven at all.
"If somebody from tribe A has been caught in a riot in Bandung for instance, on cannot
immediately generalize that the tribe A group are the rioters. So too, if a student is caught,
one cannot immediately assume that the rioters are students," said Lopa.
Lopa also rejected the general assumption that a religious contention issue ignited the
problem. Because, so he added, if those youngsters were indeed racing their motorcycles
while the community was at their Friday prayers, groups of other religions would be equally
annoyed if their religious services were disturbed.
However, the National Committee for Human Rights did not preclude this matter as the
trigger for the 23 May riot. In the sense that the campaign atmosphere had already very
much heated up. And that then a disturbance to religious services occurred. And
subsequently the information spread everywhere and was interpreted in the context of the
heated-up campaign atmosphere. Finally the riot erupted.
Lost
Data gathered by the National Committee on the victims in this incident indicates 123
persons died. Until Sunday morning, sixteen victims are recorded as still undergoing
treatment. Those reported by their families as not yet having returned number 197 persons.
Until this moment, 83 persons suspected of involvement in the riots are still detained.
Data collected by the National Committee on Human Rights indicates that 124 persons have
died. A total of 122 incinerated corpses were found in Plaza Mitra, 1 person each in Cahaya
Lima Supermarket and Serikaya Supermarket. Previously the number of corpses found in
Plaza Mitra was 121. But on Wednesday (28/5) an additional corpse was found.
The National Committee urged that those under detainment be processed soon. If there was
no strong indication of their involvement, they should be released quickly. Those involved,
should have their cases submitted to the courts shortly. "It is possible that a person was on
his way to slaughter cattle. But then was suddenly arrested for carrying a sharp weapon,"
said Lopa.
In the same location, the Military Region IV/Tanjungpura Commander, Maj.Gen. Namuri
Anoem, told Kompas he was glad of the presence of the National Committee for Human
Rights. "We positively welcome the presence of the National Committee for Human Rights,
so all sides can know about the problem objectively," he said.
Questioned about those reported lost, Namuri rejected the assumption that they had all
perished in the incident. "You already know that we have arrested 3 persons in Central
Kalimantan. These are suspected as rioters. From them a number of watches and clothes
have been confiscated which they admitted were the proceeds of looting. Previously they
also might have been reported missing by their families. That is why I appeal to those still in
hiding to surrender soon," emphasized Namuri Anoem. (*)
Kompas, Minggu, 1 Juni 1997
Geger Banjarmasin (2-Habis)
Rontoknya Tatanan Harmoni
HINGGA hari ini kondisi psikologis sebagian besar masyarakat Banjarmasin yang jumlahnya
sekitar 500.000 jiwa (penduduk Kalsel 2,8 juta jiwa), belum pulih dari trauma 23 Mei lalu.
Selain rasa cemas dan takut yang masih menempel dalam kehidupan sehari-hari, mereka
bertanya-tanya dan nyaris tidak percaya apa yang baru saja terjadi.
Harmoni yang selama ini menjadi panutan sosial, tiba-tiba pecah berantakan begitu saja dan
menjelma dalam bentuk kekerasan yang sebelumnya tidak terbayangkan.
"Lihat ini. Saya merinding jika mengingat peristiwa itu. Hanya Tuhan yang membuat saya bisa
keluar dari Hotel Kalimantan dan lolos dari amukan massa," ujar Drs Nanang Mahmud,
Kepala Biro Pendidikan Khusus Golkar Kalsel. Ia mengaku tidak ingat bahwa Ketua MUI,
KH Hasan Basri, waktu itu masih tertinggal di hotel.
Hasil pengumpulan pendapat Banjarmasin Post yang dipublikasi Rabu (28/5)
menunjukkan, 66,7 responden masih merasa was-was, 24,4 persen ketakutan, dan hanya
8,9 persen merasa tidak terganggu oleh peristiwa ini.
"Memang ada yang sengaja menciptakan suasana teror itu agar warga takut memberi suara
kepada Golkar," ungkap Drs Ardansah Fama, Ketua Bappelu (Badan Pemenangan Pemilu)
Golkar Kalsel. Tapi untunglah ABRI bertindak cepat sehingga moral massa Golkar pulih.
Sedang Anang Yusri, Wakil Bendahara Golkar Kalsel, menyebut kehadiran armada panser
yang dikirim dari Jawa melahirkan keyakinan massa Golkar bahwa situasi dapat
dikendalikan.
Sementara itu Ketua DPW PPP Kalsel, H Syafriansah, membantah anggapan bahwa massa
organisasinya sebagai dalang kerusuhan. "Saya sendiri sempat diancam akan
dianiaya ketika mencegah orang yang akan merusak kendaraan di Jl A Yani," tuturnya. Ia
menyebut ada penyusup yang sengaja menciptakan situasi untuk mendiskreditkan PPP.
"Selain itu mereka ingin memecah persatuan dan kesatuan bangsa," tambahnya.
Buktinya lagi, ujar Syafriansah, seorang rekannya pemilik kios di Plaza Mitra malah
berantakan mobilnya kendati sudah memasang bendera dan atribut PPP lainnya. "Kita
sungguh-sungguh menyesalkan peristiwa ini," ujarnya.
* * *
SEMUA orang tahu bahwa selama ini di Kalsel hubungan antaretnis dan ras juga berada
dalam porsi wajar. Beda dengan daerah lain yang kesenjangan pri dan nonpri mencolok, di
sini penduduk asli Banjar maupun pendatang seperti Madura, mempunyai etos wirausaha
yang tidak kalah handalnya dengan golongan nonpri.
Lihat saja misalnya pusat-pusat pasar dan pertokoan yang tersebar di Kodya Banjarmasin.
Toko maupun kios yang dikelola penduduk asli tidak kalah jumlahnya dengan nonpri. Malah
di pusat pasar Sudimampir yang bersebelahan dengan Plaza Mitra yang dibakar massa itu
misalnya, mayoritas kios dikuasai pribumi. Di pusat perbelanjaan berlantai dua ini, berbagai
barang seperti tekstil hingga barang-barang kelontong lainnya diperdagangkan.
Tapi sejak tahun 1990-an setelah berdirinya plaza, supermarket, dan pusat-pusat
perbelanjaan modern lainnya, selera belanja konsumen mengalami transformasi. Belanja di
ruangan ber-ac, harga relatif pasti dan pelayanan menyenangkan, tentu beda dengan di
kios-kios atau toko yang sempit, panas, berdesak-desakan, dan bisa-bisa disambar
kendaraan yang melintas.
Belum bisa memang dibuktikan korelasi antara kedua hal tersebut dengan kerusuhan. Namun
hanya simbol-simbol modern itulah yang rontok dan hancur dibakar massa. Ratusan toko
dan kios di kawasan Pasar Baru, Antasari, hingga Pasar Inpres dan ikan, selamat dari
amukan massa. Padahal lokasinya bergandengan dengan Plaza Mitra, Pasaraya Cahaya
Lima, Supermarket Serikaya, dan pusat perbelanjaan Junjung Buih.
"Pada Sabtu malam pusat pertokoan itu mirip pasar malam, ramai dikunjungi orang. Apalagi
di atas ada bioskokp 21," ujar sejumlah warga. Memang awalnya pusat perbelanjaan ini
masih dianggap asing. Namun lama kelamaan malah menjadi kebutuhan dan tempat
anak-anak muda berkumpul.
"Saya tidak mengesampingkan faktor kesenjangan sosial-ekonomi ikut menyulut peristiwa
ini," ujar Pangdam VI/Tanjungpura, Mayjen TNI Namuri Anoem. Buktinya mereka yang
ditangkap adalah para penjarah toko. Mereka yang tewas juga penjarah, karena di sisi
mayatnya ditemukan barang-barang elektronik, mainan anak-anak, pakaian, di samping
senjata tajam seperti clurit dan mandau.
Mayjen Namuri Anoem juga merujuk kawasan sekitar pertokoan itu yang umumnya kumuh.
Misalnya sekitar belakang Plaza Mitra rumah penduduk berdempet-dempet di gang-gang
sempit. Ketika pecah kerusuhan, dari arah belakang plaza berlantai empat itu pula paling
banyak massa membobol.
Sedang di seberang plaza ini memanjang perkampungan kumuh lainnya di Jl Kelayan A dan
B. Sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan Sungai Kelayan yang cokelat pekat itu
untuk kebutuhan mandi dan cuci. Dari sini mereka gamang melihat pertokoan modern yang
terang benderang disinari berbagai lampu pada malam hari.
* * *
"SAYA juga heran bagaimana semua itu terjadi. Lima belas tahun saya tinggal di daerah ini
tidak pernah terjadi apa pun. Tetangga saya pribumi atau nonpri hidup rukun," ujar Ny
Sumiah yang sejak lama jualan rokok di Jl Veteran. Bersama sejumlah penarik becak, yang
juga asal Madura, Ny Sumiah menyebut hanya tawakal atas peristiwa itu. "Yang
sudah-sudahlah, mari kita melihat ke depan," ujar mereka.
Di Jl Veteran terdapat pula sekolah Katolik yang hanya beberapa puluh meter jaraknya dari
mesjid. Di dekat persimpangan ada pula gereja dan klenteng. Semua ini sesungguhnya
menggambarkan cita rasa Bhinneka Tunggal Ika. "Tapi pada waktu terjadi kerusuhan, rumah
jompo di Jl Veteran juga ikut digasak massa," ujar warga lainnya.
Namun yang menjadi banyak pertanyaan pada waktu itu adalah situasi khaos yang
berlangsung sejak pukul 14.00 hingga 22.00. Jalan-jalan raya seolah dikuasai perusuh.
Sedikitnya saja 80-an orang cedera dan harus dirawat di RS Ulin, baik akibat penganiayaan
maupun terbakar. Sementara itu lebih dari 300 orang telah melaporkan ke Kepolisian Resor
Kota (Polresta) Banjarmasin dan Polda Kalsel mengenai anggota keluarganya yang belum
kembali setelah peristiwa itu. Komnas HAM sendiri menilai peristiwa ini sebagai yang
terbesar dalam kerusuhan baru-baru ini, dengan angka korban jiwa 124 orang.
Para saksi mata mengatakan, situasi baru bisa dikendalikan setelah bantuan pasukan
didatangkan dari Balikpapan dan Jakarta. Tiga sorti penerbangan dari Balikpapan
membawa pasukan ABRI, dan 2 sorti dari Jakarta mengangkut Brimob.
"Tidak bisa dikatakan lambat. Kalau lambat, mungkin sudah seluruh pertokoan ludes
dibakar," ujar Mayjen Namuri Anoem. Ia mengatakan, untuk mengatasi kerusuhan itu ada
prosedurnya.
Sementara itu sumber Kompas di Polda Kalsel menyebut, ABRI mencoba untuk tidak
gegabah menghadapi massa yang berang itu. Sebab ini bukanlah situasi perang. "Jika diambil
tindakan keras, kemungkinan massa akan makin brutal. Selain itu, kalau ada yang tewas
tertembak, pada waktu pemakamannya mungkin akan menyulut kerusuhan baru," ujarnya.
Tapi apa pun alasan yang dikemukakan, banyak pelajaran yang bisa disimak dari peristiwa
ini. Pembakaran kantor DPD Golkar di Jl. Lambung Mangkurat (bukan Jl. MT Haryono)
misalnya, bisa diambil hikmahnya agar birokrat dan fungsionaris juga memperhatikan aspirasi
masyarakat lainnya. Atau seperti kata Presiden Soeharto ketika mendapat laporan hasil
pemilu dari Mendagri Yogie SM, kemenangan jangan lantas membuat overacting. (maruli
tobing).
Kompas, Rabu, 25 Juni 1997
BAP 64 Tersangka Perusuh di
Banjarmasin Dilimpahkan
Banjarmasin, Kompas
Berita acara pemeriksaan (BAP) 64 dari 119 tersangka beserta barang bukti dalam
kerusuhan Banjarmasin 23 Mei 1997, Senin lalu dilimpahkan ke kejaksaan. Sisanya, berkas
perkara 55 tersangka, masih dalam proses. Demikian Kadispen Polda Kalsel, Letkol (Pol)
Kusbini Imbar, hari Selasa (24/6).
Kusbini menjelaskan, ke-64 tersangka yang BAP-nya sudah dilimpahkan murni melakukan
tindak pidana kriminal, yang memanfaatkan situasi yang sedang rusuh dengan berbuat
kriminal seperti menjarah barang-barang di toko dan membawa senjata tajam.
Polisi, katanya, terus melacak kemungkinan adanya 'aktor intelektual' yang diduga
menggerakkan massa saat itu. Kerusuhan Banjarmasin mengakibatkan 123 orang tewas
terbakar, 118 luka berat, dan musnahnya pusat pertokoan Plaza Mitra.
Sementara itu, Pjs Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Gt Muhammad Taufik, yang
dihubungi terpisah menyatakan, pihaknya telah menerima BAP untuk 41 tersangka dari
penyidik. Setelah diperiksa secara intensif, ternyata hanya 14 orang yang lengkap BAP-nya
dan mereka menjadi tahanan kejaksaan. Sisanya masih dalam pemeriksaan di kejaksaan.
Rencananya para terdakwa akan mulai diadili di Pengadilan Negeri Banjarmasin tanggal 1
Juli. Empat belas dari 15 jaksa di kejaksaan ini disiapkan sebagai penuntut umum. (bal)
Kompas, Senin, 9 Juni 1997
Mahasiswa Banjarmasin Bentuk Tim
Advokasi Korban Kerusuhan
Yogyakarta, Antara
Mahasiswa serta masyarakat Banjarmasin dan Kalimantan Selatan yang bermukim di
Yogyakarta, berniat membentuk tim advokasi hukum bagi para tersangka kasus kerusuhan
Banjarmasin 23 Mei lalu.
Rencana pembentukan tim advokasi hukum itu tercetus dalam forum dialog "Advokasi
Hukum Terhadap Tersangka Kasus Tragedi 23 Mei di Banjarmasin" yang diselenggarakan
Solidaritas Mahasiswa Kalimantan- Banjarmasin di Yogyakarta, Minggu (8/6).
Dialog yang diselenggarakan di asrama mahasiswa "Lambung Mangkurat" di Jl AM Sangaji
itu menghadirkan pengacara senior Artidjo Alkostar SH, Salman Luthan SH, serta intelektual
Yogyakarta asal Kalsel, Zulkifli Halim MS, dan Effendy Ishak.
Ketua Solidaritas Mahasiswa Kalimantan-Banjarmasin, Rasyid Ridlo yang memandu dialog
tersebut menyatakan, untuk merealisasikan niat tersebut, Artidjo dan Salman sudah
menyatakan kesediaan mendukung langkah pembentukan tim itu.
Dalam forum terungkap, sejumlah pengacara Banjarmasin sudah ada yang bersedia
mendampingi para tersangka, namun karena di ibu kota Kalsel tersebut tidak ada semacam
LBH, maka tidak ada wadah yang menyatukan gerak advokasinya.
Artidjo menilai, kasus Banjarmasin bukan hanya berdimensi hukum dan kemanusiaan, tetapi
juga terkandung unsur politis, karena itu di balik peristiwa yang memakan korban meninggal
100 jiwa lebih itu, ada misteri-misteri yang belum terungkap. "Kalau perkara itu bisa digelar
di pengadilan, maka misteri tersebut akan dapat diungkap, karena di pengadilan semuanya
bisa dibeberkan," kata kandidat doktor hukum tersebut. *
Kompas, Rabu, 11 Juni 1997
Banjarmasin Membangun dari Nol Lagi
DALAM tiga puluh tahun terakhir, Banjarmasin dikenal aman dan damai, bahkan
penduduknya terkesan ramah. Tetapi tak demikian halnya saat terjadi peristiwa "Jumat
Kelabu" 23 Mei 1997. Tanda-tanda malapetaka yang bakal menimbulkan ratusan korban
jiwa, dan hancurnya berbagai bangunan penting, tak pernah tampak sebelumnya.
Kota berpenduduk sekitar 500.000 jiwa yang mendiami wilayah seluas 72 km2 tersebut,
jadi pusat pemberitaan. "Yang sudah ya... sudahlah, ambil hikmahnya saja. Yang penting kita
berusaha bagaimana membangun di atas puing-puing yang masih beserakan ini. Ya, 70-an
persen harus kita bangun dari nol...," ungkap Wali Kota Banjarmasin, H Sadjoko.
Tahun 1987, katanya, belum terbayang di kota ini akan ada pusat perbelanjaan berbentuk
plaza lengkap dengan sarana hiburan, apalagi hotel berbintang, walaupun Pemda terus
mengimbau investor menanamkan modal di kota ini. Keadaan kota sepi. Sore menjelang
malam malah tambah sepi, mirip kota mati.
Tahun 1989 ada investor yang tertarik membangun Plaza Mitra di bekas pasar tradisional
lengkap dengan bioskop kembar. "Karena pengusaha itu terkesan serius, langsung saja saya
beri rekomendasi beserta kemudahan perizinan. Maret 1991 rampunglah Plaza Mitra dan
resmi difungsikan April 1991. Sebagian besar warga kota bangga, termasuk saya sendiri,"
kata wali kota.
Enam bulan kemudian ada lagi investor ingin membangun Plaza Junjung Buih, desainnya satu
bangunan dengan hotel yang diberi nama Kalimantan. Disusul Hotel Istana Barito (tidak
terkena amukan massa-Red).
"Banjarmasin menjadi hidup dengan dua plaza bergengsi itu. Ditam-bah lagi Toserba Lima
Cahaya, Sari-kaya dan Banjarmasin Theatre. Bukan main bangganya warga kota.
Diper-lukan waktu bertahun-tahun untuk membangun, tapi kemudian ludes hanya dalam
beberapa jam. Sebagai warga kota ya.. kesal dong. Tapi mau apa? Itulah yang terjadi,"
ujarnya.
* * *
PEMDA Banjarmasin berusaha membangun kembali sejumlah fasilitas umum yang
berantakan akibat "Jumat Kelabu" itu. Sudah dua kali wali kota bertemu dengan para
pengusaha membicarakan nasib pekerja dan pembangunan kembali plaza tersebut, namun
belum membuahkan hasil.
Kepada 60 pedagang menengah ke bawah anggota Persatuan Pedagang Plaza Mitra
(PPPM), wali kota menawarkan alternatif pindah tempat ke Lantai III Pasar Antasari, Lantai
III Pasar Telukdalam dan Lantai III Pasar Baru. Namun tawaran ditolak Wakil Ketua
PPPM Achmad Bawai. Pedagang mengajukan alternatif di Pasar Malabar atau dibangun
toko darurat di halaman Plaza Mitra.
Alasannya, supaya pedagang bisa memantau pembangunan plaza dan tak tersingkir dari situ.
Wali kota belum bisa memutuskan apakah me-nyetujui usul pedagang tersebut, tapi Toko
Buku Gramedia dengan 75 kar-yawannya kini membuka toko darurat di Jl MT Haryono,
tanpa ada PHK (pemutusan hubunan kerja). Pembangunan kembali Plaza Mitra, Hotel
Kalimantan beserta Junjung Buih Plaza dan Banjarmasin Theatre, masih belum dapat
diputuskan dalam rapat tertutup 7 Juni lalu.
"Pada dasarnya pengusaha sanggup menyediakan modal, tapi apa ada jaminan bahwa bila
gedung terbangun aman dari berbagai gejolak? Kita perkirakan bisa terbangun dua tahun,
berarti tiga tahun ada Pemilu lagi. Lalu bagaimana kondisi Pemilu 2002 itu. Ini yang kami
pertanyakan yang belum bisa disimpulkan oleh Pemda di sini," kata beberapa pengusaha.
Wali Kota Sadjoko enggan mengomentari, namun Pemda akan memberi berbagai
kemudahan untuk investor yang akan membangun kembali, misalnya, soal HGB (hak guna
bangunan), HGU (hak guna usaha) dan lain-lain.
Ketentuan itu, kata Sadjoko, sesuai Permendagri No 10/1983 tentang tata cara permohonan
dan pemberian sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan
secara terpisah pada bangunan ber-tingkat.
* * *
MENYANGKUT masalah jumlah tenaga kerja yang menjadi korban kerusuhan, Kepala
Kantor Depnaker Kodya Banjarmasin Thamberin SH tidak bersedia merinci karena belum
ada laporan resmi dari pengusaha. Laporan baru akan diketahui Agustus mendatang, seusai
jadwal batas waktu pelaporan.
Dari berbagai pengusaha seperti Plaza Mitra, Plaza Junjung Buih/Hotel Kalimantan, Toserba
Lima Cahaya/Sarikaya, dan Banjarmasin Theatre diperkirakan jumlah karyawan sekitar
3.800 orang, terdiri 2.200 orang di lingkungan Plaza Mitra, 100 di Lima Cahaya, 50 di
Sarikaya, 500 di Plaza Junjung Buih dan Hotel Kalimantan, termasuk sekitar 50 karyawan
Bank Lippo. (baldi fauzi)
Kompas, Minggu, 1 Juni 1997
Korban Kerusuhan Banjarmasin
Dimakamkan
Banjarmasin, Kompas
Pemakaman massal korban kerusuhan 23 Mei akhirnya dilaksanakan Sabtu kemarin pukul
16.00 di pemakaman umum Kodya Banjarmasin, Jl Bumi Selamat, kilometer 22. Tidak ada
isak tangis yang terdengar. Semua dilaksanakan secara sederhana. Doa dipimpin Kepala
Kantor Departemen Agama Kodya Banjarmasin, Drs H Rusli.
Sebanyak 121 kerangka jenazah dimakamkan dalam satu liang ukuran 20 x 3 meter, dengan
kedalaman sekitar 0,75 meter. Selain dalam beberapa peti, sebagian jasad korban
dibungkus kain kafan. Pemakaman dilakukan dua kali, karena armada ambulans yang
tersedia hanya 4 unit. Tahap pertama 50 jenazah, kemudian diangkut lagi dengan ambulans
yang sama 71 jenazah.
Selain H Rusli, hadir Kepala Kebersihan Kota dan Pertamanan Kodya Banjarmasin.
Mereka membawa staf masing-masing yang jumlah keseluruhan sekitar 10 orang. Selain itu
hadir kurang-lebih 10 wartawan dalam dan luar negeri. Kuli yang dikerahkan untuk
mengangkut dan menimbun makam juga berjumlah sekitar 10 orang. Keluarga korban
sendiri terlihat hanya 4 orang.
Mayat yang dikebumikan seluruhnya berjumlah 121. Tiga mayat telah lebih dahulu diambil
keluarganya dari RS Ulin. "Seharusnya 4 mayat. Tapi yang satu lagi tidak jadi karena
keluarganya ragu-ragu apakah itu benar jenazah anaknya," tutur penjaga kamar mayat RS
Ulin kepada Kompas kemarin siang.
"Saya baru tahu penguburan massal ini setelah melihat iring-iringan ambulans di Jl A Yani,"
tutur dua orang pria. Mereka lantas ikut ke pemakaman karena adiknya belum kembali sejak
peristiwa kerusuhan 23 Mei lalu. "Saya anggap saja ini sebagai perpisahan terakhir bagi adik
saya," ujarnya dengan nada sedih.
Hal senada juga dikemukakan Ny Farida (40), warga Jl Kelayan A, Gg Antasari. Ia merasa
yakin bahwa anaknya, Faturrahman (17), ada di antara jenazah yang dikuburkan itu. "Sudah
seminggu saya mencarinya, tapi tidak ketemu," ujarnya dengan air mata berlinang.
Pihak Polda Kalsel sendiri telah mengumumkan kepada masyarakat, memberi waktu 2 x 24
jam sejak Rabu lalu untuk mengenali dan mengambil jenazah. Namun hingga kemarin baru 3
keluarga yang mengambil jenazah.
Suasana Kodya Banjarmasin sendiri masih tetap senyap sejak pukul 19.00, kendati Wali
Kota H Sadjoko telah mencabut SK "jam malam" sejak Jumat malam lalu. Armada panser
serta satuan-satuan ABRI dan brimob telah ditarik dari tempat-tempat strategis.
Pelanggaran HAM
Sementara itu 5 anggota Komnas HAM yang dipimpin Sekjen Prof Dr Baharuddin Lopa,
secara terpisah kemarin mengumpulkan informasi dari berbagai pihak. Selain melihat kondisi
jenazah korban kerusuhan di kamar mayat RS Ulin, mereka juga melihat kondisi tahanan di
Polresta Banjarmasin, Markas Kodim (Komando Distrik Militer) 1007 Banjarmasin.
Anggota Komnas HAM juga mengadakan diskusi dengan mahasiswa fakultas hukum
Universitas Lambung Mangkurat dan staf redaksi Banjarmasin Post.
Sejauh ini Komnas HAM melihat telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam
peristiwa kerusuhan 23 Mei lalu. Menurut Asmara Nababan, bentuk pelanggaran itu
beragam. Mulai dari pembakaran rumah, merusak harta benda lainnya, hingga menyebarkan
rasa takut dalam masyarakat.
Komnas HAM menyesalkan tidak ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas
kejadian yang menyebabkan tewasnya 124 jiwa manusia. Sedang menyangkut kemungkinan
pelanggaran HAM oleh aparat keamanan, masih diteliti.
Menurut Asmara Nababan, mereka yang merasa kehilangan anggota keluarganya dapat
melaporkan hal ini kepada anggota Komnas HAM yang sedang berada di Banjarmasin, atau
melalui surat, telepon, faksimili ke kantor Komnas HAM di Jakarta. (mt)
Kompas, Rabu, 11 Juni 1997
Buntut Kerusuhan di Banjarmasin
76 Penjarah Ditahan
Banjarmasin, Kompas
Kepolisian Daerah (Polda) Kalimatan Selatan kini secara resmi menahan 76 tersangka yang
diduga terlibat tindak kriminal berkaitan dengan kerusuhan di Banjarmasin, tanggal 23 Mei
lalu. Semula yang diperiksa 99 orang, tapi kemudian sebagian dilepaskan karena tim
penyidik tidak menemukan hal-hal yang menguatkan untuk dilakukan penahanan.
Demikian Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Polda Kalsel Letkol (Pol) Kusbini Imbar
kepada Kompas hari Selasa (10/6). "Ke-76 tersangka itu murni terlibat tindak kriminal,
seperti pencurian barang-barang di toko yang terbakar, bukan otak pelaku perusuhan,"
katanya.
Dari 76 tersangka ini, lima berkas tersangka di antaranya sudah diserahkan kepada
kejaksaan. Dalam beberapa hari ini berkas-berkas lainnya segera menyusul, dan diharapkan
bulan Juni ini semua berkas tersangka sudah diserahkan ke kejaksaan.
Dua mahasiswa
Kusbini Imbar menegaskan, aparat Polda Kalsel menunaikan tugasnya sesuai prosedur
KUHAP, terutama dalam penang-kapan terhadap mereka yang diduga menjadi pelaku, baik
kerusuhan itu sendiri maupun tindak kriminal lainnya berkaitan dengan peristiwa itu.
Ini ditegaskan sehubungan adanya keluhan sejumlah warga mengenai penahanan anggota
keluarganya yang tidak dilandasi prosedur hukum. Misalnya, SPP (surat perintah
penangkapan) terhadap terdakwa tidak diberitahukan kepada keluarganya.
Beberapa jam setelah terjadinya peristiwa, kata Kusbini Imbar, aparat keamanan menahan
sejumlah orang yang diduga melakukan tindak kriminal seperti membawa mainan anak-anak,
radio, televisi, senjata tajam. Saat itu beberapa pusat perbelanjaan terbakar, terutama Plaza
Mitra dan Toserba Lima Cahaya dan Sarikaya.
SPP ditembuskan kepada keluarganya sesuai prosedur KUHAP. "Lalu apanya yang salah?
Tolong laporkan bila memang ada oknum kami yang menyimpang dari prosedur, kami akan
menindak," ujar Kadispen Polda yang merangkap Kadit Binmas itu.
Ditanya tentang dugaan keterlibatan lima oknum mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di
daerah ini, Kusbini membenarkan. Dari lima tersangka itu, dua di antaranya ditahan, tiga
lainnya hanya dimintai keterangan dan sudah dikembalikan. Kedua oknum mahasiswa itu
adalah, AS dan Ys. Mereka ditangkap tiga hari lalu di rumah kontrakannya di Banjarmasin.
Sedang dicocokkan
Apakah kedua oknum mahasiswa ini bisa dikatakan pelaku/ penggerak kerusuhan?
Kadispen Polda menyatakan belum diketahui secara pasti karena masih dalam pemeriksaan
tim penyidik. "Saya tidak mau berandai-andai, nanti bisa keliru, lebih baik menunggu hasil
positifnya nanti," katanya.
Tentang jumlah yang hilang saat kerusuhan terjadi, Kadispen Polda pun belum bisa
menyebutkan angka pasti, karena pihaknya masih menghitung dan mencocokkan dengan
laporan dari beberapa Polres, termasuk Polresta Banjarmasin.
Semula disebutkan ratusan orang melapor, berarti itulah yang hilang. Namun setelah
dicocokkan ada laporan yang dua kali masuk. Lalu ada pula yang sudah kembali.
"Makanya sekarang kami se-dang mencocokkan dengan laporan dari sejumlah Polres,"
katanya. (bal)
Kompas, Rabu, 4 Juni 1997
Kerusuhan Banjarmasin, Ribuan
Pekerja Menganggur
Banjarmasin, Kompas
Kerusuhan yang pecah di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tanggal 23 Mei lalu
mengakibatkan ribuan tenaga kerja terpaksa menganggur karena pusat perbelanjaan dan
pertokoan tempat mereka bekerja musnah terbakar.
"Saya mengharapkan kepada pengelola, pemilik dan pengusaha/pedagang tidak sampai
mem-PHK pekerjanya. Jika terpaksa, usahakan membayar pesangon sebagai modal
mencari pekerjaan lain," kata Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja Banjarmasin,
Tamberin SH, kepada Kompas di kantornya, Selasa (3/6).
Ia belum bisa menjelaskan jumlah tenaga kerja yang kehilangan lapangan kerja itu karena
masih dalam pendataan. Secara pasti, Plaza Mitra, Plaza Junjung Buih di Hotel Kalimantan,
Toserba Lima Cahaya dan Sarikaya paling banyak menyerap tenaga kerja itu.
Agar sebagian pekerjanya tidak menganggur, terutama toko-toko kecil di lingkungan Plaza
Mitra, Tamberin mengatakan, tengah diupayakan mencari tempat baru sesuai keinginan
mereka. "Ya kita tunggu saja bagaimana perkembangan selanjutnya," ujarnya.
Kehilangan PAD
Sementara itu di tempat terpisah, Wali Kota Sadjoko menyatakan, akibat kerusuhan itu
sebagian sumber pendapatan asli daerah (PAD) Banjarmasin, hilang. "Saya belum tega
mengungkapkan angka kehilangan itu karena masih sibuk membenahi puing-puing kebakaran
dan sebagian besar pengusahanya pun masih trauma," katanya.
Sumber pendapatan yang tak bisa dipungut lagi, antara lain PBB (Pajak Bumi dan
Bangunan), pajak tontonan, pajak pertambahan nilai (PPn) dan sebagainya. Padahal semua
ini diperlukan untuk membiayai pembangunan daerah.
Ditanya tentang kerugian, wali kota menyatakan belum mengarah ke situ, sebab baik pemda,
instansi terkait, aparat keamanan dan sebagainya masih terfokus bagaimana membuat
suasana kota kembali seperti semula. Jika situasi sudah benar-benar normal, kegiatan
ekonomi berjalan mantap dan warga tak lagi trauma, baru akan dihitung kerugian. Yang pasti
kerugiannya sangat besar.
Mengenai lokasi bekas kebakaran seperti di Plaza Mitra dan Hotel Kalimantan, pemda tetap
memberi kesempatan pada pengelolanya/pemilik untuk memprogramkan kembali
pembangunan di lokasi itu. Pemda akan memberi kemudahan, misalnya masalah perizinan.
Tidak mudah membangun kembali, sebab selain makan waktu bertahun-tahun juga
memerlukan investasi yang cukup besar.
Dua ditangkap
Dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah dilaporkan, tim URC (Unit Reaksi Cepat) Polres
Barito Utara, Kalteng, akhir pekan lalu menciduk dua orang yang diduga terlibat sebagai
pelaku kerusuhan di Banjarmasin itu. Keduanya, Ri (19) dan Mu (19) ditangkap ketika
menjual jam tangan merek Rado di terminal antarkota Muarateweh, ibu kota Kabupaten
Barito Utara.
Kapolda Kalteng Kolonel (Pol) Drs Iswimmach Rosis kepada wartawan mengatakan hari
Selasa, kepada tim penyidik kedua tersangka mengaku terlibat menjarah barang di Mitra
Plaza saat terjadi kerusuhan. Sebelum ke Muarateweh, keduanya sempat melarikan diri ke
Surabaya. Setelah berhasil menjual sebagian barang jarahannya, mereka langsung menuju
Muarateweh.
Kedua tersangka kini ditahan di Polres Barito Utara. "Yang jelas keduanya akan dikirim ke
Polda Kalsel. Sekarang masih disepakati mekanismenya. Apa tim Polda Kalsel yang
menjemput atau kita yang akan mengirim ke Kalsel," kata Iswimmach. (bal/aji)
Kompas, Kamis, 3 Juli 1997
Cabut, Tuduhan Kriminal terhadap
Korban Kerusuhan di Banjarmasin
Jakarta, Kompas
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak pemerintah untuk
mencabut tuduhan yang gegabah terhadap korban Kerusuhan Banjarmasin (Kalimantan
Selatan) tanggal 23 Mei lalu, sebagai pihak-pihak yang telah melakukan tindak kriminal.
Desakan ini diajukan karena sampai kini pemerintah belum mengungkap tuntas siapa dalang
di belakang pemicu kerusuhan itu.
"Berdasarkan hasil analisis dan pemantauan serta laporan yang kami terima dari daerah,
menyebutkan, sangat sulit untuk mengidentifikasi seluruh korban kebakaran di Mitra Plaza
(Banjarmasin) sebagai para pelaku kriminal atau penjarah," kata Sekeretaris bidang
Operasional YLBHI Munir di Sekretariat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) di Jakarta, Rabu (2/7). Ia diterima Sekretaris Jenderal Komnas HAM Baharuddin
Lopa yang didampingi seorang anggota lainnya Mohamad Salim.
Dalam kesempatan itu Munir meminta agar pemerintah di waktu mendatang dapat
menghindarkan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat mendorong adanya
sikap saling curiga mencurigai antarsesama anggota masyarakat. "Pemerintah dapat segera
memulihkan martabat orang-orang yang telah dilanggar haknya dalam proses penanganan
kerusuhan," kata Munir.
Menanggapi pernyataan YLBHI itu, Lopa mengisyaratkan agar semua pihak menyadari
peran serta kinerja Komnas HAM sebelum mengeluarkan rekomendasi atau kesimpulan
terhadap suatu masalah. "Komnas selalu bertindak hati-hati dalam menganalisis suatu
masalah sebelum sampai pada suatu kesimpulan. Kami tidak dapat membuat kesimpulan
atau menaggapi sesuatu berdasarkan cerita-cerita belaka yang hidup di masyarakat tanpa
ada dasar bukti pendukung yang kuat," kata Lopa.
Diadili
Hari Rabu (2/7), 13 orang terdakwa dalam kerusuhan Banjarmasin, mulai disidangkan di
Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Seorang terdakwa dituduh
membawa senjata tajam, dan 12 terdakwa dituduh menjarah barang-barang seperti celana
dan baju saat kerusuhan terjadi.
Ke-13 terdakwa ini dibagi menjadi dua bagian dengan majelis hakim berbeda. Yang menjadi
perhatian ratusan pengunjung sidang, adalah tampilnya terdakwa Muksin yang dituduh jaksa
penuntut Zolly membawa senjata tajam berupa clurit beberapa jam setelah peristiwa
menyedihkan itu. Namun ketika majelis hakim yang diketuai M Zaenal Arifin menanyakan
kepada terdakwa, penjual kue kelahiran Bangkalan Madura ini terus menunduk - tak bicara
sedikit pun. Akhirnya diketahui bahwa Muksin tak bisa berbahasa Indonesia apalagi bahasa
daerah Banjar, ia hanya bisa berbahasa Madura.
Ketua majelis menanyakan kepada pengunjung apakah ada yang bisa bahasa Madura lalu
menterjemahkan. Ismaun HM, wartawan Media Masyarakat Banjarmasin yang meliput
sidang itu bersedia menjadi penterjemah, dan ia pun disumpah seperti saksi oleh ketua
majelis. Dikatakan, terdakwa Muksin datang ke Banjarmasin dari Bangkalan setahun lalu
untuk berusaha di sini. Dari Bangkalan lelaki berusia 26 tahun ini memang membawa clurit.
Saat terjadi kerusuhan Muksin sedang berjualan kue di Desa Teluktiram dan baru kembali
ke rumahnya di Kampung Gedang petang hari. Dan clurit itu pun selalu dibawanya untuk
menjaga diri.
Sekitar pukul 22.00 wita (malam) Jumat, 23 Mei 1997 Muksin turun dari rumah menuju
Pasar Baru tempat keluarganya. Kota memang dalam keadaan sepi usai kerusuhan petang
harinya. Saksi Serma (Pol) Didik S dan Sertu (Pol) M Aini dari Polresta setempat yang
melihat Muksin berjalan langsung menyergap. Dan ternyata di pinggangnya ditemukan clurit
tanpa izin berwajib. "Saya bawa clurit hanya untuk menjaga diri saja, apalagi waktu itu baru
terjadi huru-hara. Tak ada maksud lain, hanya itu saja," ujarnya melalui penterjemah.
(bw/bal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar